Perbedaan kebijakan Daendels dan Raffles dalam bidang ekonomi

Masa pemerintahan VOC

> Kehidupan ekonomi

Dalam pakenibangannya, para pedagang VOC terus memperkuat kedudukan dengan membom benteng pertahanan, intervensi ke dalam kerajaan. dan memperbudak rakyat“ Bahkan mereka semakin memperluas pengaruh dan kekuasaan hingga ke berbagai pulau di Nusantara Pada tahun 1605, armada VOC bersekutu dengan Hitu untuk menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon. Imbalannya adalah VOC berhak menjadi pembeli tunggal rempah-rempah Hitu. Perlahan-lahan. VOC berhasil membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan dan menyerang Banten, selanjutnya menjadikan Jayakarta sebagai pelabuhan dengan nama Batavia. Kita tahu bahwa Banten adalah pusat penghasil lada terbesar di lndonesia bagian barat. Dengan langkah itu, VOC berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di lndonesia Timur dan perdagangan lada di indonesia bagian barat.

> Kehidupan politik

Jauh sebeum VOC datang di Kepulauan Nusantara. kerajaan-kerajaan islam menguasai jaringan perdagangan. Anda tentu mengetahui bagaimana peran Kesultanan Aceh, Banten. Demak. Gowa, Mataram, Ternate, dan Tidore. Masing-masing kerajaan memiliki mlayah kekuasaan hingga ke luar pulau. Namun, setelah VOC datang di Banten abad XVI. peran dan kedudukan kerajaan-kerajaan itu semakin hilang. Ada beberapa faktor yang mempermudah VOC membangun imperiumnya di Nusantara. Selain telah menguasai jaringan perdagangan lada, cengkih, dan rempah-rempah. VOC juga berhasil mmanfaatkan pergolakan yang terjadi didalam kerajaan-kerajaan itu. Anda tentu bisa dengan mudah menemukan contoh kelihaian VOC dalam memperalat kemelut yang melanda sebuah kerajaan. Terlebih ada pihak-pihak kerajaan yang mau menerima bantuan dan kerja sama VOC.

Terdapat beberapa fakta yang bisa kita temukan, yakni:

1) Dengan hak istimewa yang dimilikinya, VOC mampu menguasai dan memonopoli produksi dan jaringan perdagangan rempah-rempah di Nusantara serta meraih keuntungan.

2) Bandar-bandar pelabuhan dan kekuasaan kerajaan Islam jatuh ke tangan VOC.

3) Rakyat di Nusantara jatuh ke dalam kehidupan yang memprihatinkan.

4) Raja-raja di Nusantara berusaha melawan dominasi dan monopoli asing dalam beragam bentuk

5) Karena korupsi dan manipulasi VOC mengalami kebangkrutan.

Masa Pemerintahan Deandels

> Kehidupan Ekonomi

Menurut kaum liberal di Belanda, kehidupan ekonomi rakyat Hindia Belanda semakin merosot karena sistem feodal yang sangat mengekang aktivitas rakyat. Dirk van Hogendorp mengusulkan agar kedudukan bupati dan penguasa ditata kembali, pemilikan tanah yang menjadi sumber pemerasan dicabut dan dikembalikan kepada rakyat. Rakyat diberi tanah untuk ditanami secara bebas, bebas memilih jenis tanaman dan melakukan pekerjaan. Verplichte Ieveranties (penyerahan wajib) diganti dengan pajak hasil bumi. Namun, hal ini tidak dijalankan di Hindia Belanda. Gubernur Jenderal Daendels yang antifeodalisme mulai mengurangi kekuasaan dan hak-hak bupati serta mulai menghapuskan wajib tanam dan wajib kerja. Pemerasan yang dilakukan oleh para bupati dikurangi dan kebebasan berdagang diterapkan. Tetapi, ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh Daendels, antara lain:

1) Para bupati masih memegang peranan di dalam perdagangan sebagai pedagang perantara. Para bupati keberatan dengan pembaruan Daendels karena akan kehilangan prosen kultur, yaitu persentase tertentu dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat.

2) Kedudukan bupati dalam struktur feodal sangat kuat sehingga setiap perubahan tidak akan berjalan tanpa adanya kerja sama dengan mereka.

3) Konsentarasi Daendels adalah mempertahankan Jawa sebagai basis pertahanan di dalam menghadapi Inggris.

Oleh karena itu, beberapa daerah di luar Jawa ia lepaskan dengan pertimbangan lebih mementingkan Jawa. Misalnya Bangka (1806), Banjarmasin, Ambon, Ternate, Tidore (1810), dan lain-lain. Salah satu program Daendels yang fenomenal adalah pembuatan Grote Postweg (Jalan Raya Pos) antara Anyer - penarikan sejauh 1.000 km dalam waktu tidak kurang dari satu tahun. Pembangunan jalan itu jelas sangat mendukungvtransportasi, perkembangan ekonomi, dan mobilitas sosial. Hanya saja cara yang menggunakan penguasa lokal untuk mengerahkan rakyat dinilai membahayakan kedudukan Belanda.

> Kehidupan Politik

Prinsip liberalisme dan antifeodal yang menjiwai Daendels memengaruhi pula pola kebijakannya di tanah jajahan. Ia sangat membatasi kekuasaan para raja terutama dalam mengangkat penguasa daerah. Daendels melarang adanya jual beli jabatan. Beberapa kerajaan yang menentangnya, ia likuidasi atau hapuskan seperti yang terjadi di Kesultanan Banten. Para bupati dan penguasa lokal ia jadikan pegawai pemerintah Belanda. Pada bulan Januari 1811, Daendels berhasil memaksakan perjanjian baru terhadap Yogyakarta dan Surakarta. Isinya antara lain penghentian pembayaran uang sewa Belanda kepada kedua sultan/sunan untuk wilayah-wilayah pantai utara.

Masa Pemerintahan Raffles

> Kehidupan Ekonomi

Salah satu kebijakannya yang terkenal adalah Iandrente atau pajak tanah. Kebijakan itu antara lain menarik pajak sebesar 2/5 dari hasil bumi yang dimiliki seseorang. Pertimbangannya adalah bahwa semua tanah diyakini sebagai milik pemerintah inggris dan rakyat hanyalah penyewa. Besarnya pajak itu ditentukan oleh kesuburan tanah rakyat dan bisa dibayar dengan uang atau hasil bumi lainnya seperti padi. Selain itu ia juga meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan perekonomian, sistem uang, dan menjadikan desa sebagai pusat administrasi.

Ternyata, pelaksanaan Iandrente mengalami kesulitan karena adanya penolakan dari para bangsawan. Kita tahu bahwa para bangsawan adalah pemilik tanah yang telah berlangsung secara turun-temurun. Para bangsawan merasa dirugikan apabila kebijakan itu benar-benar dilaksanakan oleh Raffles. Apalagi rakyat belum siap dengan monetisasi yang hendak diterapkan untuk menggantikan sistem inatura atau sistem tradisional yang telah lama dikenal rakyat. Secara garis besar, kebijakan Iandrente yang di jalankan oleh Raffles gagal mendatangkan keuntungan bagi inggris.

Kehidupan ekonomi penduduk sangat dipengaruhi oleh struktur feodal yang bercirikan bendara (para raja, bangsawan, dan keluarganya) dan abdi (rakyat). Secara tradisional, rakyat harus menyerahkan upeti kepada para bangsawan keraton. Selain itu rakyat harus membersihkan keraton, mencarikan rumput untuk kuda-kuda kerajaan, dan melakukan penjagaan. Hubungan bendara dan abdi jelas sangat memberatkan rakyat Apalagi penguasa dan pengusana kolonial juga mempunyai tuntutan yang tidak dikenal di dalam ikatan atau kontrak Bagi rakyat ini sangat memberatkan karena mereka tidak hanya menghasilkan untuk dikonsumsi sendiri tetapi juga memproduksi untuk kepentingan penguasa kolonial, lokal dan pengusaha 

> Kehidupan Politik

Kebijakan politik yang diterapkan Raffles di Hindia Belanda banyak di pengaruhi teori liberalisme. inggris sukses menerapkannya di india. Pada tahun 1812, Raffles mengadakan pembaruan sistem pengadilan dengan sistem juri seperti di inggris dan menata kehidupan politik pemerintahan di Jawa. Raffles membagi Jawa ke dalam delapan belas keresidenan dan mengurangi kekuasaan para bupati. Kesultanan Banten dihapuskan sementara kedaulatan Kesultanan Cirebon diserahkan kepada inggris. Raffles berhasil mewarisi dan memengaruhi beberapa daerah atau kerajaan untuk bekerja sama dengan Inggris Misalnya, mengasingkan Sultan Hamengku Buwono II ke Pinang dan menggantikannya dengan Hamengku Buwono III dari Yogyakarta (1811). Selain itu, untuk memperlemah Kesultanan Yogyakarta, Raffles menyerahkan sebagian wilayah kepada Pangeran Natakusuma. Raffles juga memperkecil wilayah Kesunanan Surakarta.

Masa Pemerintahan Van den Bosch

> Kebijakan Ekonomi

Apabila cultuurstelsel itu dilaksanakan dengan baik sesuai konsep, tidak terlalu membebani kehidupan rakyat. Tetapi dalam praktiknya banyak terjadi penyimpangan. Van den Bosch menawarkan iming-iming atau perangsang bahwa para bupati, pegawai Belanda, dan kepala desa akan mendapatkan culture procenten yaitu bagian dari tanaman yang disetor sebagai bonus selain pendapatan yang biasa diterima. Sesuai ketentuan cultuurste/sel, rakyat diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor, luasnya tidak lebih dari 1 waktu pemeliharaan tanaman tidak lebih dari masa tanam 5 padi, tanah tersebut bebas pajak, sisa hasil bumi di luar pajak diberikan kepada petani, dan gagal panen ditanggung pemerintah. Ketentuan ini dengan mudah dilanggar karena adanya culture procenten dan desakan kepentingan penguasa kolonial.

Selain harus kerja rodi, petani juga kehilangan tanah-tanah suburnya, membayar gagal panen, dan kehilangan sumber daya yang bisa memberinya penghasilan. Pada masa ini kehidupan rakyat diliputi suasana penderitaan dan kesengsaraan. Wabah kelaparan pun menjangkiti rakyat Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Sebaliknya, para bupati dan aparat lokal bisa memperoleh bonus untuk memperkaya diri. Mereka yang semestinya menjadi perantara kebijakan berubah menjadi bagian dari penguasa yang menekan dan memaksa rakyat. Tidak aneh apabila para bupati juga berperan sebagai mandor.

> Kebijakan Politik

Kehidupan politik di Hindia Belanda pada periode sistem tanam paksa adalah membuat kebijakan yang bisa menyelamatkan krisis yang melanda negeri Belanda. Para bupati dan bangsawan diberi kekuasaan yang lebih untuk bisa membantu program pemerintah. Para bupati tersebut semakin berkuasa karena juga mempunyai kepentingan pribadi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Kebijakan tersebut menyebabkan jumlah pegawai kolonial bertambah banyak. Peran bupati yang tidak lebih dari sekadar mandor pemerintah itu ternyata justru mengurangi wibawanya di mata rakyat dan struktur di bawahnya.