Mengapa tari rapai digolongkan sebagai tari kreasi baru jelaskan

Rapai atau Rapa’i Geleng adalah kesenian tradisional yang berasal dari Desa Seuneulop, Kecamatan Manggeng, Kabupaten Aceh Barat Daya. Tarian ini diperkirakan sudah berkembang sejak tahun 1965, namun baru marak di tahun 1980-an dan dikenal secara luas setelah dipertunjukkan dalam Pekan Kebudayaan Aceh tahun 2004. Tidak diketahui secara jelas siapa penciptanya. Nama tarian ini berasal dari kata asyek yang dalam bahasa suku Aneuk Jamee di daerah pesisir Aceh Barat dan Aceh Selatan artinya “geleng”. Gerakan menggelengkan kepala itu sendiri biasanya terjadi saat berdzikir selepas sholat, atau secara bersama-sama mendekatkan diri pada Allah yang dalam bahasa Aceh disebut rateb. Tarian ini menggunakan alat musik tabuh Rapa’i, yaitu alat musik perkusi sejenis rebana yang berkembang seiring dakwah Islam di wilayah pesisir Aceh.

Rapa’i Geleng berawal dari kegiatan Dalail Qairat, yaitu pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Nabi Muhammad Sallallahu‘alaihi Wassalam, dengan membacakan puji-pujian serta shalawat. Dalail Qairat dilakukan pada malam hari sesudah shalat Isya di tempat pengajian dengan duduk bersila, melingkar, maupun berbanjar. Kegiatan ini biasa dilakukan para santri untuk mengisi kekosongan waktu dan menghindari kejenuhan dalam belajar agama. Seiring waktu kegiatan ini berkembang menjadi Rateb Geleng, yang terdiri dari Dalail Qairat dan Rateb Geleng sebagai penutup. Saat itu gerak tubuh pada rateb geleng menggunakan tepukan tangan, yang dalam perkembangannya diganti dengan tabuhan rapa’i. Namanya pun berubah menjadi Rapa’i Geleng yang kemudian lebih mengutamakan unsur seni meski fungsinya sebagai sarana dakwah tidak berubah.

Tari Rapa’i Geleng dibawakan oleh 8-12 orang penari laki-laki, dan Ceh atau Syekh yang bertugas menyanyikan syair sepanjang pertunjukan berlangsung. Syair yang dibawakan mengandung pesan-pesan dan nasehat agama terkait perilaku manusia, yaitu baik dan buruk. Awal syair ditandai dengan salam, puji-pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan shalawat kepada Nabi Muhammad Sallallaahu’alaihi Wasallam. Tari Rapa’i Geleng biasanya dimainkan pada upacara adat, hari-hari besar agama Islam, maupun festival budaya yang diselenggarakan oleh daerah maupun provinsi.

Struktur pertunjukan tari Rapa’i Geleng terdiri dari seulaweut (shalawat), saleum, pukulan kosong, kisah, dan lanie (penutup). Seulaweut (shalawat) mengajak para penonton untuk selalu mengingat Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi Wasallam serta mencintai beliau dengan cara bershalawat. Saleum (salam) merupakan adab sebagai bentuk penghargaan kepada penonton dari semua kalangan baik tua maupun muda. Kisah berfungsi untuk menyampaikan informasi atau nasehat tentang agama, politik, dan lain-lain, yang didalamnya terkandung makna sebagai acuan pembentukan akhlak yang baik. Lanie mengajarkan untuk rendah hati dengan menghaturkan maaf pada seluruh penonton. Pola lantai yang membentuk shaf merupakan bentuk dari barisan shalat berjama’ah, dimana dalam melaksanakan shalat seorang muslim harus mengerjakannya dengan khusyu’. Begitu juga dengan Rapa’i Geleng yang membutuhkan konsentrasi tinggi, karena jika tidak akan terjadi kesalahan gerak atau lantunan syair yang bisa mengganggu penampilan secara keseluruhan.

Gerakan tari Rapa’i Geleng diikuti tabuhan rapa'i yang awalnya berirama satu-satu, lambat, lama, tetapi kemudian berubah cepat diiringi dengan gerak tubuh meliuk ke kiri dan ke kanan dalam posisi duduk bersimpuh. Gerakan yang cepat pun kian lama kian bertambah cepat dan menjadi sangat cepat lalu tiba-tiba berhenti. Ritme gerakan pada tarian ini menggambarkan karakteristik masyarakat Aceh, berupa pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan agama, politik, sosial, dan budaya mereka.

  1. Gerakan lambat menjelaskan bahwa semua tindakan harus melalui proses pemikiran yang matang, kesamaan pandangan, dan kesadaran terhadap dampak yang mungkin timbul dari pengambilan keputusan. Pemberian maaf dan permakluman terhadap sebuah kesalahan harus diberikan kepada siapa saja. Syair yang mengiringi biasanya menganalogikannya dengan perumpamaan-perumpamaan tertentu.
  2. Gerakan cepat dimulai sesaat gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Ritme gerakan cepat mengandung sikap ketika perbuatan jahat, yang dimaknai sebagai ketidakberuntungan nasib, kembali dilakukan oleh orang atau kelompok yang sama. Sikap yang dimaksud bisa dalam bentuk apapun, namun  masih sebatas protes keras.
  3. Gerakan beritme cepat tidak berlangsung lama karena segera berganti menjadi sangat cepat, yang mengisyaratkan chaos menjadi pilihan dalam pola perlawanan tingkat ketiga. Sebuah perlawanan disaat protes keras tidak dipedulikan. Nuansa gemuruh dari tetabuhan rapa’i yang sangat cepat seolah bunyi genderang perang yang menghentak, menghantam seluruh nadi, membungkus syair menjadi pesan yang mewajibkan perlawanan dalam bentuk apapun ketika harkat dan martabat bangsa terinjak-injak.
  4. Gerakan diam menghentikan seluruh gerak tari dan lantunan syair, yang melambangkan ketegasan dan tertutupnya proses interaksi.

Para penari mengenakan busana khas Aceh dengan ikat kepala dan sarung songket di pinggang, serta masing-masing membawa rapa’i sebagai properti. Pelantun syair atau ceh/syekh mengenakan busana yang berbeda tetapi dengan pakem yang sama, tetapi biasanya mengenakan tutup kepala khas Aceh. Riasan hanya berupa celak mata yang memang disunnahkan.

Tari tradisional sambut Tahun Baru di Bali. ©AFP PHOTO

JATIM | 17 September 2020 15:00 Reporter : Rakha Fahreza Widyananda

Merdeka.com - Indonesia memang sudah terkenal sebagai Negara adidaya yang memiliki banyak ragam dari suku, bahasa, budaya, adat, hingga ke tarian daerahnya. Hingga seiring berjalannya waktu, tarian daerah pun mulai mengalami perkembangan yang mana menjadi suatu inovasi tersendiri bagi para pelaku seni, khususnya para penari.

Hal ini membuat Indonesia semakin kaya akan nilai budayanya. Dengan adanya keanekaragaman budaya dan tarian daerah, maka tari-tarian daerah pun mengalami perkembangan dan berbagai macam variasi.

Hal ini dibuktikan dengan adanya tari kreasi yang mana tarian kreasi adalah tarian daerah yang diinovasi atau dikembangkan mengikuti zaman yang sedang terjadi. Tari kreasi di setiap daerah pun beragam-ragam hingga diklasifikasikan berdasarkan klasifikasinya.

Tari kreasi ini pun dibedakan dari tari kreasi baru, tari kreasi tunggal dan tari kreasi berpasangan. Agar Anda lebih mengetahui apa saja macam tari kreasi yang telah berkembang sekarang ini, berikut telah kami rangkum untuk Anda jenis-jenis tari kreasi yang telah berkembang di dalam masyarakat Indonesia yang dilansir dari Ilmuseni.com.

2 dari 4 halaman

©2020 Merdeka.com/bojonegorokab.go.id

Jenis tari kreasi dapat dikategorikan menjadi tari kreasi baru. Tari kreasi baru merupakan tari klasik yang mana mengalami perkembangan dan penambahan dari aransemennya karena mengikuti perkembangan zaman.

Walaupun tari klasik ini mengalami perkembangan, namun tidak menghilangkan nilai-nilai yang dikandungnya. Karena tari kreasi baru ini telah dikembangkan oleh ahlinya, sehingga berusaha untuk membuang nilai-nilai budaya di dalamnya.

Salah satunya adalah Bagong Kusudiarjo yang mencoba untuk mengembangkan tari kreasi baru ini. Berikut beberapa jenis dari tari kreasi baru :

1. Tari Nguri

Tari Nguri adalah tari daerah asal kerajaan Sumbawa yang fungsinya sebagai pelipur lara alias tarian untuk hiburan. Awal mula kenapa tarian ini sebagai tarian hiburan, karena pada saat itu, Raja Sumbawa sedang mengalami duka. Sehingga sang raja pun memerintahkan untuk mempertunjukan tarian ini yang dipentaskan oleh beberapa wanita untuk menghibur sang raja.

2. Tari Merak

Selanjutnya, contoh dari tari kreasi baru yang berikutnya adalah Tari Merak yang berasal dari Jawa Barat. Seperti namanya, bahwa Tari Merak ini memunculkan keindahan dari burung Merak dengan membentuk gerak tubuh penari menyerupai burung merak.

3. Tari Kuntulan

Tari Kuntulan ini muncul di awal abad 20 dan hal tersebut menjadi alasan mengapa tarian ini merupakan contoh tari kreasi baru, karena muncul di peradaban modern. Tari Kuntulan ini berasal dari Pemalang, Jawa Tengah yang memiliki ciri khas gerakan serupa dengan pencak silat.

3 dari 4 halaman

©AFP PHOTO

Tari kreasi adalah tarian yang telah mengalami perkembangan zaman dan termasuk juga jenis tari kreasi tunggal. Seperti namanya bahwa tari kreasi tunggal ini diperankan atau dipertunjukan oleh satu orang saja.

Jadi, biasanya tarian ini hanya diberikan khusus dan ditampilkan oleh penari yang benar-benar sudah professional untuk mementaskannya. Berikut beberapa contoh dari tari kreasi tunggal:

1. Tari Gambir Anom

Contoh tari kreasi tunggal yang pertama adalah Tari Gambir Anom yang merupakan tarian berasal dari Jawa Tengah sejak zaman Mataram Islam. Tarian ini mengisahkan tentang anak Arjuna yang sedang dirundung asmara.

2. Tari Legong

Contoh kreasi tunggal selanjutnya adalah Tari Legong yang merupakan tarian yang dilakukan oleh para penari perempuan di Bali. Tentunya, tarian ini bernuansa bali dengan pakaian mereka yang merupakan khas dari pulau Bali dengan warna cerah kuning keemasan dan hiasan di kepala selayaknya batari atau dewi di Bali. Anda akan terkesima melihat kecantikan mereka.

3. Tari Gambyong

Tari Gambyong merupakan tarian khas Surakarta, Jawa Tengah yang diciptakan oleh S. Maridi. Dulu, Tari Gambyong merupakan tari kreasi tunggal karena dimainkan seorang penari saja. Namun seiring perkembangan zaman, Tari Gambyong ini mulai dimainkan secara berkelompok.

4 dari 4 halaman

©2020 Merdeka.com/liputan6.com

Tari kreasi adalah sebuah gerakan tari yang telah mengalami perkembangan zaman dan salah satu jenisnya adalah tari kreasi berpasangan.  Sudah jelas jika tari kreasi berpasangan ini dilakukan dan dimainkan oleh sepasang pria dan perempuan atau dua orang.

Tari berpasangan ini lebih sulit dilakukan karena harus saling selaras dan harmonis sebagai pertunjukan panggung. Berikut beberapa jenis dari tari kreasi berpasangan:

1. Tari Serampang Dua Belas

Jenis Tari kreasi berpasangan yang pertama adalah Tari Serampang Dua Belas yang berasal dari Melayu Deli yaitu provinsi Sumatera Utara. Tari Serampang Dua Belas ini menceritakan tentang sepasang kekasih yang menjalin cinta dalam menemukan jodohnya.

2. Tari Legong

Tari Legong merupakan tari kreasi berpasangan yang berasal dari Bali. Jadi, bukan hanya Tari Kecak dan Pendet saja yang terkenal di Bali, bahwa Tari Legong ini pun juga sangat terkenal di pulau Bali. Namun, Tari Legong ini dimainkan oleh sepasang dari dua perempuan. Jadi bukan pria perempuan, melainkan dua perempuan dalam tarian tersebut.

3. Tari Janger

Tari Janger merupakan contoh tari kreasi baru berpasangan yang lain, yang mana Tari Janger ini juga berasal dari pulau Bali. Walaupun Tari Janger ini dimainkan oleh 10 orang, namun mereka tetap berpasang-pasangan dalam melakukan gerakan. Maka dari itu, bahwa Tari Jenger ini termasuk contoh tari kreasi berpasangan.

(mdk/raf)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA