Tugas/4• Copass?? hapus + warna• Ngasal?? hapus + warna• lengkap?? >BA< berikan 5 contoh paradigma fakta sosial5 contoh paradigma definisi sosial dan 5 contoh perilaku sosial jawab dong yang tau pengaruh sosial pada kesehatan dan perilaku kesehatan tuliskan lah 10 pertanyaan tentang keunikan mencari teman? Mengapa sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial? jelaskan derasnya arus informasi komunikasi yang memperkuat daya saing jelaskan Perubahan cepat disegala bidang yang melingkupi wilayah sangat luas menurut Aritoteles manusia adalah zoon politicon, keberkaitan zoon politicon dengan manusia sebagai makhluk sosial adalah :a. manusia tidak dapat hidu … apa saja faktor terbentuknya kampanye https:/sosiologi/biografi-joko widodo presiden Republik Indonesia ketujuh/analisislah berdasarkan pembentukan Identitas Sosial! sebutkan 3 contoh kegiatan diakonia transformatif! Tuliskan 3 contoh dimensi sosial dan 3 contoh dimensi kultural dalam seks!ATURAN/RULES :1.DILARANG BICARA ANEH-ANEH2.HARUS MENGERTI SOAL YANG DIKASIH3 … Ahmad dan Amir adalah siswa SMA. Mereka membentuk kelompok dan membagi pekerjaan secara merata untuk menyelesaikan tugas sosiologi, sehingga pada hari … sebutkan 4 bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia! Salah contoh perubahan yang membawa pengaruh sangat besar pada masyrakat adalah ...... Apa saja faktor internal dan eksternal terjadinya westernisasi?. Contoh penerapan fungsi sosialisasidalam keluarga yang tepat adalah. Pokok sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang menguraikan sejumlah karakteristik di kemukakan oleh. Cara mengatasi sikap masyarakat tradisional supaya lebih maju. Mengapa kita tidak menjadi pelajar yang lebih baik, padahal kita memeliki 200milyar sel otak?. ddu-du ddu-du~ dari bunuh diri sampai agama; karya-karya Durkheim menantang kita untuk terus mempertanyakan hal-hal yang kerap dianggap tabu untuk dipertanyakan. Durkheim lahir pada tahun 1858 di Epinal, Perancis. Keluarga Durkheim merupakan bagian dari komunitas Yahudi tradisional dengan latar belakang keagamaan yang kuat. Ayah Durkheim adalah seorang Rabi yang memimpin kegiatan keagamaan, sekaligus komunitas Yahudi di kota tersebut. Maka, tidak heran jika keluarga Durkheim berharap agar Ia kelak dapat mengikuti jejak sang ayah dan menjadi Rabi. Namun, harapan keluarga Dukheim kandas ketika Durkheim muda memilih untuk keluar dari Sekolah Rabi, dan mengenyam pendidikan di sekolah umum[1]. Pilihan Durkheim untuk mengenyam pendidikan sekuler inilah yang menjadi titik balik kehidupan Durkheim, sekaligus mengawali perjalanannya sebagai seorang akademisi. Pemikiran Emile Durkheim (1858–1917) Dalam The Rules, Durkheim mencetuskan sebuah konsep yang diberi nama fakta sosial. Fakta sosial didefinisikan sebagai cara bertindak, berpikir, atau berperasaan yang berada di luar individu; namun memiliki kekuatan untuk memaksa individu tersebut. Bagi Durkheim, fakta sosial merupakan pokok bahasan utama sosiologi yang membedakan sosiologi dengan disiplin ilmu lain[3]. Tiga karya Durkheim lainnya membahas topik yang cukup beragam, mulai dari pembagian kerja, bunuh diri, hingga agama. The Division of Labor in Society (1893) Durkheim menyatakan bahwa solidaritas mekanik identik dengan masyarakat tradisional, sedangkan solidaritas organik identik dengan masyarakat modern[4]. Dalam solidaritas mekanik, masyarakat diikat oleh sebuah konsep bernama kesadaran kolektif, atau “seluruh kepercayaan dan perasaan bersama yang dianggap umum dalam sebuah masyarakat”. Kejahatan, dalam solidaritas mekanik, didefinisikan sebagai tindakan yang mencederai kesadaran kolektif tersebut — atau dengan kata lain, mencederai seluruh masyarakat. Sanksi bagi pelaku tindak kriminal dalam solidaritas mekanik bersifat represif. Artinya, sanksi yang dijatuhkan bertujuan untuk membalas, merugikan, atau membuat pelaku menderita[5]; seperti hukuman mati. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang diikat oleh “kesamaan” dalam bentuk kesadaran kolektif, solidaritas organik justru diikat oleh “perbedaan” dalam bentuk pembagian kerja. Dalam solidaritas organik, setiap orang memiliki tugas yang spesifik, dan saling bergantung antara satu dengan lainnya. Sanksi yang diberikan bagi pelaku tindak kriminal dalam solidaritas organik bersifat restitutif. Artinya, sanksi yang dijatuhkan bertujuan untuk mengembalikan kondisi masyarakat yang terganggu akibat tindak kriminal tersebut seperti semula[6]; contohnya dengan membayar ganti rugi. Dalam solidaritas organik, masyarakat tidak diikat oleh kesadaran kolektif, oleh karena itu, tindak kriminal tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang mencederai seluruh masyarakat, sehingga sanksi yang bersifat represif tidak lagi dibutuhkan[7]. Suicide (1897) Durkheim kemudian menyimpulkan bahwa rendahnya solidaritas di antara pemeluk agama Kristen Protestan, yang cenderung lebih individualis dan kritis, merupakan penyebab utama tingginya angka bunuh diri di wilayah tersebut[8]. Durkheim menggunakan istilah “egoistik” untuk menyebut bunuh diri yang terjadi akibat rendahnya tingkat solidaritas di masyarakat[9]. Sebagai contoh, seorang laki-laki yang memilih untuk mengakhiri hidupnya setelah ditinggal oleh kekasihnya dapat dikatakan telah melakukan bunuh diri egoistik. Lebih lanjut, Durkheim menyadari bahwa tingginya tingkat solidaritas di masyarakat juga dapat memicu seseorang untuk melakukan bunuh diri. Durkheim menyebut bunuh diri yang terjadi akibat tingginya tingkat solidaritas di masyarakat sebagai bunuh diri “altruistik”[10]. Bom bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok radikal keagamaan dapat dikategorikan sebagai bunuh diri altruistik. Selain faktor solidaritas, Durkheim menemukan bahwa ketatnya regulasi yang berlaku juga turut memengaruhi angka bunuh diri di sebuah wilayah[11]. Sebagai contoh, ketatnya aturan di penjara dapat memicu narapidana untuk melakukan bunuh diri. Durkheim menyebut bunuh diri yang terjadi akibat ketatnya regulasi yang berlaku sebagai bunuh diri “fatalistik”[12]. Sebaliknya, longgarnya regulasi juga dapat memicu seseorang untuk melakukan bunuh diri. Durkheim menyebut bunuh diri yang terjadi akibat longgarnya regulasi yang berlaku sebagai bunuh diri “anomik”[13]. Contoh dari bunuh diri anomik adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang yang bingung dan tidak memiliki tujuan hidup. The Elementary Form of the Religious Life (1912) Berangkat dari definisi tersebut, Durkheim menyatakan bahwa totemisme, atau pemujaan terhadap hewan dan tumbuhan, merupakan bentuk agama yang paling primitif yang dikenal oleh manusia[15]. Durkheim berargumen bahwa gagasan mengenai hal-hal yang sifatnya sacred dan profane pasti diawali dari sesuatu yang wujudnya benar-benar empiris — nyata — bagi masyarakat tradisional, yaitu hewan dan tumbuhan, bukan fenomena alam (naturisme) maupun roh leluhur (animisme)[16]. Menurut Durkheim, suku-suku dengan sistem kepercayaan totemisme memiliki ikatan persaudaraan yang unik. Alih-alih diikat oleh hubungan darah, mereka justru diikat oleh kesamaan nama atau “totem”. Totem ini sendiri umumnya mengambil bentuk dari spesies binatang, atau tumbuhan tertentu. Totem-totem ini diukir, ditulis, dan bahkan digambar di bagian tubuh para penganut totemisme. Menurut Durkheim, tindakan mengukir, menulis, dan menggambar totem-totem tersebut merupakan upaya untuk mengubah sesuatu yang sifatnya profane (kayu, batu, dan anggota tubuh) menjadi sacred — mengubah sesuatu yang tidak suci menjadi suci[17]. Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa alih-alih menyimbolkan Tuhan, atau keberadaan lain yang sifatnya supernatural, totem merupakan simbol dari suku, atau klan yang bersangkutan. Berangkat dari argumen tersebut, Durkheim menyatakan bahwa “God is nothing more than society apostheosized[18],” atau dengan kata lain, Tuhan adalah masyarakat. Untuk mendukung argumennya, Durkheim menyatakan bahwa Tuhan dan masyarakat memiliki empat kesamaan utama yaitu: 1) Keduanya merupakan keberadaan yang lebih besar daripada individu; 2) Keduanya ditakuti oleh individu; 3) Keduanya tidak dapat hadir tanpa adanya kesadaran individual; dan 4) Keduanya menuntut individu untuk mengorbankan sesuatu secara berkala[19]. Setelah Durkheim wafat, pemikirannya terus dikembangkan oleh murid-muridnya seperti Marcel Maus, yang mengkaji fenomena pemberian hadiah, dan Bougle, yang mengkaji sistem kasta. Tulisan-tulisan Durkheim sendiri berhasil dikenal hingga Amerika Serikat, dan menjadi salah satu sumber rujukan yang berpengaruh berkat sosiolog sepeti Talcott Parsons dan Robert Merton, yang menggunakan kerangka berpikir Durkheim dalam menyusun karya-karyanya. Di era modern, pemikiran Durkheim turut mempengaruhi karya-karya sosiolog kontemporer seperti Michel Foucault, Clifford Geertz, Peter Berger, dan masih banyak lagi. Catatan kaki Artikel ini dapat ditulis dan diterbitkan berkat bantuan dari kinibisa.com! Platform digital dengan misi mewujudkan generasi kompeten untuk Indonesia, di era digital. Akses portal kinibisa.com untuk mengetahui berbagai informasi menarik terkait insitusi pendidikan, beasiswa, profesi, dan masih banyak lagi! |