Permenlhk p.14/2017 tentang tata cara inventarisasi dan penerapan fungsi ekosistem gambut

Agrofarm.co.id-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah merevisi Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut. Ketua Apkasido Asmar Aryad mengatakan, permen tersebut berpotensi mengganggu kemandirian ekonomi nasional akibat berkurangnya luasan perkebunan sawit rakyat yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.

Menurutnya, penerapan permen kontroversial itu mempunyai dampak ganda yang berakhirnya pada hancurnya kemandirian ekonomi nasional. “Ini lonceng kematian bagi perkebunan sawit rakyat. Bakal terjadi turunnya pendapatan asli daerah (PAD), meningkatnya pengangguran, serta beragam konflik sosial. Permen ini tidak menunjukkan keberpihakan pada rakyat,” katanya di Jakarta, Senin (7/8/2017).

Sejak ratusan tahun lalu, Ia menambahkan lebih dari 60% konsesinya berada di lahan gambut, karena terbatasnya lahan mineral. Namun kini, petani akan direlokasi ke tempat lain. Apakah lahan mineral yang dijanjikan pemerintah ada dan di mana lokasinya.

“Ataukah kami akan direlokasi ke Kalimantan atau Papua. Kalau iya, bagaimana caranya. Apakah aturan itu, tidak akan menimbulkan persoalan dan gejolak ekonomi di daerah?” tandasnya.

Menurut Asmar, permen ini tumpang tindih dengan aturan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan). Misalnya, Kementan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 14/Permentan/pl.110/2/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit di lahan gambut yang memiliki kedalaman di bawah 3 meter. “Ini membingungkan rakyat. Pemerintah perlu instropeksi diri,” katanya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SAMADE (Sawitku Masa Depanku) Tolen Ketaren menyatakan, dampak terbesar pemberlakukan permen tersebut adalah turunnya pendapatan masyarakat. Sebab saat ini, penanaman sawit masih menjadi pilihan masyarakat karena usaha alternatif lain yang disarankan pemerintah hasilnya tak memuaskan. “Sehingga sawit tetap menjadi pilihan rakyat,” ujarnya.

Dia menegaskan, pemerintah perlu membimbing masyarakat untuk menanam beragam komoditas, termasuk sawit serta menerapkan pemanfaatan gambut ramah lingkungan untuk perbaikan ekonomi rakyat. Sementara Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Riau Sofyan Harahap menilai, aturan itu bisa menimbulkan banyak persoalan baru seperti pengangguran.

Oleh karena itu, dia mengharapkan, pemerintah juga merevisi Permen No 15/2017 tentang tata cara pengukuran muka air tanah di titik penataan ekosistem gambut. “Aturan itu sebaiknya direvisi dengan kisaran antara 50-70 cm. Jika dipaksakan, seluruh petani sawit di Riau pasti berurusan dengan hukum karena aturan itu tak mungkin diterapkan,” jelasnya.

Sedangkan Ketua Umum Forum Tani Indonesia (Fortani) Wayan Supadno mengharapkan, perkebunan sawit rakyat yang sudah dibebani izin atau telah ada sejak ratusan tahun lalu, sebaiknya tidak diganggu.

Diketahui, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Februari lalu mengeluarkan aturan pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut melalui empat Peraturan Menteri (Permen) sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Keempat permen tersebut yakni PermenLHK P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penerapan Fungsi Ekosistem Gambut, PermenLHK P.15/2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut, PermenLHK P.16/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, serta PermenLHK Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perubahan P.12/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Beledug Bantolo

Menteri LHK Siti Nurbaya (ANTARA)

Menteri LHK Siti Nurbaya (ANTARA)

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengeluarkan aturan pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut melalui empat Peraturan Menteri (Permen) sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. "Substansi kebijakan yang kita tekankan di PP 57 Tahun 2016 seperti diketahui adalah pada poin pencegahan karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Selain itu juga ada substansi diaturnya pemulihan fungsi ekosistem gambut, ini yang diperjelas dalam empat Permen tersebut," kata Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono dalam konferensi pers di Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu. Soal pemulihan fungsi ekosistem gambut agar tidak terjadi karhutla, ia mengatakan, dilakukan melalui empat hal yakni suksesi alami, rehabilitasi vegetasi, restorasi hidrologis dan cara lain dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Terkait substansi penegakan hukum, lanjutnya, terdapat sanksi administrasi apabila penanggung jawab usaha tidak melaksanakan kegiatan pemulihan fungsi ekosistem gambut sesuai Permen ini. "Langsung paksaan Pemerintah tidak ada lagi teguran tertulis, jika dua bulan tidak bisa memenuhi target di lapangan langsung pembekuan izin, terkahir bisa dikenakan sanksi pidana apabila di areal konsesinya justru ditemukan kerusakan," ujar Bambang. PermenLHK P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penerapan Fungsi Ekosistem Gambut, PermenLHK P.15/2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penaatan Ekosistem Gambut, PermenLHK P.16/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, serta PermenLHK tentang Perubahan P.12/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Selain itu, Menteri LHK, kata Bambang juga mengeluarkan Keputusan Menteri LHK (KepmenLHK) tentang Penerapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan KepmenLHK tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut. Semuanya itu, lanjutnya, merupakan bagian penting dari PP Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Permen serta Kepmen tersebut menjadi acuan dan pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka perlindungan dan pengelolaan gambut. Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Karliansyah mengatakan Peta KHG dan Peta Fungsi Ekosistem Gambut menjadi acuan dalam penyusunan dan penetapan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional. Berdasarkan data Peta Fungsi Ekosistem Gambut pada skala 1:250.000, ada 2,521,822 hektare (ha) area lahan konsesi yang memiliki fungsi lindung. Luas areal HTI mencapai 1.688.230 ha yang masuk fungsi lindung, sisanya perkebunan. Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengatakan pascapenetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut maka pemegang izin usaha kehutanan (HPH, HTI dan RE) wajib mengacu pada peta tersebut untuk melakukan perubahan tata ruang dan revisi Rencana Kerja Umum (RKU). "Hari ini kami kirim undangan ke 101 pemegang IUPHHK (izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman-red) untuk ambil copy file peta dalam bentuk JPEG. Ketika sudah ambil maka argo 30 hari untuk benahi RKU mulai jalan," kata Putera. Pemerintah, lanjut dia, menyiapkan mekanisme solusi alternatif terhadap potensi dampak kebijakan PermenLHK revisi dari P.12/2015 tentang Pembangunan HTI terhadap area kerja pemegang izin konsesi yang sama dengan atau di atas 40 persen ditetapkan menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung. Pemilik konsesi dapat mengajukan lahan usaha pengganti (landswap).

Pewarta: Virna P SetyoriniEditor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © ANTARA 2017

Terkait

Baca juga

Terpopuler

REVISI rencana kerja dan usaha (RKU) perusahaan pemegang izin usaha di kawasan gambut harus selesai dalam waktu 30 hari sejak pemerintah menyerahkan peta fungsi ekosistem gambut kepada perusahaan yang bersangkutan.

Revisi RKU itu menyesuaikan dengan peta ekosistem gambut yang ada di kawasan perusahaan dan rencana pemulihan yang akan dilakukan.

RKU tersebut harus mengacu ke panduan yang sebelumnya sudah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), yakni Peraturan Menteri LHK (Permen LHK) P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penerapan Fungsi Ekosistem Gambut, Permen LHK P.15/2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut, Permen LHK P.16/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, serta Permen LHK tentang Perubahan P.12/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

"Kami berikan 6 bulan kepada perusahaan untuk melakukan implementasi pemulihan dan konstruksi setelah peta fungsi ekosistem gambut tersebut mereka terima," ucap Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono saat ditemui Media Indonesia dalam sosialisasi Permen LHK yang menjadi turunan revisi PP No 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, di Jakarta, kemarin.

Apabila perusahaan tidak menjalankan ketentuan itu, lanjut Bambang, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada mereka.

Meskipun demikian, dirinya menjamin kebijakan-kebijakan yang tercantum dalam permen LHK tersebut tidak akan membuat perusahaan kesulitan untuk menjalankan usaha mereka.

"Pemerintah juga tidak akan mencabut izin yang sudah dikeluarkan, kecuali kalau memang tidak dijalankan (perintah revisi RKU dan pemulihan gambut), bisa kami cabut di tengah jalan izin mereka," imbuh Bambang.

100 perusahaan

Pada kesempatan sama, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK MR Karliansyah menyatakan 12,3 juta hektare kawasan gambut di Indonesia memiliki fungsi lindung dan 12,2 juta hektare memiliki fungsi budi daya.

Dari komposisi itu, 2,64 juta hektare kawasan gambut berada di kawasan HTI yang dikelola 100 perusahaan.

"Nah yang ada di kawasan HTI itu, 1,4 juta hektare memiliki fungsi lindung, sisanya (1,2 juta hektare) merupakan kawasan budi daya," ucap Karliansyah.

Sementara itu, untuk lahan gambut yang ada di kawasan perkebunan, Kementerian LHK belum memiliki datanya.

Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead dalam kesempatan yang sama menyatakan tim teknis BRG telah membantu 25 perusahaan dalam melakukan pendataan yang diperlukan untuk merevisi RKU pascakeluarnya keempat permen LHK tersebut.

Nazir mengatakan revisi RKU akan beriringan dengan rencana restorasi yang sudah disusun BRG.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto melalui keterangan tertulis menyatakan akan mengoordinasikan implementasi permen LHK tersebut di lapangan dengan para pemegang izin usaha kehutanan. (H-3)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA