Penyembelih hewan kurban atau pengurus kurban boleh saja menerima daging kurban tetapi bukan sebagai

Panitia kurban di tengah masyarakat biasanya merangkap sebagai tim jagal yang menyembelih, menguliti, mencincang, dan membuat paketan hewan kurban yang baru disembelih yang siap didistribusikan ke masyarakat. Kalau panitia kurban dipandang sebagai tim jagal, maka mereka tidak berhak menerima bagian hewan kurban (baik kulit, daging, maupun bagian lainnya) dari orang yang menunaikan ibadah kurban sebagai upah.

Pasalnya, orang yang menunaikan ibadah kurban diharamkan untuk memberikan sebagian dari hewan kurbannya kepada tim jagal sebagai upah bagi mereka. Orang yang menunaikan ibadah kurban harus menyiapkan dana atau benda berharga lainnya di luar daging atau kulit hewan kurbannya sebagai upah untuk mereka.

Syekh Nawawi Banten menjelaskan alasan kenapa orang yang berkurban dilarang memberikan daging atau kulit hewan kurban kepada tim jagal sebagai upah. Tetapi jika orang yang berkurban itu memberikan daging atau kulit hewan kurban kepada panitia kurban yang merangkap tim jagal dengan niat sedekah, maka pemberian itu tidak dilarang.

ـ (ويحرم أيضا جعله) أي شيئ منها (أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع (ولو كانت الأضحية تطوعا) فإن أعطى للجزار لا على سبيل الأجرة بل على سبيل التصدق جزءا يسيرا من لحمها نيئا لا غيره كالجلد مثلا، ويكفي الصرف لواحد منهم، ولا يكفي على سبيل الهدية

Artinya, “(Menjadikannya) salah satu bagian dari kurban (sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’, (meskipun itu ibadah kurban sunnah). Jika kurbanis memberikan sebagian daging kurban mentah, bukan selain daging seperti kulit, kepada penjagal bukan diniatkan sebagai upah, tetapi diniatkan sebagai sedekah [tidak masalah]. Pemberian daging kurban kepada salah satu dari penjagal itu memadai, tetapi pemberian daging kepada penjagal tidak memadai bila diniatkan hadiah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], halaman 272).

Berbeda dari Syekh M Nawawi Banten yang menganggap pemberian kepada tim jagal dengan niat hadiah itu tidak memadai, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri berpendapat lain.

Menurut Al-Baijuri, orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tim jagal dengan niat sebagai upah mereka. Kalau pemberian itu diniatkan sebagai sedekah atau hadiah untuk mereka, maka hal itu tidak masalah.

ـ (ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم  وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل

Artinya, “(Menjadikan [daging kurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika kurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).

Dari pelbagai keterangan di atas, kita dapat menarik simpulan bahwa orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurbannya kepada tim jagal dengan niat sebagai upah kerja mereka. Tetapi ketika tim jagal itu tidak lain adalah tim panitia kurban sendiri, orang yang berkurban tetap dapat memberikan daging atau kulit mereka dengan niat sedekah, bukan niat sebagai upah.

Dengan asumsi bahwa tim jagal itu tidak lain adalah tim panitia kurban sendiri dan pelbagai keterangan fiqih tersebut, kita dapat mengatakan bahwa panitia kurban tetap berhak menerima daging atau kulit hewan kurban yang diniatkan sedekah, bukan upah, oleh mereka yang berkurban. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Editor : Ahmad Faiz Ibnu Sani


Selasa, 20 Juli 2021 06:06 WIB

Penyembelih hewan kurban atau pengurus kurban boleh saja menerima daging kurban tetapi bukan sebagai

Petugas memasukkan daging kurban ke dalam besek bambu yang lebih ramah lingkungan di Kampung Salam Berqurban, Sekolah Alam Bogor, Tanah Baru, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 1 Agustus 2020. Sedikitnya 1600 besek bambu digunakan sebagai pengganti kantong plastik dalam pembagian daging kurban untuk Kelurahan Tanah Baru dan Cimahpar, Bogor yang didistribusikan langsung ke rumah warga sebagai upaya penerapan protokol kesehatan di saat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Menyembelih hewan kurban pada Idul Adha merupakan ibadah sunah bagi umat Islam yang mampu. Manfaat dari berkurban ialah dapat saling berbagi dan memberi bagi sesama manusia.

Dalam pembagian daging kurban perlu dilakukan dengan benar agar tepat sasaran.

Daging hewan yang dikurbankan tidak boleh dimakan oleh pihak yang berkurban dan keluarganya saja. Namun, harus dibagikan kepada orang lain.

Melansir dari laman resmi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), ada tiga kelompok yang berhak menerima daging hasil kurban.

Shohibul Qurban

Shohibul Qurban atau orang yang berkurban berhak mendapatkan sepertiga bagian daging kurban. Mereka dianjurkan untuk makan sebagian dari daging hewan kurbannya karena Nabi Muhammad melakukannya.

Namun, yang perlu diingat adalah shohibul qurban dilarang menjual kurban bagiannya, baik dalam bentuk daging, bulu, maupun kulit.

Kerabat, teman, dan tetangga sekitar

Ulama Hanafiyah dan Hanabiyah menganjurkan agar sebagian daging kurban dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitarnya. Kelompok ini berhak mendapatkan sepertiga bagian.

Fakir Miskin

Para ulama sepakat bahwa fakir miskin berhak menerima daging kurban. Bahkan, ulama Hanabilah mengatakan wajib hukumnya membagikan daging kurban kepada fakir miskin.

Alasannya Allah memerintahkan untuk memberikan makan kepada fakir miskin dari daging kurban. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Hajj ayat 28 dan ayat 36. 

Tujuan dari berkurban ialah saling berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Maka, fakir miskin pun berhak mendapatkan jatah sepertiga bagian daging kurban.

RIZQI AKBAR

Baca juga:

Muhammadiyah dan NU Sepakat Dana Kurban Donasikan untuk Warga Terdampak Pandemi

KOMENTAR

BERITA TERKAIT

Apakah Panitia qurban berhak mendapatkan daging kurban?

Panitia kurban yang tidak dipandang sebagai tim jagal dengan berbagai tugasnya dan dianggap sebagai wakil dari orang yang berkurban yang kemudian menyebabkannya diperbolehkan untuk mendapat jatah kulit ataupun daging kurban.

Siapa saja yang berhak menerima daging hewan kurban?

Daftar Orang yang Berhak Menerima Bagian Daging Kurban.
Shohibul Kurban. Shohibul kurban adalah sebutan untuk orang yang berkurban. ... .
Tetangga Sekitar, Teman, dan Kerabat. Daging kurban boleh dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitar meskipun orang tersebut berkecukupan. ... .
Fakir Miskin..

Bolehkah orang yang bukan agama Islam menerima daging kurban jelaskan?

"Menurut ulama dari kalangan Madzhab Syafii, memberikan daging kurban kepada nonmuslim diperbolehkan," kata Akhmad Khambali kepada detikSumut, Sabtu (9/7/2022). Namun, daging yang diperbolehkan dibagi kepada nonmuslim tersebut, merupakan kurban sunah, bukan hasil dari daging nazar.

Siapa saja yang tidak boleh memakan daging qurban?

Pendapat Mazhab Syafi'i Pertama, untuk kurban yang berstatus wajib, maka dagingnya tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban maupun pihak lain yang ada di bawah tanggungannya (anggota keluarga yang dinafkahinya). Sebaliknya, mazhab ini mewajibkan si pemilik menyedekahkan seluruh dagingnya.