Kurban kambing untuk orang yang sudah meninggal

Perbesar

Sapi dipajang sebagai hewan kurban jelang Hari Raya Idul Adha di pasar ternak di Sanaa, Yaman, Rabu (14/7/2021). Saat Idul Adha, umat muslim mengorbankan berbagai hewan seperti sapi, unta, kambing, dan domba. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Memahami hukum berkurban Idul Adha dalam Islam adalah sunnah kafiyah. Itu artinya hukum berkurban dalam Islam akan gugur apabila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

Selain hukum berkurban Idul Adha adalah sunnah kafiyah, ini hanya berlaku bagi umat muslim yang mampu. Hukum ibadah kurban ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 1-2.

“Sungguh, Kami telah memberimu telaga kautsar, maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Lalu bagaimana hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal?

Hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh apabila disertai dengan wasiat karena ibadah kurban harus disertai dengan niat.

Hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal ini dijelaskan dalam kitab Minhaj ath-Thalibin oleh Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi. Ditegaskan olehnya, tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Hal sama mengenai hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh dijelaskan oleh Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI. Perbedaan dari pendapat Kemenag ini, hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh, karena disamakan dengan hadiah atau sedekah.

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj oleh Imam Ibnu Hajar Al- Haitami:

“Para ulama berkata: Bagi orang yang berkurban boleh mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Ungkapan para ulama ini menyimpulkan pahala untuk orang yang diikutsertakan.

Ini adalah pendapat yang jelas bila pihak yang diikutkan dalam pahala kurban adalah orang yang sudah meninggal karena disamakan dengan kasus bersedekah untuk mayit,” dijelaskan.

Sedekah sebagaimana hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya. Pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang sudah disepakati oleh para ulama.

Hal itu sesuai dengan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi berikut ini:

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah,

sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut Dar al-Fikr, tt, juz 8, h. 406)

Acara pemenyembelihan Hewan Qurban berlangsung selepas salat Idul Adha, Selasa 20 Juli 2021 di lingkungan Rt 001 - Rw 013, Bulak Wareng, Larangan Selatan, Ciledug, Tangerang. - Saat menyembelih hewan kurban di Hari Raya Idul Adha, ada beberapa masyarakat yang berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, bagaimana hukumnya?

TRIBUNNEWS.COM - Saat menyembelih hewan kurban di Hari Raya Idul Adha, ada beberapa masyarakat yang berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, bagaimana hukumnya? 

Melaksanakan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha di bulan Dzulhijjah merupakan ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah.

Hukum ibadah kurban ini adalah sunah muakad, atau sunah yang sangat ditekankan.

Umat muslim sangat dianjurkan untuk menunaikan ibadah ini setiap tahunnya.

Dalam banyak kasus di masyarakat, seringkali orang yang masih hidup melaksanakan kurban untuk atas nama orang yang sudah meninggal.

Lantas, yang demikian itu bagaimana hukumnya?

Baca juga: Syarat Hewan Kurban untuk Hari Raya Idul Adha 2022, Apa Saja?

Baca juga: Hukum Qurban Kambing untuk Lebih dari Satu Orang, Sahkah?

Ulama muda Solo, yang juga dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Joko Robi Prasetyo, menerangkan, hukum berkurban untuk orang yang meninggal bisa dibagi dua.

Pertama hukumnya diperbolehkan, dan kedua adalah wajib dilaksanakan jika orang yang meninggal tersebut pernah berkeinginan atau berwasiat untuk melaksanakan kurban atas namanya.

"Kita boleh berniat kurban untuk saudara kita yang sudah meninggal," kata Robi saat dihubungi Tribun Network, Selasa (7/7/2020).

"Jika sebelum meninggal ia berkeinginan untuk berkurban maka hukumnya menjadi wajib," terangnya.

Baca juga: Hukum Menindik Telinga Hewan Kurban Sebagai Tanda, Bolehkah Dilakukan?

Baca juga: Kapan Idul Adha 2022? Muhammadiyah Tetapkan 9 Juli 2022

Sementara itu, Ustaz Buya Yahya dalam sebuah ceramah yang disiarkan melalui kanal YouTubenya mengatakan, dalam berkurban lebih baik didahulukan bagi orang yang hidup.

Mangkoso, (Humas Barru) - Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI dalam sidang Isbat bersama MUI, DPR, dan Ormas Islam yang digelar secara virtual pada hari sabtu 10 Juli 2021.

Maka ditetapkan Hari Raya Idul Adha 1442 H pada hari Selasa, 20 Juli 2021 M. 

Hari Raya Idul Adha biasa juga dikenal dengan hari raya Qurban. 

Di antara perkara yang ditanyakan oleh sebagian orang adalah mengenai hukum menghadiahkam pahala kurban untuk orang yang sudah meninggal. 

Pasalnya, terkadang seseorang bukan hanya berkurban untuk dirinya sendiri, namun juga berkurban untuk orang yang sudah meninggal dan menghadiahkan pahala kurban untuknya. 

Sebenarnya, bagaimana hukum menghadiahkan kurban untuk orang yang sudah meninggal, apakah boleh? 

Dikutip dari akun Bimas Islam Kementerian Agama RI, para ulama sepakat mengenai kebolehan menghadiahkan pahala kurban untuk orang yang sudah meninggal. Kebolehan ini disamakan dengan bersedekah. 

Imam Ibnu Hajar Al- Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan. 

"Para ulama berkata; Bagi orang yang berkurban boleh mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Ungkapan para ulama ini menyimpulkan pahala untuk orang yang diikutsertakan. Ini adalah pendapat yang jelas bila pihak yang diikutkan dalam pahala kurban adalah orang yang sudah meninggal karena disamakan dengan kasus bersedekah untuk mayit," 

Di antara dalil yang dijadikan dasar kebolehan menghadirkan pahala kurban untuk orang yang sudah meninggal adalah hadis riwayat Imam Muslim dari Sayidah Aisyah.

Sesungguhnya Rasulullah SAW diberi hewan domba untuk dijadikan kurban, lalu beliau membaringkan domba tersebut dan menyembelihnya, kemudian beliau mengucapkan : Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad Kemudian beliau berkurban dengannya.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengikutsertakan umatnya dalam kurbannya, dan sudah maklum bahwa sebagian umatnya ada yang sudah meninggal. Karena itu, berdasarkan hadis ini, para ulama sepakat mengenai kebolehan mengikutsertakan orang yang sudah meninggal dalam kurban dan menghadiahkan pahala kurban untuknya. (Asriadi R/Kontributor KUA Soppeng Riaja )

BAGAIMANA KURBAN BAGI ORANG YANG SUDAH MENINGGAL?

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Menjawab pertanyaan diatas, berikut kami bawakan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yang kami ambil dari kitab Ahkam Al-Adhahi wal Dzakaah, dengan beberapa tambahan referensi lainnya.

Pada asalnya, kurban disyari’atkan bagi orang yang masih hidup, sebagaimana Rasulullah dan para shahabat telah menyembelih kurban untuk dirinya dan keluarganya. Adapun persangkaan orang awam adanya kekhususan kurban untuk orang yang telah meninggal, maka hal itu tidak ada dasarnya.

Kurban bagi orang yang sudah meninggal, ada tiga bentuk.

1. Menyembelih kurban bagi orang yang telah meninggal, namun yang masih hidup disertakan. Contohnya, seorang menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan ahli baitnya, baik yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.

Demikian ini boleh, dengan dasar sembelihan kurban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dirinya dan ahli baitnya, dan diantara mereka ada yang telah meninggal sebelumnya. Sebagaimana tersebut dalam hadits shahih yang berbunyi.

“Artinya : Aku menyaksikan bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Id Al-Adha di musholla (tanah lapang). Ketika selesai khutbahnya, beliau turun dari mimbarnya. Lalu dibawakan seekor kambing dan Rasulullah menyembelihnya dengan tangannya langsung dan berkata : “Bismillah wa Allahu Akbar hadza anni wa amman lam yudhahi min ummati” (Bismillah Allahu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang belum menyembelih) [1]. Ini meliputi yang masih hidup atau telah mati dari umatnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Diperbolehkan menyembelih kurban seekor kambing bagi ahli bait, isteri-isterinya, anak-anaknya dan orang yang bersama mereka, sebagaimana dilakukan para sahabat” [2] Dasarnya ialah hadits Aisyah, beliau berkata.

“Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta seekor domba bertanduk, lalu dibawakan untuk disembelih sebagai kurban. Lalu beliau berkata kepadanya (Aisyah), “Wahai , Aisyah, bawakan pisau”, kemudian beliau berkata : “Tajamkanlah (asahlah) dengan batu”. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabil pisau tersebut dan mengambil domba, lalu menidurkannya dan menyembelihnya dengan mengatakan : “Bismillah, wahai Allah! Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad”, kemudian menyembelihnya” [Riwayat Muslim]

Sehingga seorang yang menyembelih kurban seekor domba atau kambing untuk dirinya dan ahli baitnya, maka pahalanya dapat diperoleh juga oleh ahli bait yang dia niatkan tersebut, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. Jika tidak berniat baik secara khusus atau umum, maka masuk dalam ahli bait semua yang termaktub dalam ahli bait tersebut, baik secara adat mupun bahasa. Ahli bait dalam istilah adat, yaitu seluruh orang yang di bawah naungannya, baik isteri, anak-anak atau kerabat. Adapun menurut bahasa, yaitu seluruh kerabat dan anak turunan kakeknya, serta anak keturunan kakek bapaknya.

2. Menyembelih kurban untuk orang yang sudah meninggal, disebabkan tuntunan wasiat yang disampaikannya. Jika demikian, maka wajib dilaksanakan sebagai wujud dari pengamalan firman Allah.

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 181]

Dr Abdullah Ath-Thayaar berkata : “Adapun kurban bagi mayit yang merupakan wasiat darinya, maka ini wajib dilaksanakan walaupun ia (yang diwasiati) belum menyembelih kurban bagi dirinya sendiri, karena perintah menunaikan wasiat” [3]

3. Menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal sebagai shadaqah terpisah dari yang hidup (bukan wasiat dan tidak ikut yang hidup) maka inipun dibolehkan.

Para ulama Hambaliyah (yang mengikuti madzhab Imam Ahmad) menegaskan bahwa pahalanya sampai ke mayit dan bermanfaat baginya dengan menganalogikannya kepada shadaqah. Ibnu Taimiyyah berkata : “Diperbolehkan menyembelih kurban bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana diperolehkan haji dan shadaqah untuk orang yang sudah meninggal. Menyembelihnya di rumah dan tidak disembelih kurban dan yang lainnya di kuburan” [4]

Baca Juga  Jika Belum Bisa Menyelenggarakan Aqiqah Bagi Bayinya

Akan tetapi, kami tidak memandang benarnya pengkhususan kurban untuk orang yang sudah meninggal sebagai sunnah, sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi was al sallam tidak pernah mengkhususkan menyembelih untuk seorang yang telah meninggal. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembelih kurban untuk Hamzah, pamannya, padahal Hamzah merupakan kerabatnya yang paling dekat dan dicintainya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pula menyembelih kurban untuk anak-anaknya yang meninggal dimasa hidup beliau, yaitu tiga wanita yang telah bersuami dan tiga putra yang masih kecil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak menyembelih kurban untuk istrinya, Khadijah, padahal ia merupakan istri tercintanya. Demikian juga, tidak ada berita jika para sahabat menyembelih kurban bagi salah seorang yang telah meninggal.

Demikian sedikit ulasan berkenaan dengan kurban bagi orang yang telah meninggal.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M, Penulis Ustadz Kholid Syamhudi Lc. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183] _______ Footnote [1]. Hadits shahih diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmdzi. [2]. Majmu Al-Fatawa (23/164) [3]. Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayar, Ahkam Al-Idain wa Asyara Dzilhijjah, cetakan Pertama Tahun 1413H Daar Al-Ahimah, Riyadh KSA, hal. 72

[4]. Majmu Al-Fatawa (26/306)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA