Kalender hijriyah yang saat ini kita gunakan dicetuskan pada masa

Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/Aku.Alip

Ilustrasi kalender Islam, kalender Hijriah, kalender Hijriyah.

KOMPAS.com- Kalender Hijriah atau kalender Islam masih digunakan dan tetap jadi acuan masyarakat muslim di seluruh dunia dalam menentukan momentum-momentum keagamaan Islam. Seperti apa sejarah dan bagaimana perhitungan Kalender Hijriah ini?

Banyak hal yang perlu Anda ketahui tentang kalender Hijriah ini, mulai dari sejarah, cara perhitungan sampai metode perhitungannya.

Sejarah kalender Hijriah

Kalender Hijriah adalah sistem penanggalan yang dibuat oleh umat Islam pada abad ke-7. Sistem kalender dalam Islam ini diprakarsai oleh Umar bin Khattab, yang kemudian digunakan oleh umat muslim dan negara-negara Islam, yakni 17 tahun setelah hijrahnya Rasulullah SAW.

Penamaan "hijriah" diambil dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi, yang kemudian ditetapkan sebagai dimulainya perhitungan tahun Hijriah.

Pembuatan kalender Hijriah berdasarkan permasalahan surat-menyurat kala itu yang dialami pemerintahan Islam era Khulafaur Rasyidin. Saat itu, pemerintahan Islam menemukan kesulitan mengidentifikasi dokumen yang tidak bertahun, maupun bertanggal atau bulan.

Ditambah lagi, banyak wilayah kekuasaan Islam yang memiliki penanggalannya sendiri, sehingga pengarsipan menjadi semakin rumit.

Baca juga: Sejarah dan Penentuan Kalender Islam Global dari Perspektif Ilmu Astronomi

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat Nabi untuk membicarakan permasalahan penanggalan. Sejarah kalender Hijriah ini pun kemudian dimulai untuk mencari solusi dari permasalahan penanggalan tersebut. 

Kemudian hijrah Rasulullah SAW akhirnya sepakat dipilih dari sekian usulan alternatif acuan tahun Islam, karena saat itulah titik awal membangun masyarakat Islami.

Setelah berdiskusi, mereka sepakat membuat sistem penanggalan Hijriah, yang dimulai ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi.

Khalifah Umar bin Khattab dan para sahabat berpendapat bahwa peristiwa itu sangat penting dalam sejarah Islam.

Nama bulan yang pertama dalam kalender Hijriah adalah Muharam. Kemudian, 15 Juli 622 Masehi ditetapkan sebagai 1 Muharam 1 Hijriah.

Akhirnya, sejarah penanggalan Islam ini pun dimulai, terhitung dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Kota Mekkah ke Madinah. Hingga saat ini kalender Hijriah sudah memasuki tahun ke 1443 dan Tahun Baru Islam dimulai dengan bulan Muharram.

Baca juga: Sejarah Kalender Imlek dan Mengapa Imlek 2021 Disebut Tahun Kerbau?

“Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu’minin, tetapi kami bingung bagaimana menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya’ban, namun kami tidak tahu ini untuk tahun yang lalu atau tahun ini.” Abu Musa Al-Asy’ari kepada Amirul Mu’minin Umar bin Khattab dalam Biografi Kholifah Rasulullah.

Hal tersebut menjadi sebuah persoalan tersendiri pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sekaligus membuat Sang Khalifah mengumpulkan para sahabat khususnya mereka yang bertugas di pusat pemerintahan untuk segera membahas dan mencari solusi dari persoalan tersebut.

Terlebih sejak awal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah dari Makkah Al-Mukarromah ke Madinah Al-Munawwaroh, juga tidak ada tahun yang digunakan dalam penanggalan. Termasuk pada masa Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah hingga 4 (empat) tahun pertama kepemimpinan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab.

Dalam majelis bersama para sahabat, Umar bin Khattab menyampaikan kegelisahan dari persoalan pencatatan beragam surat maupun sejumlah dokumen penting lainnya. Termasuk juga semakin meluasnya kekuasaan Islam yang justru memiliki persoalan serupa, yakni persoalan di bidang administrasi.

Bahkan surat menyurat antar gubernur pada masa itu juga belum sistemik karena tidak adanya acuan penanggalan, masing-masing wilayah hanya menggunakan kalender lokal yang tentunya berbeda antara penanggalan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Sehingga dibutuhkan penyeragaman melalui hitungan kalender yang sama.

Persoalan selanjutnya muncul untuk menentukan awal penghitungan kalender Islam, apakah menggunakan tahun kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau masa pengangkatan Nabi sebagai Rasul, masa turunnya al-Qur’an hingga usulan saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan.

Dari beragam usulan tersebut, akhirnya disepakati penentuan awal Hijriyah dimulai dari peristiwa Hijrah. Sehingga kalender Islam hingga saat ini dikenal dengan sebutan Kalender Hijriah.

Peristiwa Hijrah dijadikan pilihan sebagai tonggak awal penanggalan Islam, justru memiliki makna yang amat dalam. Di mana fase hijrah menjadi titik balik bagi umat Islam untuk meletakkan landasan melangkah kedepan, sekaligus menjadi kunci pesat kemenangan dan perkembangan Islam.

Nama-Nama Bulan dalam Kalender Hijriah
Sistem penanggalan hijriah yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas dalam al-Qur’an, yakni sistem kalender bulan atau qamariyah. Di mana kalender hijriah menghitung durasi satu tahun berdasar 12 siklus sinodis bulan atau 12 fase ketika bulan menampakkan hilalnya.

Sistemnya dimulai dari Ahad hingga Sabtu dan diawali dengan bulan Muharram hingga Dzul Hijjah, siklus sinodis per bulan kalender hijriah juga terbilang variatif dengan rata-rata 29,53 hari. Berbeda dengan kalender Masehi yang menggunakan jumlah hari dalam sebulan sebanyak 30 atau 31 hari, sementara kalender Hijriah hanya 29 dan/atau 30 hari, itupun tidak teratur dengan berfokus pada status hilal (adakalanya tanggal 29 sudah tampak hilal).

Karena perbedaan tersebut, dalam hitungan satu tahun kalender hijriah, biasanya 11 hari lebih pendek daripada kalender masehi. Dan tidak kalah penting, keberadaan kalender hijriah juga menjadi tonggak sistem kemajuan peradaban Islam hingga saat ini.

Dari 12 bulan kalender hijriah tersebut, meliputi 1) Muharram; 2) Shafar; 3) Rabi’ul Awal; 4) Rabi’ul Akhir; 5) Jumadil Awal; 6) Jumadil Akhir; 7) Rajab; 8) Sya’ban; 9) Ramadhan; 10) Syawal; 11) Dzul Qa’dah; serta 12) Dzul Hijjah. Wallahu A’lam. [adm]

Artikel serupa diterbitkan di beritajatim.com

tirto.id - Tahun baru Islam atau 1 Muharam 1442 H akan jatuh pada Kamis, 20 Agustus 2020. Dalam Islam, Muharam adalah bulan pertama di kalender Hijriah. Ia merupakan bulan bersejarah yang memiliki banyak keistimewaan bagi umat Islam.

Berbeda dari penanggalan masehi yang berpatokan pada rotasi matahari, penanggalan hijriah atau disebut juga penanggalan komariah berpatokan pada rotasi bulan.

Oleh karena itu, ia juga disebut perhitungan kalender lunar. Setahun dalam penanggalan hijriah ini lebih pendek 11 sampai 12 hari dari penanggalan masehi atau kalender solar.

Sejarah Penetapan Kalender Hijriah

Kalender hijriah sebenarnya baru resmi digunakan oleh umat Islam pada masa setelah Rasulullah SAW wafat. Dalam makalah "Meninjau Ulang Muharram Sebagai Tahun Baru Islam" yang terbit di laman academia.edu, Muhammad Anis Mulachela menjelaskan, penggunaan kalender hijriah baru resmi ditetapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.

Semula, Umar bin Khattab menerima surat dari sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Abu Musa Al-Asy'ari yang tanpa disertai titi mangsa dan hari pengirimannya. Umar kemudian menyadari ada kesulitan pada saat melakukan pengarsipan dan seleksi urutan surat.

Oleh karena itu, Umar lalu memerintahkan pelaksanaan musyawarah yang melibatkan para ahli dan sahabat Nabi SAW, untuk menyusun penanggalan yang khusus berlaku dalam Islam.

Di musyawarah itu, ada yang mengusulkan kepada Umar untuk menjadikan peristiwa bi’tsah Nabi Muhammad SAW sebagai awal penanggalan. Sementara di riwayat lain Umar disebut sebagai orang yang mengusulkan agar kalender Islam mengacu pada waktu kelahiran atau pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah.

Namun, Ali bin Abi Thalib tidak menyetujui usul tersebut. Ali kemudian mengusulkan awal kalender dalam Islam dimulai dari tahun terjadinya hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Usul ini ternyata diterima peserta musyawarah dan Umar lalu menetapkan penggunaan kalender resmi milik umat Islam pada tanggal 8 Rabi’ul Awal tahun 17 H. Nama kalender milik umat Islam ini adalah Hijriah karena menjadikan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai permulaan penanggalan.

Lantas, mengapa Muharam ditetapkan sebagai bulan pertama di kalender tahun hijriah?

Amirul Ulum dalam artikel "Menelisik Histori Muharam dan Hijriyah" yang tayang di laman nu.or.id, menjelaskan bahwa Muharam ditetapkan sebagai bulan pertama penanggalan hijriah karena pada bulan ini, Nabi Muhammad SAW pertama kali berniat dan merencanakan akan berhijrah.

Setelah merencanakan hijrah, Nabi Muhammad SAW merealisasikan niatnya itu dengan pergi dari kota Mekkah pada Kamis di akhir bulan Shafar dan keluar dari tempat persembunyiannya dari gua Tsur pada tanggal 2 Rabiul Awal atau 20 September 622 M untuk menuju ke Madinah. Tahun saat peristiwa ini terjadi ditetapkan sebagai tahun 1 Hijriah.

Keistimewaan Bulan Muharram

Selain menjadi bulan saat Nabi SAW pertama kali berniat dan merencanakan hijrah, Muharram pun menjadi salah satu bulan yang memiliki banyak keistimewaan. Salah satu rujukan mengenai keistimewaan Muharam bisa ditemukan di Alquran, surah At-Taubah ayat 36:

"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah [ketetapan] agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa," (Q.S At-Taubah [9]: 36).

Para ahli tafsir berpendapat empat bulan haram itu maksudnya bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Pada empat bulan itu, umat Islam dilarang berperang. Artinya, 4 bulan itu lebih istimewa dari bulan-bulan lain, kecuali Ramadhan.

Adapun yang dimaksud dengan 4 bulan haram itu ialah Muharram, Zulkaidah, Zulhijah dan Rajab, demikian dikutip dari NU Online. Keterangan mengenai nama 4 bulan haram itu terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:

"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Akhirah dan Sya'ban," (HR Bukhari dan Muslim).

Latar belakang ini juga menjadi dasar penamaan bulan Muharram. Seperti dilansir laman Muslim Hands, kata Muharam dalam bahasa Arab berarti "yang dilarang". Jadi, pada bulan ini, aktivitas tertentu menjadi terlarang untuk dilakukan, terutama berperang.

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya bahkan memaparkan, pahala untuk amal baik pada empat bulan itu akan dilipatgandakan, demikian pula dosa perbuatan buruk. Dikutip dari kitab Tafsir Ibnu Katsir (Juz 4: 89-90), ia menyitir pernyataan Abu Qatadah:

"Sesungguhnya berbuat zalim pada Muharam lebih besar dosanya dibanding dengan kezaliman yang dikerjakan di bulan lainnya, walaupun perbuatan zalim yang dikerjakan pada selain bulan itu tetap besar dosanya, tetapi Allah SWT mengagungkan urusan-Nya sesuai kehendaki-Nya."

Selain itu, keistimewaan bulan Muharam yang lain adalah julukan Syahrullah atau "Bulan Allah" yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Derajat kemuliaannya pun berada setingkat di bawah bulan Ramadan. Hal ini disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:

"Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadan, puasa di bulan apa yang lebih afdal?' Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharam'," (H.R. Ibnu Majah).

Baca juga:

  • Jadwal 1 Muharram 2020, Puasa Asyura & Doa Sambut Tahun Baru Islam
  • Keutamaan Puasa Tasua dan Asyura di Bulan Muharram & Bacaan Niatnya

Baca juga artikel terkait MUHARRAM atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA