Kenapa teori anna freud disebut ego psikologi

Mind Power Generation Friday, November 2, 2018 Psikologi Kepribadian Edit

Teori ego kontemporer dari Freud muncul dari cita-cita akan pemuasan dorongan atau insting dasar. Dengan terpuaskannya dorongan tersebut, maka akan berkurang juga ketegangan yang ada pada diri seseorang. Namun, ketika Freud meninggal, paradigma psikoanalisis mulai berubah. Psikoanalisis mulai memusatkan diri pada sifat kekuatan ego, yaitu bisa mendorong kemampuan insan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah teori yang disebut dengan Psikologi Ego, sebuah teori yang menyempurnakan dan memperluas teori psikoanalisis Freud.

Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, dan Heinz Heinrich Moritz Hartmann - Tokoh dari teori Psikologi Ego yakni Anna Freud, Robert White, dan Heinz Hartmann. Ketiga tokoh ini yakin bahwa insan berjuang hidup tidak hanya untuk memuaskan insting, namun memberi makna pada perjuangannya tersebut dan bisa menguasai kendala kehidupan. Oleh lantaran itu, mereka percaya bahwa kondisi neurosis bukan terjadi lantaran adanya kontradiksi antara id, ego, dan superego. Kondisi neurosis sanggup terjadi lantaran hidup yang tidak mempunyai tujuan, ketidakmampuan membuat harmoni antara diri dengan lingkungan sosial.

Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, Heinz

 Anna Freud Freud meyakini bahwa ego itu yakni seorang joki yang tidak mempunyai daya, sedangkan id yakni kudanya. Namun, Anna merubah konsep tersebut, yaitu ego yakni ego yang cerdas dan bisa menentukan jalan atau arah yang baik bagi dirinya. Ada tiga konsep pokok dalam teori Anna, yang akan dijelaskan di bawah ini.

Terapi untuk Anak. Teknik psikoanalisis klasik Freud, menyerupai asosiasi bebas, interpretasi mimpi, dan analisis transferensi, tidak sanggup diterapkan begitu saja kepada anak. Jika akan diterapkan kepada anak, maka prosedurnya harus dimodifikasi atau digabung dengan teknik lain, semoga anak sanggup bertumbuh, berubah, dan menguasai realitas di luar diri. Oleh lantaran itu, dalam melaksanakan terapi untuk anak, Anna berguru pentingnya persiapan yang terencana. Selain itu Anna menekankan pentingnya menjadi ANALIS YANG DIPERCAYA, DIBUTUHKAN, DAN DIKAGUMI ANAK. Dengan demikian, anak sanggup berguru mengenai diri dan mengenai serangan dari luar yang tidak dipahaminya, dari analis tersebut.

Anna beropini bahwa sifat perkembangan kepribadian anak yang elastis dan berkelanjutan, membuat seorang analis tidak memfokuskan diri pada tanda-tanda yang tampak pada dikala ini. Fokus perhatian seorang analis haruslah pada SEBUAH TUJUAN AGAR ANAK MENJADI SEHAT di masa yang akan datang. Anna meyakini bahwa simtom-simtom neurotik hanyalah penggalan kecil dari dilema anak, sehingga yang perlu menjadi sentra perhatian yakni potensi gangguan perkembangan dan ancaman tingkat kemasakan anak.

Anna membuatkan sistem diagnosis yang menekankan pentingnya pembentukkan kepribadian dalam tahap perkembangan, ancaman serius terhadap perkembangan kepribadian, dan potensi hal yang akan mengganggu integritas anak. Oleh lantaran itu dalam psikoterapi terhadap anak, Anna memerlukan persiapan cukup panjang, termasuk dalam pengumpulan data dan asesmen. Anna memakai PROFIL METAPSIKOLOGI, yaitu sebuah panduan yang akan mengorganisasi informasi dalam kategorisasi yang komprehensif. Berikut ini yakni referensi Garis Besar Profil Metapsikologis :


  1. Alasan Referal, yaitu mengatakan perkembangan yang terhambat, dilema tingkah laku, dan adanya simtom-simtom. 
  2. Gambaran Diri Anak, yaitu bentuk wajah, suasana hati, sikap, dan lain-lain.
  3. Latar Belakang Keluarga, yaitu sejarah pribadi, sejarah hidup, dan kondisi keluarga. 
  4. Kemungkinan Pengaruh Lingkungan yang Penting
  5. Pengukuran Perkembangan, yang meliputi : (a) Perkembangan dorongan libido dan aksi terhadap diri sendiri dan orang lain ; (b) perkembangan ego-superego, menyerupai fungsi ego, usia tingkah laku, keseimbangan pertahanan dan emosi.
  6. Pengukuran Genetik, yang meliputi tingkah laku, fantasi, dan simtom yang sanggup membantu kesimpulan perkembangan psikoseksual, regresi, dan fiksasi.
  7. Asesmen Dinamik dan Struktural, yaitu mengklasifikasikan konflik internal dan eksternal menurut konflik ego-id, ego-superego, atau ego-lingkungan. 
  8. Asesmen Ciri Umum, yang meliputi toleransi frustrasi, potensi sublimasi, kecemasan, kekuatan progresif dan regresif.
  9. Diagnosis, yaitu integrasi data ke dalam tingkat kesehatan ego, konflik, frustrasi, tingkat perkembangan, kekuatan superego, gangguan organik, dan tugas lingkungan. 
Ada tiga laba kalau memakai Profil Metapsikologi, yaitu : (1) Panduan akan memberi arah yang jelas, kongkrit, dan seragam, sehingga terapis mengetahui hal-hal apa saja yang sanggup diungkap dari klien ; (2) Panduan itu mengharuskan terapis untuk mengintegrasikan hasil pengamatan dengan sejarah kehidupan klien, sehingga terapis sanggup mengetahui bagaimana kepribadian anak berfungsi dan berkembang ; (3) Panduan tersebut memakai konsep-konsep psikoanalisis, dan mengintegrasikan teori untuk memahami data yang telah diperoleh. Gangguan neurotis pada orang remaja umumnya bersifat internal, bersumber pada masa lalu, atau konflik yang belum selesai. Namun, simtom pada anak sanggup terjadi lantaran insiden yang gres saja terjadi atau bersumber dari lingkungan. Itu sebabnya, Anna menekankan pentingnya REALITAS SOSIAL dalam memahami kondisi neurosis pada anak.

Garis Perkembangan. Garis Perkembangan yakni interaksi antara id dengan ego, yang dimulai dari dominasi id untuk memperoleh kepuasan, secara sedikit demi sedikit akan bergeser ke ego, kemudian pada alhasil ego bisa menguasai realitas internal dan eksternal. Dengan kata lain, garis perkembangan yakni urutan tahap kematangan anak dari ketergantungan menjadi mandiri, dari irasional menjadi rasional, dari hubungan yang pasif dengan realita menjadi aktif. Garis perkembangan ini mengatakan usaha ego untuk bisa menghadapi situasi hidup, tanpa harus menarik diri dan memakai mekanisme pertahanan diri secara berlebihan. Anna mengemukakan enam garis perkembangan, yaitu :

  1. Dari Ketergantungan menjadi Percaya Diri. Ada delapan tahap dari garis perkembangan yang pertama ini, yaitu : (a) adanya ketergantungan biologis terhadap ibu, dimana anak tidak mengetahui bahwa dirinya terpisah dengan orang lain ; (b) Anak membutuhkan hubungan yang memuaskan, dan ibu dianggap sebagai pemuas dari luar ; (c) Tahap objek-tetap, dimana citra ibu tetap ada, walau ibu tidak hadir ; (d) Pre odipus atau tahap memeluk, yang ditandai dengan anak mendominasi objek yang dicintainya ; (e) Tahap Odipus-Falis, yang ditandai dorongan mempunyai orangtua lain jenis dan bersaing dengan orangtua sejenis ; (f) Fase laten, yang ditandai dengan menurunnya dorongan, adanya transfer libido ke teman dan figur otoritas ; (g) Fase pra adolesen, yang ditandai dengan kembalinya kebutuhan hubungan yang memuaskan dengan objek yang dicintai ; (h) Fase adolesen, yang ditandai dengan adanya cita-cita untuk berjuang secara mandiri, memutus cinta dengan orangtua, dan kebutuhan kepuasan seksual. 
  2. Dari Mengisap menjadi Makan Makanan Keras. Ada enam tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak disusui secara teratur sesuai kebutuhan ; (b) Anak disapih dari susu, walau mengalami kesulitan untuk makan masakan gres ; (c) Anak dilatih untuk makan sendiri, tanpa disuapi ; (d) Anak mulai makan sendiri ; (e) Anak membentuk perilaku terhadap makanan, yaitu takut menjadi gemuk lantaran makan ; (f) Anak bahagia makan dengan mempunyai kebiasaan makan yang ditentukan sendiri. 
  3. Dari Ngompol menjadi Dapat Mengendalikan Urinasi atau Defakasi. Ada empat tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak bebas membuang kotoran badan ; (b) Fase Anal, dimana anak menolak kendali orang lain dalam hal membuang kotoran badan ; (c) Anak mengidentifikasi dengan hukum orangtua, dengan mengendalikan sendiri pembuangan kotoran ; (d) Anak mulai peduli dengan kebersihan, tanpa tekanan orangtua, lantaran ego dan superego mengendalikan dorongan anal secara otonom. 
  4. Dari Tidak Bertanggung Jawab menjadi Bertanggung jawab Mengatur Tubuh. Ada tiga tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Dorongan aksi diubah dari diri sendiri menjadi ke dunia luar ; (b) Ego anak semakin memahami prinsip lantaran akibat, bisa meredakan cita-cita yang berbahaya, dan mengenali ancaman eksternal ; (c) Anak dengan sukarela mendapatkan hukum kesehatan, menolak masakan yang tidak sehat, menjaga kebersihan tubuh, dan melatih kebugaran tubuh. 
  5. Dari Egosentrik menjadi Kerjasama. Ada empat tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak mementingkan diri sendiri dan memandang orang lain tidak ada atau hanya sebagai pengganggu ; (b) Anak lain di sekitarnya dipandang sebagai benda mati, yang sanggup diperlakukan bergairah tanpa tanggung jawab ; (c) Anak kecil di dekatnya dianggap sebagai teman untuk mengerjakan sesuatu ; (d) Anak memandang teman sebagai orang yang sederajat, menyerupai mempunyai cita-cita sendiri, sanggup dihormati, ditakuti, dijadikan saingan, dicintai, dibenci, atau ditiru.
  6. Dari Tubuh menjadi Mainan, dan dari Bermain menjadi Bekerja. Ada lima tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Mainan seorang anak yakni perasaan tubuh, kepekaan jari, kulit, mulut, dimana bayi belum sanggup membedakan badan sendiri dengan badan ibu ; (b) Anak memindahkan sensasi badan ibu ke objek yang lembut, menyerupai beruang mainan atau sarung bantal ; (c) Anak memeluk objek yang lembut dan menyenangi barang yang lembut ; (d) Anak merasa puas menuntaskan suatu kegiatan dan mencapai prestasi ; (e) Anak sanggup menahan dorongan dalam dirinya.
    Mekanisme Pertahanan. Freud menyatakan tujuh mekanisme pertahanan, yaitu identifikasi, displacement, represi, proyeksi, reaksi formasi, fiksasi, dan regresi. Namun, Anna memperluas mekanisme pertahanan, dan menambah dengan isolasi, ascetism, denial, sublimasi, undoing, introyeksi, reversal, dan turning against the self sublimation. Anna yakni tokoh pertama yang memandang mekanisme pertahanan sebagai fungsi penyesuaian diri normal, yang digunakan anak untuk beradaptasi dengan dunia luar.

Robert White Teori White merupakan rekonseptualisasi dari tahap perkembangan psikoseksual, dengan memakai tema berguru tuntas. Pada setiap tahap perkembangan psikoseksual Freud, ada elemen penting yang ikut berkembang. Elemen itu harus dipelajari, namun terkait dengan kepuasan instingtif. Menurut White, ego dimotivasi oleh kebutuhan eksplorasi, belajar, dan menguasai lingkungan. Motivasi ini disebut dengan effectance motivation. Jika usaha ini berhasil, maka orang akan merasa berkompeten. Perasaan ini bisa membuat orang bertumbuh, masak, dan siap menghadapi tantangan hidup. Perasaan bisa menguasai realitas lingkungan ini disebut dengan efikasi diri. Kompetensi yang dipelajari sepanjang tahap perkembangan psikoseksual, akan dipaparkan dalam tabel di bawah ini.
Tahap
Aktivitas Insting (Freud)

Kompetensi yang dipelajari (White)

Oral
a.       Insting lapar berjuang untuk meredakan ketegangan b.       Tergantung secara pasif untuk bertahan hidup c.       Memasukkan masakan dan objek cinta sebagai penggalan dari self. a.       Makan sebagai daerah berlatih menguasai diri dan lingkungan. b.       b. Belajar menguasai orang lain dengan memaksimalkan cinta dan meminimalkan pengabaian. c.       Sensori motor berperan sebagai latihan keterampilan motorik dan kognitif selanjutnya.

Anal
a.       Kepuasan menahan & mengeluarkan kotoran b.       Belajar patuh pada orangtua

c.       c. Reaksi defensif terhadap anal erotic, yaitu kikir, keras kepala, sangat teratur.

a.       Perkembangan instingtif negativisme anak usia 2 tahun. b.       Memakai gerakan dan negativisme untuk membuatkan otonomi.

c.       Tiga sifat tersebut dipandang sebagai cara penyesuaian terhadap lingkungan.


Falis
a.       Oedipus kompleks dengan sensitivitas genital. b.       Perkembangan superego - identifikasi dengan ayah.

c.       Minat seks thd keluarga. 

a.       Gerakan, bahasa, dan imajinasi dikembangkan untuk menguasai kata-kata dan membuatkan perasaan mampu. b.       Meniru tugas remaja dengan tekanan pada produktivitas pribadi.

Laten
a.       Menghilangkan motif seksual

b.       Periode yang relatif tenang

a.       Memantapkan kompetensi sosial

b.       Belajar kompromi diri dan melindungi diri.


Genital
a.       Pilihan objek heteroseksual

b.       Ekspresi libido dalam wujud genital

a.       Perasaan identitas dan kompetensi yg disatukan. b.       Pilihan pekerjaan yang dipelajari atau disiapkan

c.       Pacaran sebagai kepuasan sosial dan seksual


Heinz Heinrich Moritz Hartmann Hartmann menyatakan bahwa fungsi ego tergantung kepada tujuan yang akan diselesaikan, yaitu tujuan menuntaskan konflik dan tujuan yang tidak berlatar belakang konflik. Tujuan tidak berlatar belakang konflik ini yang disebut dengan Fungsi Ego di Ranah Bebas Konflik, yaitu kegiatan ego terjadi di luar ranah konflik mental. Hartmann menyatakan bahwa ego tidak berasal dan dimunculkan id untuk melayani insting taksadar. Id dan ego muncul secara bersamaan, dan berfungsi secara independen. Masing-masing id dan ego tersebut berasal dari disposisi, dan berkembang secara independen. Oleh lantaran itu, ego bukan hanya didorong oleh insting seks dan agresi, tetapi juga ditentukan oleh faktor luar.Selain itu, ego bersifat otonom dan aktif mencari penyesuaian dengan dunia luar. Ada dua jenis otonomi ego, yaitu : (1) Otonomi Primer, yang mengacu ke sumber biologis, kemasakan fungsi persepsi, belajar, ingatan, dan gerakan. Fungsi otonomi primer ini berasal dari keturunan dan berperan untuk menyesuaikan dengan lingkungan ; (2) Otonomi Sekunder, yang merupakan kemampuan ego untuk mengubah fungsi-fungsi yang dikembangkan dalam konflik dengan id, menjadi sarana yang membantu pembiasaan sehat dengan kehidupan. Dengan kata lain, otonomi sekunder merupakan hasil interaksi kemasakan fisik dengan belajar. Konsep otonomi sekunder ini menyerupai dengan otonomi fungsional dari Allport. Hartmann meyakini bahwa ego sanggup menetralisir dorongan seks dan agresi, supaya ego berfungsi bukan hanya untuk menerima kenikmatan atau meredakan tegangan saja. Baik, otonomi primer maupun otonomi sekunder, sama-sama menghasilkan adaptasi, yaitu hasil dari usaha ego untuk mempertahankan keseimbangan dalam kepribadiannya dan keseimbangan antara diri dengan lingkungannya. Selain itu, ego memakai prinsip realita, yaitu bisa mengantisipasi kebutuhan pada masa yang akan datang, yang tujuan utamanya yakni beradaptasi dengan lingkungan secara terus menerus. Dalam mencapai tujuan tersebut, ada empat harmoni di dalam dan di luar diri yang harus dipertahankan ego, yaitu : Pertama, Mempertahankan keseimbangan individu dengan realitas eksternal sosial dan fisik. Kedua, Memantapkan harmoni keseimbangan di dalam ranah id, lantaran id mempunyai beberapa insting yang menuntut pemuasan. Ketiga, Menyeimbangkan tiga unsur mental yang saling bersaing, yaitu id-ego-superego. Keempat, Menjaga harmoni di antara aneka macam tujuannya yang saling berbeda, yaitu keseimbangan antara tugas membantu id dengan tugas sebagai ego independen yang bertujuan tidak untuk memuaskan dorongan id. Harmoni ini sanggup tercapai dengan cara ego beroperasi secara sintetis, yaitu kemampuan mengintegrasikan dan mendamaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Kemampuan ini sanggup membuat ego mendamaikan konflik intersistemik (konflik id-ego-superego-realitas) dan konflik intrasistemik (konflik di dalam ego sendiri). Hartmann menyatakan ada 12 fungsi ego yang harus diperhatikan, semoga fungsi sosial dan kognitif sanggup berjalan baik, yaitu : (1) Mengatur gerakan ; (2) Mengorganisasi persepsi di dalam dan di luar realita ; (3) Membuat batas yang melindungi diri dari stimulasi internal dan eksternal berlebihan ; (4) Uji realitas ; (5) Berpikir dan inteligensi ; (6) Menerjemahkan pikiran menjadi perbuatan ; (7) Menghambat atau menunda pengurangan tegangan ; (8) Mengenali bahaya, memberi tanda kecemasan, dan pertahanan diri ; (9) Antisipasi aksi, tujuan, dampak, dan konsekuensi di masa yang akan tiba ; (10) Persepsi waktu ; (11) Pembentukkan abjad atau gaya langsung ; (12) Kemampuan sintetik, yaitu kemampuan mengintegrasikan semua fungsi di atas, mengharmonisasi konflik intrasistemik dan intersistemik.

Perkembangan Ego menjadi Patologis

Teori Freud menyatakan bahwa patologi terjadi lantaran ego gagal berkembang secara normal. Dengan konsep ini, banyak andal yang menyatakan bahwa ego gagal berkembang lantaran kesalahan ibu, pengasuhan yang tidak sempurna atau dingin, pengasuhan yang kaku, pola asuh yang terlalu melindungi, dan adanya perasaan berdosa. Ego yang gagal berkembang ini sanggup menjadi potensi terjadinya neurosis dan psikosis. Konsep kompetensi dan effectance motivation, White mengubah fokus perhatian terhadap penyebab dari gagalnya ego berkembang secara normal. Fokus utama dari White yakni terletak pada perkembangan perasaan efikasi diri yang tidak tepat. White menyatakan bahwa kegagalan ego berkembang itu terletak pada individu itu sendiri. White mengemukakan tiga penyebab kerusakan effectance motivation, yaitu : (1) Insting lapar dan bebas dari rasa sakit muncul terus menerus, lantaran pengasuhan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan bayi memakai seluruh waktu untuk menangani insting tersebut, sehingga tidak melaksanakan kegiatan yang menghasilkan efikasi diri ; (2) Bayi tidak menerima penguat dari usaha pengembangan efikasi diri. Hal ini menyebabkan bayi berhenti memanipulasi dunia dan motivasi efektan tidak berkembang ; (3) Adanya gangguan atau kendala terhadap acara bermain. Hal ini menyebabkan anak kehilangan stimulasi lingkungan dan menerima stimulasi diri yang cukup. Pada akhirnya, anak akan kehilangan ego yang tidak berkembang melalui ekspresi diri. Dampak yang mungkin terjadi yakni anak menjadi cemas, pemalu, peragu, dan kehilangan minat untuk eksplorasi diri. Semua kondisi ini mengarah kepada kerusakan efikasi diri.

Aplikasi



Psikologi Ego merupakan konsep yang mengisi bagian-bagian yang terlewat dari teori Freud. Anna Freud yakni penggagas psikoanalisis anak, yang menyiapkan metodologi dan sistematika dari psikoanalisis anak. Sistem ini juga digunakan pada psikoanalisis dewasa, lantaran menjamin pemahaman yang komprehensif. Sedangkan Hartmann dan White banyak memberi masukan wacana cara kerja ego. Banyak gangguan jiwa yang sanggup diatasi dengan memperkuat ego. Selain itu, konsep psikologi ego membantu membuatkan kompetensi ego untuk menguasai intersistem dan intrasistem.
Sekian artikel tentang Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, dan Heinz Heinrich Moritz Hartmann. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka


  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA