tirto.id - Tjokroaminoto adalah pahlawan nasional sekaligus pemimpin abadi Sarekat Islam (SI). Memiliki nama lengkap Hadji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto, dia memimpin SI sejak 1914 hingga wafat pada 17 Desember 1934. Di bawah kendalinya, SI sempat menjadi salah satu organisasi massa terbesar dalam sejarah pergerakan nasional.
Tjokroaminoto juga merupakan guru bagi tokoh-tokoh yang kelak sangat berpengaruh, seperti Sukarno, Semaoen, Musso, hingga Maridjan Kartosoewirjo. Maka, tidak berlebihan jika Tjokroaminoto boleh disebut sebagai bapaknya bapak bangsa Indonesia. Berikut ini jejak langkah Tjokroaminoto.
______________________________
1882
Darah Biru
Lahir di Bakur, Madiun, Jawa Timur, tanggal 16 Agustus 1882. Ayahnya, R.M. Tjokroamiseno, adalah seorang wedana atau asisten bupati. Sedangkan sang kakek, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah menjadi Bupati Ponorogo.
Baca juga:
- Tjokroaminoto: Ratu Adil, Mesias, dan Titisan Dewa Wisnu
1902
Calon PNS
Lulus dari Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. OSVIA adalah sekolah bagi calon abdi negara pemerintah kolonial Hindia Belanda. Tamat dari OSVIA, Tjokroaminoto sempat bekerja di kesatuan pegawai administratif di Ngawi.
______________________________
1912
Dari SDI ke SI
Atas saran Tjokroaminoto, Haji Samanhoedi mengubah nama Sarekat Dagang Islam (SDI) menjadi Sarekat Islam (SI). Tjokroaminoto sendiri adalah anggota SI Surabaya yang kemudian menjadi ketua cabang.
Baca juga:
- Rekso Roemekso, Ormas Keamanan Menjelma Sarekat Islam
1913
Wakil Ketua CSI
Dalam Kongres SI pertama pada 25 Maret 1913 di Surakarta, Tjokroaminoto ditunjuk menjadi wakil Ketua CSI (Centraal Sarekat Islam) mendampingi Hadji Samanhoedi sebagai Ketua CSI yang berpusat di Solo.
______________________________
1914
Menggusur Samanhoedi
Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua CSI dalam kongres kedua pada 19-20 April 1914 di Yogyakarta menggusur Samanhoedi. Kantor pusat SI pun dipindahkan dari Surakarta ke Surabaya. Di tahun pertama kepemimpinan Tjokroaminoto, anggota resmi SI tercatat mencapai 400.000 orang.
Baca juga:
- Taktik Tjokroaminoto Menggulingkan Petahana
1918
Aksi Bela Islam
Awal Februari 1918, Tjokroaminoto memimpin Tentara Kandjeng Nabi Mohammad (TKNM) di Surabaya dan menggerakkan aksi bela Islam sebagai respons atas tulisan di majalah Djawi Hiswara yang dianggap menghina Nabi Muhammad. Tahun itu, massa SI berjumlah 450 ribu orang. Pada 1919, sebagai dampak aksi tersebut, anggota SI membengkak menjadi 2,5 juta orang.
Baca juga:
- Saat Penistaan Agama Lahirkan Tentara Kandjeng Nabi Muhammad
1923
Partai Sarekat Islam
Setelah berhasil mendepak anggota SI yang terindikasi berafiliasi dengan paham kiri, Tjokroaminoto mengubah nama SI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) yang jelas-jelas berhaluan politik.
Baca juga:
- H.O.S. Tjokroaminoto Memadukan Islam dan Sosialisme
1929
Partai Sarekat Islam Indonesia
Dalam kongres yang digelar pada Januari 1929, diputuskan bahwa PSI berganti nama lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Tjokroaminoto kembali terpilih sebagai ketua umum untuk kesekian kalinya.
Baca juga:
- Orang PKI Menuding Tjokroaminoto Korupsi
1934
Tjokroaminoto Wafat
Tanggal 17 Desember 1934, Tjokroaminoto meninggal dunia. Setelah itu, PSII terpecah-belah dengan hengkangnya beberapa tokoh penting, termasuk Haji Agus Salim setelah berselisih dengan adik Tjokroaminoto, Abikoesno Tjokrosoejoso.
Baca juga:
- Pecat-Memecat ala Sarekat Islam
1961
Pahlawan Nasional
Tjokroaminoto memang tidak sempat menikmati alam kemerdekaan. Namun, pengaruh dan sumbangsihnya bagi gagasan bangsa Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri sangat besar. Presiden Sukarno atas nama pemerintah RI menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai pahlawan nasional pada 1961.
Baca juga:
- Proklamasi Kemerdekaan RI Bermula dari Nyali H.O.S. Tjokroaminoto
Baca juga
artikel terkait
SEJARAH INDONESIA
atau
tulisan menarik lainnya
Iswara N Raditya
(tirto.id - isw/agu)
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Jakarta -
Sarekat Dagang Islam atau SDI berdiri pada tahun 1911. Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah untuk melindungi pedagang muslim, khususnya pedagang batik, dari kebijakan Belanda yang mengutamakan keuntungannya sendiri.
Siapakah pendiri Sarekat Dagang Islam?
Mengutip dari buku Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia karya Suryadi Pratama, Kyai Haji Samanhudi merupakan tokoh pendiri Sarekat Dagang Islam. Samanhudi dengan nama kecil Sudarno Nadi ini dilahirkan di Surakarta pada tahun 1868.
Samanhudi kecil ternyata memiliki latar belakang yang menarik. Kisahnya ini pula yang menjadi landasan baginya untuk membentuk organisasi SDI.
Diketahui, ternyata pendidikan Samanhudi hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Bahkan, buku Nama & Kisah Pahlawan Indonesia dari masa VOC, Belanda, Jepang, hingga masa Pembangunan menyebut, ia tidak sampai tamat menempuh pendidikan dasarnya.
"Pendidikan Samanhudi hanya sampai sekolah dasar, itu pun tidak tamat," tulis Angga Priatna dan Aditya Fauzan Hakim dalam buku Nama & Kisah Pahlawan Indonesia dari masa VOC, Belanda, Jepang, hingga masa Pembangunan tersebut.
Meskipun demikian, sang pendiri Sarekat Dagang Islam ini tidak lantas berhenti dalam mencari ilmu. Setelah berpindah dari kota kelahirannya Surakarta lalu ke kota Surabaya, Samanhudi pergi mendalami ilmu agama Islam di sana.
Selain itu, ia juga mulai terjun dalam kegiatan berdagang batik yang digeluti oleh ayahnya Haji Muhammad Zen. Belajar sambil bekerja inilah yang menjadi kegiatan sehari-hari Samanhudi sejak ia berhenti mengenyam pendidikan formal di tingkat SD.
Seakan berhasil menemukan minat dan bakatnya, ternyata karier berdagang batiknya semakin berkembang pesat. Pergaulannya dengan para pedagang batik juga sangat luas. Samanhudi pun kemudian mengembangkan sendiri usahanya dan semakin di kenal dalam dunia perdagangan batik.
Lama bergelut dalam dunia bisnis batik membuat Samanhudi menyadari suatu fakta. Ia merasa bahwa pedagang-pedagang Islam di Hindia Belanda masih mendapat diskriminasi dari pemerintah dibandingkan pedagang dari Tionghoa pada tahun 1905.
Oleh sebab itu, Samanhudi merasa pedagang pribumi harus memiliki organisasi sendiri untuk membela kepentingan rakyatnya. Mulanya, ia membentuk kelompok Rekso Roemekso yakni kelompok ronda untuk melindungi para pedagang batik dari ancaman perampok.
Kemudian pada tahun 1911, Samanhudi mengubah Rekso Roemokso menjadi Sarekat Dagang Islam di Surakarta bersama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan R.M Tirto Adhi Suryo. Ia pun ditunjuk menjadi ketua dari organisasi yang beranggotakan para pedagang tersebut.
Samanhudi menjabat sebagai ketua organisasi Sarekat Dagang Islam pada tanggal 10 September 1912-1914. Di sela-sela kepemimpinannya, atas saran Tjokroaminoto, SDI berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912.
Kepemimpinan Samanhudi tidak berlangsung lama, apalagi kesehatannya mulai terganggu yang membuatnya tidak dapat aktif lagi dalam organisasi tersebut. Hingga Tjokroaminoto yang semula hanya seorang komisaris, kemudian diangkat menjadi ketua menggantikan Samanhudi.
Setelah SI di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto, SI semakin berkembang menjadi organisasi massa terbesar di Hindia Belanda. Bahkan SI atau dulu disebut Sarekat Dagang Islam mulai menyatakan diri sebagai organisasi politik yang akan membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan pada tahun 1917.
Simak Video "Batik Blitar Bikin Gempar"
(rah/row)