Perubahan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen 1-4

Perubahan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen 1-4
Ilustrasi sidang MPR. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Jakarta - Wacana amandemen Undang-undang Dasar atau UUD 1945 ujug-ujug mencuat. PDIP merupakan salah satu partai yang getol mendorong adanya perubahan konstitusi. Isu yang muncul adalah menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai wacana PDIP untuk melakukan perubahan terbatas UUD 1945 sebagai langkah mundur. "Saya kira kajian PDIP kurang mendalam, tidak melihat sejarah, tidak melihat perbandingan dengan negara lain, dan bagaimana sistem presidensial yang efektif," kata Bivitri kepada Tempo, Ahad, 11 Agustus 2019.

PDIP sebelumnya mendorong perubahan terbatas untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Bivitri menilai, kalau MPR diletakkan sebagai lembaga negara tertinggi akan merusak sistem presidensial yang diterapkan setelah amandemen UUD 1945.

Sejak diamandemen empat kali pada 1999-2002, konstitusi sudah mengubah struktur ketatanegaraan. Sehingga, tidak ada lagi lembaga tertinggi seperti MPR, dan Indonesia kini sudah menganut sistem presidensial yang lebih efektif.

Dengan konstruksi saat ini, Bivitri mengatakan tidak adanya lembaga tertinggi membuat proses check and balance lebih baik. Sebab, dalam sistem presidensial, semua lembaga berada dalam tingkat yang setara. "Apakah presiden paling tinggi? Tidak juga. Kan check and balance DPR dan DPD memiliki sistem yang memungkinkan mereka mengawasi kinerja presiden," ujarnya.

Amandemen UUD 1945 terjadi pertamakali pada sidang Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 14-21 Oktober 199. Ketua MPR kala itu adalah Amien Rais. Ada 9 dari 37 pasal di dalam UUD yang berubah. Salah satu yang paling krusial adalah perubahan pada Pasal 7 UUD 1945.

Dalam beleid lama, Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali. Aturan ini berubah menjadi Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Amandemen ini membatasi masa kekuasaan presiden menjadi hanya 10 tahun.

<!--more-->

Perubahan kedua terjadi pada sidang umum MPR 7-18 Agustus 2000 yang juga masih diketuai Amien Rais. Di masa sidang ini perubahan yang paling kentara adalah soal desentralisasi pemerintahan. Pasal 18 UUD 1945 dalam amandemen kedua ini lebih mengakomodir bagaimana provinsi, kota, dan kabupaten bisa mengatur pemerintahan mereka sendiri. Mereka memiliki otonomi yang luas.

Selain itu, dalam Pasal 18 amandemen kedua juga menyebutkan Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Beleid ini juga mengatur tentang pemilihan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati secara demokratis. Kemudian, Pasal 19 dalam perubahan UUD 1945 kedua juga mengatur soal pemilihan umum untuk DPR.

Kemudian, UUD 1945 mengalami perubahan ketiga dalam sidang umum MPR pada 1-9 November 2001. Amien Rais juga masih menjadi Ketua MPR di periode ini.

Banyak perubahan penting dalam amandemen ketiga. Seperti, menghilangkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Kemudian, perubahan ketiga ini mulai membuka pintu bagi Pemilihan Presiden atau Pilpres secara demokratis. Selama ini, Presiden dipilih oleh MPR. Dalam perubahan ketiga ini, konstitusi mulai mengakui Pemilihan Umum yang terbuka.

Dalam amandemen ini bahkan dijelaskan garis besar bagaimana pemilihan presiden. Misalnya, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kemudian, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Nah, perubahan ini lah yang mengamanatkan dibuatnya Undang-undang tentang Pemilu.

Terakhir, amandemen UUD 1945 keempat yang terjadi pada masa sidang 1-11 Agustus 2002. Perubahan terakhir ini hanya menyempurnakan beberapa pasal saja. Misalnya, anggota MPR terdiri dari DPR dan DPD.

tirto.id - Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan (undang-undang dasar dan sebagainya).

Dikutip dari buku Makna Undang-Undang Dasar oleh Nanik Pudjowati (2018:14), UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis yang memiliki kedudukan sebagai supremasi hukum di Indonesia. Selain itu, konstitusi tersebut berposisi sebagai sumber rujukan tertib hukum bagi peraturan di bawahnya.

Beberapa contoh produk hukum yang berada di bawah UUD 1945 meliputi Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan peraturan lainnya yang berupa limpahan hukum di atasnya.

UUD 1945 bersifat mengikat pada segala unsur yang berada di dalam negara seperti pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara Indonesia.

“Negara Indonesia adalah negara hukum” (UUD 1945 pasal 1 ayat 3).

Selain itu, UUD 1945 juga memiliki dua sifat lain, yaitu singkat dan supel. Konstitusi tersebut, dikatakan bersifat singkat karena hanya memuat aturan-aturan dasar berupa instruksi dalam penyelenggaraan negara. Sedangkan, mempunyai sifat supel lantaran dapat mengikuti dan digunakan dalam pelbagai zaman.

Amandemen UUD 1945 (1999-2002)

Dalam sejarahnya, UUD 1945 telah digunakan sejak 18 Agustus 1945, ketika ditetapkan dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kemudian, pernah tidak digunakan sebagai konstitusi pada 27 Desember 1949-17 Agustus 1950.

Dikutip dari buku Hukum Tata Negara Indonesia Teks dan Konteks oleh Retno Widyani (2015), UUD 1945 pernah berhenti digunakan sebagai konstitusi negara ketika Indonesia menganut sistem serikat. Sementara itu, undang-undang dasar negara kemudian diambil alih dengan Kontitusi RIS 1949.

Sejak dikukuhkannya kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara pada tanggal 17 Agustus 1950, undang-undang dasar tidak pernah mengalami pergantian lagi. Peresmian UUD 1945 tersebut, berdasarkan kepada Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? Oleh Taufiequrachman Ruki Dkk (2019), UUD 1945 telah mengalami amandemen sebanyak 4 (empat) kali, yaitu dalam beberapa Sidang Umum atau Sidang tahun MPR sebagai berikut:

1. Amandemen Pertama

Amandemen pertama terjadi pada tanggal 14-21 Oktober 1999 dalam Sidang Umum MPR

2. Amandemen Kedua

Amandemen kedua terjadi pada tanggal 7-18 Agustus 2000 dalam Sidang Tahunan MPR

3. Amandemen Ketiga

Amandemen ketiga terjadi pada tanggal 1-9 November 2001 dalam Sidang Tahunan MPR

4. Amandemen Keempat

Amandemen keempat terjadi pada tanggal 1-11 Agustus 2002 dalam Sidang Tahunan MPR

Sistematika UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Perubahan

Fungsi dari dilakukannya amandemen dalam UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan aturan-aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, dan lainnya.

Namun, dalam proses amandemen terdapat satu hal penting yang tidak boleh dilakukan, yaitu mengubah pembukaan UUD 1945. Hal tersebut dapat terjadi karena Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara.

Perubahan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen 1-4

Sistematika UUD Tahun 1945 Sebelum Perubahan

  1. Bagian Pembukaan UUD 1945 Terdiri dari 4 Alinea.
  2. Bagian Batang UUD 1945, terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 49 Ayat, 4 Pasal aturan peralihan, serta 2 ayat aturan tambahan.
Sistematika UUD Tahun 1945 Setelah Perubahan

  1. Bagian Pembukaan UUD 1945 tetap Terdiri dari 4 Alinea.
  2. Bagian Batang UUD 1945, menjadi 21 Bab, 73 Pasal, 170 Ayat, 3 Pasal aturan peralihan, serta 2 pasal aturan tambahan.

Baca juga:

  • Isi Pasal 34 UUD 1945 Sebelum & Setelah Amandemen di Soal Tes CPNS
  • Penjelasan Fungsi UUD 1945 sebagai Alat Kontrol, Penentu, Pengatur

Baca juga artikel terkait Uud 1945 atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/sym)

Penulis : Syamsul Dwi Maarif
Editor : Dipna Videlia Putsanra