Pajak sewa ruko tidak punya NPWP

Pajak sewa ruko tidak punya NPWP

Gedung kantor di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung serta yang lainnya akan selalu diminati.

Sebuah gedung dengan lokasi yang strategis, desain yang ciamik serta dilengkapi fasilitas modern tentu akan banyak diburu keberadaannya.

Apalagi jika gedung tersebut mudah diakses dan dilalui banyak moda transportasi.

Ya, bisnis sewa gedung kantor selalu diminati para pebisnis atau pengusaha yang sedang merintis perusahaan.

Namun, bisnis sewa gedung kantor pun ternyata memiliki bayaran yang cukup fantastis untuk pajaknya lho.

Pajak sewa ruko tidak punya NPWP

Secara umum, pajak sewa gedung di antaranya ada sewa gedung perkantoran, sewa pertokoan, sewa area komersial dan tempat usaha, sewa gedung tempat tinggal atau apartemen dan yang terakhir sewa gedung pertemuan (convention hall).

Sewa bangunan atau gedung sendiri memiliki dua jenis pajak yakni PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPN.

Lalu, apa sih biaya sewa itu?

Dilansir dari online-pajak.com, biaya sewa merupakan kewajiban perusahaan yang harus dibayarkan kepada pemilik properti yang telah meminjamkan aktiva demi kepentingan perusahaan.

Sebelum membahas lebih jauh, perlu ketahui juga pengertian PPh.

PPh adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan kepada pribadi (individu) atau badan atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun.

Pajak Penghasilan atau yang biasa disingkat PPh memiliki beberapa jenis yang harus diketahui, yakni PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29.

Hampir seluruh jasa persewaan bangunan atau gedung kantor dalam bentuk barang tidak bergerak wajib dikenakan pajak.

Tentu saja pajak yang dibayarkan turut berkontribusi untuk pendapatan negara.

Nah, lalu bagaimana mekanisme pembayaran PPh sewa gedung kantor? Berapa tarif yang dikenakan dan bagaimana ketentuannya?

Simak selengkapnya di bawah ini!

Pajak sewa ruko tidak punya NPWP

Untuk transaksi sewa gedung kantor PPh dapat dibayar dengan cara seperti berikut, seperti yang dilansir dari pajak.go.id.

Jika penyewa adalah Wajib Pajak Bukan Pemotong Pajak, maka mekanismenya adalah pembayaran sendiri.

Artinya pemilik tanah lah yang akan menyetorkan sendiri PPh atas penghasilan yang diperoleh dengan ketentuan:

1. Besarannya 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan bangunan.

2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2 dengan membuat kode billing terlebih dahulu. Setelah itu, melakukan penyetoran paling lambat 15 bulan berikutnya.

3. Jika ingin melakukan pelaporan secara online untuk  PPh Pasal 4 Ayat 2, dapat menggunakan aplikasi E-Spt PPh melalui layanan elektronik DJP.

Sementara jika penyewa masuk dalam kategori Pemotong Pajak seperti badan pemerintah, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri atau orang pribadi yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, maka pembayaran PPh menggunakan mekanisme pemotongan dengan ketentuan:

Pihak penyewa yang akan memotong Pajak Penghasilan, yakni sebesar 10% dari uang sewa yang dia bayarkan paling lambat tanggal 10 dari bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Bagaimana Ketentuan Pajak Sewa Gedung Kantor?

Pajak sewa ruko tidak punya NPWP

Seperti yang telah disebutkan, ketentuan sewa bangunan atau sewa gedung kantor dikenakan dua jenis pajak, yakni PPh pasal 4 ayat 2 dan PPN.

PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong dan disetorkan oleh pihak penyewa tanah dan/atau bangunan yang masuk dalam kategori Pemotong Pajak, dengan memberikan bukti pemotongan PPh ke pemilik tanah dan bangunan.

Sementara PPN dipungut dan disetorkan oleh pihak yang menyewakan (pemilik) tanah dan/atau bangunan, yang wajib menerbitkan faktur PPN atas transaksi ini.

Namun PPN ini dipungut hanya jika pihak yang menyewakan (pemilik) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kalau bukan PKP, maka PPN sudah termasuk di dalam biaya sewa itu sendiri.

Berapa tarif PPh sewa gedung kantor?

Besaran masing-masing PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPN adalah 10%.

Berikut simulasi penghitungannya:

Perusahaan X membayar harga sewa kantor ke PKP sebesar Rp20.000.000 per tahun, maka tarif PPh sewa gedung kantor adalah:

10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000

Lalu perusahaan X sebagai penyewa melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas pemotongan ini dan memberikan bukti potongnya ke pemilik tanah/bangunan.

Sementara pihak PKP sebagai pemilik bangunan/tanah memotong PPN dengan besaran:

10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000

Maka keseluruhan biaya sewa per tahun yang harus dibayarkan oleh penyewa gedung adalah:

Biaya sewa + PPN – PPh Pasal 4 ayat (2)

Rp20.000.000 + Rp2.000.000 – Rp2.000.000 = Rp20.000.000

Penyewa nantinya akan menerima bukti pembayaran sewa tanah dan/atau bangunan serta faktur PPN dari pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan.

Itulah informasi PPh sewa gedung kantor yang bisa diketahui. Semoga informasi di atas dapat bermanfaat, ya!

Anda bisa menemukan berbagai pilihan gedung kantor yang dijual maupun disewa secara lengkap hanya di Rumah223. Selain itu tentu ada pilihan lainnya seperti perumahan baru, hingga ruko, tanah dan sebagainya.

Author:

Rachmi Arin Timomor

Berapa tarif PPh Jika tidak memiliki NPWP?

Berdasarkan pada Pasal 20 ayat (1) PER-16/PJ/2016, untuk penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang sudah ber-NPWP.

Tidak punya NPWP apa kena pajak?

Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 dan Peraturan Dirjen Pajak No PER-16/PJ/2016, wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif pajak lebih besar 20% dari wajib pajak yang memiliki NPWP.

Sewa ruko apakah kena pajak?

Pada dasarnya, pajak sewa ruko mencakup dua aspek perpajakan, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPn Pasal 4 ayat (1). Sesuai dengan PPh pasal 4 ayat (2), berarti: Perusahaan yang membayarkan biaya sewa tanah dan bangunan wajib memotong dan menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan besaran 10% x seluruh biaya sewa.

Pajak sewa ruko pasal berapa?

Pajak sewa ruko adalah pajak penghasilan yang termasuk dalam PPh pasal 4 ayat 2. Lebih jauhnya, pajak sewa ruko juga bisa mencakup dua aspek perpajakan, yaitu PPN Pasal 4 ayat (1) atau PPh Pasal 4 ayat (2).