Menentukan awal dan akhir bulan dengan cara

KOMPAS.com - Ramadhan 1443 Hijriah tinggal sebentar lagi. Lantas, kapan awal puasa Ramadhan 2022 M?

Seperti diketahui, Indonesia menggunakan metode Hisab dan Rukyat dalam menentukan awal bulan pada Kalender Hijriyah.

Dua metode tersebut digunakan oleh umat Islam karena berbasiskan pada peredaran bulan. Sehingga, penentuannya dilandaskan pada penampakan hilal atau bulan sabit muda.

Lantas, apa itu Hisab dan Rukyat?

 Baca juga: Kapan Ramadhan 2022 dan Bagaimana Cara Menentukan Awal Puasa?

Hisab

Dikutip dari Kompas.com, Hisab dapat diartikan dengan penghitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.

Ada beberapa rujukan atau kitab yang digunakan untuk metode hisab di Indonesia.

Metode hisab juga ada yang menggunakan metode kontemporer.

Caranya, yakni menggunakan rumus-rumus yang ada pada kitab tersebut, seperti bagaimana cara untuk menghitung awal bulan dengan data astronomis yang ada.

Baca juga: Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2022 M, Lengkap Seluruh Daerah di Indonesia

Rukyat

Rukyat adalah aktivitas pengamatan visibilitas hilal (bulan sabit) saat Matahari terbenam menjelang awal bulan di Kalender Hijriah.

Umumnya, metode Rukyat digunakan guna menentukan awal bulan Zulhijah, Ramadhan, dan Syawal.

Dalam melakukan pemantauan, Kemenag bekerja sama dengan organisasi masyarakat Islam, pakar BMKG, pakar Lapan, dan pondok pesantren yang telah melakukan penghitungan di wilayahnya.

Penghitungan tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya "salah lihat".

Sebab, jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya.

Hilal bisa dilihat dengan ketinggian minimal 2 derajat, elongasi (jarak sudut matahari-bulan) 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak.

Baca juga: Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2022 Seluruh Daerah Indonesia

Kapan Ramadhan 2022?

1. Muhammadiyah

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (12/2/2022), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan awal puasa Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu, 2 April 2022.

Hal itu tercantum pada Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 H yang ditandatangani Prof Haedar Nashir selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Agung Danarto selaku Sekretaris.

Selain itu, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1443 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Senin Pon, 2 Mei 2022.

Sedangkan, 1 Zulhijah 1443 H jatuh pada Kamis Pahing, 30 Juni 2022 M, sehingga warga Muhammadiyah merayakan Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijah) pada Sabtu Legi, 9 Juli 2022 M.

2. NU dan Kemenag

Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) menentukan awal ibadah puasa melalui pelaksanaan rukyatul hilal yang dilakukan di sejumlah titik di seluruh Indonesia.

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar NU (LF PBNU) yang akan melakukan perhitungan terhadap hilal Ramadhan 1443 H nanti.

Kemudian, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menentukan awal Ramadhan dengan pengamatan hilal di seluruh wilayah Indonesia.

Sidang isbat pun akan diselenggarakan terbagi menjadi tiga tahap, yakni:

  1. Pemaparan posisi hilal awal Ramadhan 1443 H oleh anggota Rim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag.
  2. Sidang isbat awal Ramadhan yang akan digelar setelah Salat Maghrib
  3. Konferensi pers hasil sidang isbat oleh Menteri Agama.

Sidang isbat (penetapan) awal Ramadan 1443 H dijadwalkan pada Jumat tanggal 1 April 2022 yang bertepatan dengan 29 Sya'ban 1443 H.

“Karena masih pandemi, sidang akan kembali digelar secara hybrid, dalam arti gabungan antara daring dan luring dengan menerapkan protokol kesehatan," ujar Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin di Jakarta, Senin (14/3/2022).

Kamaruddin menjelaskan, secara luring sidang isbat akan digelar di Auditorium HM. Rasjidi Kemenag, Jalan MH. Thamrin, Jakarta.

(Sumber: Kompas.com/Retia Kartika Dewi | Editor: Rendika Ferri Kurniawan)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menentukan awal puasa Ramadhan melalui keputusan sidang isbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. 

Sidang isbat dijadwalkan digelar pada hari ini, Senin (12/4/2021), mulai pukul 16.45 WIB.

Sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004, penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah adalah dengan mekanisme sidang isbat. 

Sejak 1972, Kemenag telah membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) yang bertugas melakukan hisab dan rukyatul hilal untuk menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah.

Baca juga: Kapan Mulai Puasa 2021? Ikuti Sidang Isbat Penentuan 1 Ramadhan Mulai Sore Nanti

Dalam sidang isbat, hasil kajian BHR menjadi pertimbangan dalam penetapan tanggal awal dan akhir pada bulan-bulan tersebut.

Penentuan awal bulan pada kalender Hijriah ditetapkan berdasarkan penampakan hilal atau bulan sabit muda.

Untuk mengetahui penampakan hilal, ada dua metode yang digunakan yaitu metode hisab dan metode rukyat.

Saat dihubungi Kompas.com, 15 Maret 2021, Kasubdit Hisab dan Rukyat Bimas Islam Kemenag, Ismail Fahmi, menjelaskan perbedaan kedua metode ini.

Hisab dan rukyat untuk melihat hilal

Hisab merupakan metode menghitung posisi benda langit, khususnya matahari dan bulan. 

Sementara, rukyat adalah observasi benda-benda langit untuk memverifikasi hasil hisab.

Ismail mengatakan, kedua metode tersebut saling menguatkan.

"Bahkan seperti dua sisi mata uang," kata Ismail.

Melalui sidang isbat, Menteri Agama bersama perwakilan ormas Islam, pakar falak/astronomi serta instansi terkait akan mengambil keputusan. Keputusan diambil berdasarkan data hisab dan pelaksanaan rukyatul hilal di seluruh Indonesia.

Dari pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, metode hisab dan rukyat pernah beberapa kali menghasilkan hasil berbeda dalam penentuan tanggal awal dan akhir Ramadhan.

Kemenag berharap agar hasil hisab maupun rukyat tidak berbeda.

"Jika berbeda diharapkan bisa saling menghormati dan menghargai," kata Ismail.

Untuk tahun ini, Kemenag menurunkan sejumlah pemantau hilal di 86 lokasi dari 34 provinsi di Indonesia.

Baca juga: Kapan Mulai Shalat Tarawih? Ini Jadwal Puasa Lengkap Ramadhan 2021 di Seluruh Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Seseorang yang menjalankan puasa di Bulan Ramadhan waktunya sudah ditentukan yaitu pada bulan Ramadhan. Hari yang ada dalam bulan Ramadhan ada yang 29 hari dan ada yang 30 hari.

CARA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN

Hampir setiap tahun kaum muslimin disibukkan dengan masalah “kapan memulai puasa dan kapan berhari raya?”. Para pemimpin dan pengurus ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam disibukkan berijtihad untuk memastikan kapan puasa tahun itu dimulai dan berakhir, sementara masyarakat dibingungkan dengan berbagai keputusan yang dibuat oleh ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam yang terkadang keputusannya berbeda-beda. Bahkan akhir-akhir ini masyarakat sering dikacaukan oleh seruan untuk memulai puasa atau berhari raya dengan berpedoman pada awal puasa dan idul fitri di Saudi Arabia.

Tidak jarang karena perbedaan-perbedaan tersebut, timbul kesalahpahaman dan gesekan-gesekan diantara masyarakat. Masing-masing menganggap benar apa yang diputuskan oleh ormas atau lembaga yang diikutinya dan menganggap salah terhadap yang lain, tanpa mereka tahu apa sebetulnya yang dijadikan patokan sebagai pentuan awal dan akhir puasa oleh masing-masing ormas dan lembaga-lembaga Islam tersebut.

Pada masa Rasulullah, para sahabat dan tabi’in tidak pernah terjadi perbedaan di dalam penetapan awal Ramadhan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah, semua didasarkan atas rukyatul hilal bil fi’li (melihat hilal dengan mata kepala) atau istikmal (menggenapkan bulan Sya’ban dan Ramadhan menjadi 30 hari) apabila rukyat tidak berhasil disebabkan karena cuaca mendung atau faktor lainnya.

Namun setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, pengertian tentang rukyatul hilal mengalami pergeseran. Ada yang memaknainya tetap seperti semula, yaitu rukyat bil fi’li dan ada yang memaknainya dengan rukyat bil’ilmi, yakni melihat hilal dengan ilmu pengetahuan atau hisab.

Dari perbedaan makna rukyatul hilal itulah maka penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal sekarang ini paling tidak ada tiga macam cara, diantaranya adalah :

a. Penetapan dengan hisab melalui pendekatan wujudul hilal

Artinya awal Ramadhan dan awal Syawal ditetapkan berdasarkan perhitungan hisab asalkan posisi hilal berada di atas ufuk berapa pun derajat tingginya, walaupun kurang dari 0,5 derajat, dan walaupun hilal tidak dapat dilihat dengan mata kepala, karena yang penting hilal sudah wujud. Jadi rukyatul hilal bil fi’li tidak perlu dilakukan dalam penetapan awal atau akhir bulan.

b. Penetapan dengan hisab melalui pendekatan imkanur rukyat

Artinya awal Ramadhan dan awal Syawal ditetap-kan berdasarkan perhitungan hisab asalkan posisi hilal berada pada ketinggian yang mungkin dirukyat (imkanur rukyat). Pada umumnya, mereka yang berpendapat seperti ini menetapkan bahwa hilal yang imkan dirukyat minimal berada pada posisi dua derajat. Oleh karena itu, apabila posisi hilal kurang dari dua derajat tidak imkan dirukyat dan tidak bisa ditetapkan sebagai awal Ramadhan dan awal Syawal, sehingga awal ramadhan dan awal Syawal ditetapkan pada hari berikutnya.

c. Penetapan dengan rukyat bil fi’li.

Artinya awal ramadhan dan awal Syawal harus tetap didasarkan pada melihat bulan sabit. Hisab hanya berfungsi sebagai pemandu dalam melakukan rukyat bil fi’li agar rukyat yang dilakukan menjadi efektif. Sekalipun demikian, tidak setiap syahadah atau rukyat bil fi’li bisa diterima. Syahadah atau rukyat bil fi’li yang bisa diterima adalah apabila posisi hilal berada di atas ufuk. Apabila posisi hilal di bawah ufuk, maka harus ditolak.

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwa pendapat pertama dan ke dua dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan menggunakan hisab tanpa melakukan rukyat, sedangkan pendapat ke tiga lebih mengedepankan rukyat bil fi’li, sehingga awal ramadhan dan awal Syawal baru bisa ditetapkan setelah melakukan rukyatul hilal pada malam 30 Sya’ban dan 30 Ramadhan.

Apabila hilal dapat di-rukyat sekalipun kurang dari dua derajat maka awal Ramadhan dan awal Syawal dapat ditetapkan. Dan kalau tidak berhasil dirukyat maka ditetapkan hari berikutnya dengan cara istikmal (menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari).

DALIL YANG DIGUNAKAN OLEH AHLI HISAB DAN AHLI RUKYAT

Golongan yang menggunakan rukyat berpendapat bahwa awal dan akhir Ramadhan harus ditetapkan atas dasar hasil rukyat bil fi’li (melihat hilal dengan mata kepala) sementara golongan yang menggunakan hisab berpendapat bahwa hisablah yang harus digunakan dalam menetapkan awal dan akhir ramadhan. Masing – masing berpijak pada dalil-dalil syar’i berdasarkan atas interpretasi mereka.

1.Dalil yang digunakan Oleh Ahli Hisab

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ ( يونس : ٥)

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus : 5)

الشمس و القمر بحسبان

Matahari beredar menurut perhitungan. (QS. ar-Rahman: 5)

يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج( البقرة : 189)

Artinya, Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.

Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi badat) haji. (QS. al-Baqarah: 189).

Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan manjilah-manjilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan supaya kita mengetahui waktu (bulan) dan tahun sedangkan matahari agar kita mengetahui waktu (hari) dan jam. Secara explisit dua ayat di atas juga mengandung pelajaran disyariatkannya mempelajari ilmu falak (astronomi) atau ilmu hisab untuk mengetahui waktu-waktu shalat, puasa, haji dan lainnya yang bermanfa’at bagi kaum Muslimin.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنّا أمة أمية لا نكتب ولا نحسب، الشهر هكذا وهكذا يعنى مرة تسعة وعشرون ومرة ثلاثون (رواه البخاري)

Rasulallah Saw bersabda Kita adalah umat buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pandai berhitung, sebulan itu adalah sekian dan sekian (maksudnya kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari) (HR. Al Bukhari)

Dari hadits diatas dapat kita pahami bahwa Rasulallah dan para shahabat tidak mempergunakan hisab sebagai dasar untuk memulai dan mengakhiri puasa, karena pada waktu itu ilmu hisab belum berkembang, orang – orang Arab masih dalam keadaan buta huruf, sehingga cara yang paling mudah dilakukan waktu itu dengan melihat bulan.

Namun saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dan maju, untuk mengetahui waktu-waktu dan fenomena luar angkasa baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dapat diperkirakan secara tepat dan mudah, sehingga dengan didukung peralatan yang canggih, hisablah yang paling akurat untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يتحفظ من شعبان م لا يتحفظ من غيره ثم يصوم لرؤية رمضان، فإن غُمّ عليه عدّ ثلاثين يوما ثم صامز (رواه أبو داود)

Rasulallah Saw sangat berhati-hati terhadap bulan Ramadhan, disbanding dengan bulan lainnya, kemudian beliau berpuasa karena melihat hilal Ramadhan, maka bila hilal Ramadhan tidak terlihat karena tertutup oleh awan beliau menghitung lamanya bulan Sya’ban itu 30 hari.(HR. Abu Dawud)

Hadits di atas dapat kita pahami bahwa pengamatan hilal pada bulan ramadhan dan syawal pada masa Rasulallah dilakukan dengan sangat – hati hati dan dengan upaya yg lebih keras dibandingkan bulan2 lainnya.

Jika upaya pengamatan hilal saat itu dilakukan dengan upaya terbaik yg tersedia pada masa itu, maka sewajarnyalah hal yg sama (upaya terbaik) juga dilakukan oleh kita2 pada masa sekarang. Dan fasilitas yg tersedia pada masa sekarang adalah teknologi satelit dan telekomunikasi.

Dengan kesemua teknologi yg ada saat ini, maka akan dapat diketahui dengan cukup akurat kapan terjadinya bumi, bulan dan matahari dalam posisi segaris (dan dapat diramalkan untuk tahun2 mendatang), sehingga bagi daerah yg mengalami matahari terbenam setelah waktu tsb, dapat dikatakan telah memasuki bulan baru, walaupun hilal belum dapat terlihat dgn mata telanjang disebabkan silaunya temaram senja dan berbagai efek pembiasan cahayanya.

عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له (رواه مسلم)

Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulallah Saw bersabda

“sesungguhnya sebulan itu lamanya 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sehingga melihat hilal, dan janganlah kalian berlebaran sehingga melihat hilal, maka apabila hilal tertutup oleh awan sehingga kalian tidak dapat melihatnya, maka perkirakanlah untuknya. (HR. Muslim)

Lafazh فاقدروا له pada hadits di atas memiliki arti maka kira-kirakanlah dengan ilmu hisab atau hisablah dengan hisabul manzilah (hitunglah dengan perjalanan bulan), dengan demikian maksud hadits di atas memberi pengertian bahwa selain dengan rukyat, awal dan akhir Ramadhan dapat ditetapkan dengan dan perkiraan ilmu hisab yakni dengan menghitung peredaran bulan.

2.Dalil Yang Digunakan Oleh Ahli Rukyat

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيتة فإن غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين (رواه البخاري)

Rasulallah Saw bersabda “Berpuasalah dengan melihat hilal dan berbuka (berhariraya)lah dengan melihatnya pula. Jika (hilal)terhalang (awan) hingga kalian tidak dapat melihatnya, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari)

عن بن عمر رضي الله عنهما أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رمضان فضرب بيده فقال الشهر هكذا وهكذا ثم عقد إبهامه في الثالثة فصوموا لرؤيته وافطروا لرؤيتة فإن أُغْمي عليكم فاقدروا له ثلاثين (رواه مسلم)

Dari Ibn Umar ra, sesungguhnya Rasulallah Saw menceritakan Ramadhan, kemudian memukulkan tangannya, kemudian bersabda “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30 hari” (HR. Muslim).

عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له (رواه مسلم)

Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulallah Saw bersabda “sesungguhnya sebulan itu lamanya 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sehingga melihat hilal, dan janganlah kalian berlebaran sehingga melihat hilal, maka apabila hilal tertutup oleh awan sehingga kalian tidak dapat melihatnya, maka perkirakanlah untuknya. (HR. Muslim)

Lafazh رَأى atau رُؤْيَة pada hadits – hadits di atas atau hadist lain yang serupa harus diberi arti melihat dengan mata kepala, tidak boleh diartikan melihat dengan hati atau dengan akal atau dengan hisab, karena pada rangkaian hadits tersebut seterusnya terdapat perkataan فإن غُبي atau فإنْ أغمي atau فإنْ غُمّ yang artinya bila hilal itu tertutup oleh awan atau bila hilal itu tidak dapat terlihat.

Kemudian lafazh فاقدروا له pada hadits di atas harus ditafsirkan pastikanlah jumlah hari bulan itu lamanya 30 hari, tidak dengan tafsiran “kira-kirakanlah dengan ilmu hisab atau hitunglah dengan ilmu hisab, karena pada hadits lain dijelaskan dengan perkataan فاقدروا له ثلاثين dan فاكملوا عدة شعبان ثلاثين, sehingga yang dimaksud dengan perkataan فاقدروا له adalah perintah menyempurnakan hitungan bulan sya’ban atau ramadhan menjadi 30 hari jika pada tanggal 29, hilal tidak dapat terlihat oleh mata kepala.

Dengan demikian, bahwa awal atau akhir Ramadhan harus ditetapkan berdasarkan hasil rukyat bil fi’li atau dengan cara istikmal bila hilal tidak dapat dilihat oleh mata kepala, karena syara’ hanya mengajukan dua cara tersebut. Dan penetapan awal atau akhir Ramadhan dengan hisab tidak pernah dilakukan oleh Rasulallah dan para shahabatnya, padahal sebelum Rasullah lahir, di Negeri Arab telah berkembang dan telah terdapat tempat yang dipakai untuk mengajar ilmu hisab.

Bahkan menurut fakta sejarah pada tahun 500 SM Phitagoras telah membangun suatu pendidikan khusus dalam ilmu hisab, dan 200 kemudian Bathlimus juga mengembangkan ilmu hisab di lembaga pendidikannya Al-Iskandariyah.

Adapun surat Yunus ayat 5 dan surat Arrahman ayat 5 yang dijadikan dalil oleh ahli hisab tidaklah tepat untuk menghapus sistem rukyat dengan sistem hisab, karena ayat di atas tidak ada sangkut pautnya dengan hal memulai dan mengakhiri puasa. Begitu juga dengan surat al Baqarah ayat 189 bila kita lihat asbabun nuzul ayat ini yang diriwayatkan oleh al-Aufi dari Ibnu Abbas adalah bahwa orang-orang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengenai bulan sabit, maka turunlah ayat ini. Dimana dengan bulan sabit itu mereka mengetahui waktu puasa dan berbuka, waktu jatuh tempo hutang mereka dan iddah istri mereka, serta waktu menunaikan haji. Namun hadits diatas tidak membicarakan sistem hisab yang harus digunakan untuk mengetahui hilal.

FAKTOR LAIN YANG MENJADI PENYEBAB BERBEDANYA PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN

Tidak hanya masalah perbedaan pemahaman terhadap nash-nash al-Quran maupun as-Sunah yang menjadi penyebab perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan, namun banyak faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah :

Masih adanya perbedaan pemahaman tentang definisi hilal, ada yang mengartikan hilal sebagai Bulan sabit yang pertama bisa dilihat dengan mata telanjang. Ada juga yang mengartikan hilal sebagai Bulan yang sudah melewati konjungsi dan berada di atas ufuk saat magrib.

Adanya perbedaan di antara para ahli hisab terhadap sistem hisab yang digunakan. Pada saat ini terdapat lebih dari 20 sistem dan referensi hisab yang digunakan di Indonesia yang dikelompokkan menjadi tiga, yakni hisab taqribi, hisab tahqiqi, dan hisab kontemporer.

Sementara itu ada juga perbedaan di antara para ahli rukyat sendiri, perbedaan itu antara lain dalam masalah rukyat siapakanh yang dapat diterima, apakah harus melalui sumpah atau tidak dan berapa batas minimal orang yang melihat bulan sehingga rukyat tersebut dapat dijadikan keputusan, dan apakah hasil rukyat harus didukung hasil hisab, sehingga jika bertentangan dengan hasil hisab maka hasil rukyat tidak diterima.

Selain itu, para ahli rukyat belum sepakat tentang mathla, jangkauan berlakunya hasil rukyat, apakah hasil rukyat di suatu Negara dapat dijadikan dasar penetapan awal dan akhir Ramadhan bagi Negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

  • Departemen Agama RI, (1993). Al-Quran dan terjemahnya, CV Gema Risalah Press, Bandung
  • ‘Alauddin Ali ibn Muhammad, Tafsir Khazin, Darul fikri. Bairut Libanon
  • Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalany, (1378 H). Fathu al-Baari Syarh Shahih al-Bukhari, Daar al-Ma’rifah, Bairut.
  • Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairy al-Naisabury, Shahih Muslim, Daaru Ihya’ al-Taratsi al-Araby, Bairut.
  • Ensiklopedia Islam, PT Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta
  • Rukyatul Hilal dan Diktat Masalah Diniyah, Perguruan Islam Pondok Tremas, Pacitan Jawa Timur.

Demikianlah pembahasan mengenai Cara Menentukan Awal Dan Akhir Ramadhan: Dalil dan Faktor semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂

Baca Juga :

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Butuhkan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA