Jelaskan secara singkat sejarah berdirinya organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond

Minggu, 26 Juni 2022 | 04:27 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 22:39 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 20:07 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 19:42 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 19:26 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 18:45 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 17:33 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 16:45 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 15:51 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 15:27 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 14:05 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 12:24 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 12:00 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 11:46 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 11:29 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 11:24 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 09:36 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 08:12 WIB

Sabtu, 25 Juni 2022 | 06:15 WIB

Jumat, 24 Juni 2022 | 23:54 WIB

Page 2

Page 3

Pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Sumatra, juga ikut mendirikan organisasi untuk menyatukan para pemuda yang berasal dari daerah itu. Mengikuti Jejak murid-murid Jawa dari sekolah menengah, murid-murid Sumatra pada tanggal 2 Desember 1917 mendirikan Jong Sumatranen Bond di gedung STOVIA. Organisasi ini didirikan di Jakarta, dan mempunyai cabang diluar Jawa yaitu Padang dan Bukittinggi.

Maksud dan tujuannya antara lain ialah memperkokoh hubungan ikatan diantara murid-murid yang berasal dari Sumatra dan menanamkan keinsyafan bahwa mereka kelak akan menjadi pemimpin, disamping itu juga ikut membangunkan perhatian dan mempelajari kebudayaan Sumatra.

Walaupun perkumpulan pemuda tidak bersifat politik, tetapi pemerintah Hindia Belanda mencurigai dan bersikap sinis terhadap gerakan pemuda ini, keadaan ini lebih dirasakan lagi diluar Jakarta.

Pada tahun 1918 Pemuda Bahder Djohan dilantik menjadi sekertaris Jong Sumatranen Bond cabang Padang. Disekolahnya dia diejek oleh gurunya orang Belanda, dengan menggambarkan seorang anak berjalan didepan memegang bendera. Guru itu berkata ini Bahder Djohan memegang bendera bangsanya, anak-anak lain bersorak dengan riuh rendah dan Bahder Djohan merasa sangat dihina sekali dengan ejekan itu ( Lihat 40 h.6 ). Ejekan semacam ini juga sering dialami oleh tokoh-tokoh pemuda lainnya tetapi semangat mereka tidak mundur. Kemudian Jong Sumatranen Bond mengadakan kongresnya yang pertama di padang ( Juli 1921). Tetapi walaupun begitu tempat bekerja para anggota terutama dipulau Jawa, tempat belajar anggota-anggota terbanyak tokoh-tokoh dari Jong Sumatranen Bond adalah : Moh. Hatta, Moh Yamin, M. Tamzil, Bahder Djohan, Assat, Amir, Abu Hanifah dan A.K Gani.

Karena kebanyakan pemimpin-pemimpin Jong Sumatranen Bong ada di Jakarta bahkan ada diantaranya yang sekolah kenegeri Belanda, maka mereka lebih cepat menanggalkan baju daerahnya dan menggantikannya dengan baju Indonesia.

Moh Hatta kemudian ikut memimpin Indische Vereeninging yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia ( P.I ) di negeri Belanda, Abu Hanifah kemudian ikut menjadi anggota perkumpulan “Langen Siswo” dari Jong Java.

Sumber : Buku Peranan Kramat Raya

Awal abad ke-20 banyak organisasi kepemudaan yang muncul di Hindia Belanda. Organisasi kepemudaan pertama yang berdiri adalah Boedi Oetomo yang berdiri pada 20 Mei 1908. Berbagai organisasi kepemudaan lain kemudian juga muncul, salah satunya adalah Jong Sumatranen Bond (JSB). Organisasi ini berdiri untuk mempererat hubungan pemuda-pemuda yang berasal dari Sumatera. JSB didirikan pada 9 Desember 1917 di Jakarta. Pada 4-6 Juli 1919 JSB mengadakan kongres pertama di Padang. Kongres ini dihadiri oleh beberapa perwakilan JSB yang ada di Jawa dan Sumatra. Kongres ini juga dihadiri oleh Residen Sumatera Barat Le Febore yang mempunyai simpati terhadap gerakan pemuda. Di akhir Kongres, JSB juga meresmikan pembangunan sebuah tugu. Peletakan batu pertama dilakukan pada 6 Juli 1919 oleh Mevrouw M.J.J. Ahrends Overgauw istri Mr. Ahrend yang waktu itu adalah Asisten Residen yang merangkap sebagai Walikota Padang. Tugu ini dibangun sebagai peringatan Kongres Pertama JSB. Hal tersebut diperkuat dengan tulisan awal yang ada di tugu, yaitu Terherinnering aan het 1ste Congres van JSB (mengenang Kongres Pertama JSB). Perubahan tulisan pada tugu terjadi setelah JSB dibubarkan. Di salah satu sisi tugu tertulis angka 1917 yang merupakan tahun berdirinya JSB. Sedangkan pada sisi lain bertulis angka tahun 1930 yang merupakan tahun dibubarkannya JSB.

Tugu Jong Sumatra / Tugu Pemoeda merupakan sebuah tugu yang terletak di Padang, Sumatera Barat. Tugu ini berbentuk lingga yoni dengan bagian atas yang berbentuk runcing dan melebar di bagian bawahnya. Di bagian atas tugu ini terdapat sebuah bentuk lingkaran yang menempel dengan bagian atas tugu yang berbentuk runcing segi empat. Di bagian bawah tugu terdapat sebuah tumpak yang mempunyai bentuk seperti trapesium. Di beberapa bagian tugu ini, tepatnya di bagian sisi di masing-masing tumpak terdapat beberapa nisan yang berisi tulisan. Nisan pertama bertuliskan “Peringatan Rapat Besar Kesatoe J.S.B (Jong Sumatranen Bond). Di atas nisan ini, terdapat sebuah nisan lain yang bertuliskan “Perkoempoelan Pemoeda Soematra Dalam Rapat Besar di Kota Jakarta…..”. Namun sayang, tulisan pada nisan ini tidak dapat terbaca seluruhnya. Pada sisi lain bagian tumpak, tepatnya di sebelah kiri nisan pertama terdapat nisan yang bertuliskan angka “1910”. Di sisi sebelah kiri nisan angka 1910 terdapat sebuah nisan yang bertuliskan “Kekallah Agama Islam.” Sisi terakhir terdapat sebuah nisan bertuliskan “Tersiarnja Pergerakan Anak Sumatera”. Bentuk tugu ini hampir mirip dengan Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia yang terdapat di Jakarta.

Diposkan oleh Unknown di 9:00 PM

  1. mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelajar Sumatra dan membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
  2. membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat-istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan Sejarah Sumatra.

Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:

  1. menghilangkan adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang Sumatera;
  2. memperkuat perasaan saling membantu;
  3. bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan alat propaganda, kursus, ceramah-ceramah dan sebagainya.

Berdirinya Jong Sumatranen Bond ternyata dapat diterima oleh pemuda-pemuda Sumatera yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat organisasi ini sudah mempunyai cabng-cabangnya di Jakatra, Bogor, Serang, Sukabumi, Bandung, Purworejo, dan Bukittinggi. Dari organisasi inilah kemudian muncul tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Atas kesadaran nasionalisme, nama Jong Sumatranen Bond yang menggunakan istilah bahasa Belanda, diubah menjadi Pemoeda Soematra.

Anda sekarang sudah mengetahui Jong Sumatranen Bond. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

Tags : Sejarah

Related : Sejarah Berdirinya Jong Sumatranen Bond, Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Pergerakan Nasional

tirto.id - Tahun-tahun awal masa pergerakan nasional tak hanya diramaikan organisasi macam Budi Utomo, Indische Partij, atau Sarekat Islam. Sejarah mencatat, para pelajar sekolah-sekolah menengah di Hindia Belanda juga tak ketinggalan. Salah satu organisasi kepemudaan yang terawal adalah Tri Koro Dharmo yang berdiri pada 1915.

Organisasi yang pada 1918 berubah nama jadi Jong Java ini memantik pemuda-pemuda daerah lain untuk membikin organisasi sejenis. Dan, salah satu yang terpantik adalah beberapa pelajar sekolah menengah asal Sumatra di Batavia. Di antara mereka itu ada Tengku Mansur, Muhammad Anas, Alinudin, Nazief, dan Amir.

Advertising

Advertising

Di kelompok ini Muhammad Anas adalah motornya. Ia mengajak beberapa kawan sekampung halamannya membentuk suatu perkumpulan pemuda Sumatra. Segera setelah itu, suatu surat edaran dibuat dan diedarkan ke sekolah-sekolah menengah di seantero Batavia.

Surat edaran itu berisi ajakan berapat bagi pemuda asal Sumatra pada suatu hari dan tanggal yang telah ditentukan. Tempatnya di Gedung Volkslectuur di daerah Weltevreden (saat ini Gambir). Tak ketinggalan pula kelompok Muhammad Anas mengundang tokoh-tokoh Sumatra yang telah punya nama seperti Abdul Muis, Sutan Temenggung, dan Haji Agus Salim.

Gayung bersambut, ajakan kelompok Muhammad Anas berhasil menarik sekira 90-an pelajar asal Sumatra untuk datang ke Gedung Volkslectuur. Mereka datang dari STOVIA, Rechtschool, Kweekschool, dan MULO.

Dibuka pada 10.00 pagi, beberapa penggagasnya bergantian pidato. Di antaranya adalah Tengku Mansur dan Muhammad Anas. Bergantian mereka bicara tentang gagasan membentuk organisasi kepemudaan Sumatra dan tujuan-tujuan rincinya. Rangkaian itu lalu ditutup oleh Amir yang membacakan suatu anggaran dasar dari organisasi yang nantinya akan dibentuk.

Edy Suwardi dalam tesisnya di Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Jong Sumatranen Bond: Dari Nasionalisme Etnik Menuju Nasionalisme Indonesia (2007: 37), menyebut rapat pembentukan organisasi itu agak lain dari biasa.

“Biasanya di dalam sebuah organisasi, yang pertama kali ditentukan adalah nama organisasi tersebut, tetapi di dalam membentuk organisasi pemuda Sumatra ini, penguruslah yang dipilih terlebih dulu baru kemudian pemberian nama terhadap organisasi itu," tulis Edy Suwardi.

Usai seharian pidato dan dilanjutkan sidang, terpilihlah Tengku Mansur dan Abdul Munir Nasution sebagai ketua dan wakil. Jabatan sekretaris diisi dua orang, Muhammad Anas dan Amir. Sementara jabatan bendahara diisi Marzuki. Semuanya adalah pelajar STOVIA.

Sebagai puncak acara, para peserta yang hadir menyepakati satu nama untuk organisasi mereka. Maka hari itu, Minggu, 9 Desember 1917, tepat hari ini 101 tahun silam, Jong Sumatranen Bond (JSB) resmi terbentuk.

Baca juga: Peran Besar Tirto Adhi Soerjo dalam Sejarah Pergerakan Nasional

Solidaritas Pemuda Sumatra

Pengurus Besar JSB berkedudukan di Batavia. Pengurus dan anggotanya adalah para pelajar sekolah-sekolah menengah asal Sumatra. Pemuda yang telah lulus sekolah menengah bisa juga ikut bergabung sebagai anggota luar biasa.

Dalam tahun pertama pendirian, pengurus JSB berusaha membentuk cabang-cabang organisasi di berbagai kota. Untuk urusan ini, JSB meminta para anggotanya berperan aktif.

“Para anggota yang kembali ke daerah masing-masing diharuskan untuk membawa kabar atau melakukan propaganda ke daerah asalnya tersebut dengan sasaran untuk dapat mengembangkan dapat mengembangkan organisasi ini melalui pembukaan cabang-cabang," tulis Edy Suwardy (hlm. 38).

Salah satu tokoh JSB yang berjasa dalam propaganda JSB di Sumatra—khususnya daerah Minangkabau—adalah Nazir Datuk Pamuntjak. Pada Januari 1918 Nazir yang tengah menunggu keberangkatan ke Belanda untuk sekolah pulang dulu ke Padang.

Selain kunjungan keluarga, Nazir juga membawa misi propaganda JSB. Tujuannya adalah membuka cabang JSB di Padang dan Bukittinggi. Usahanya itu disokong organisasi Sarekat Usaha yang memberinya tempat untuk menggelar rapat umum.

Mohammad Hatta adalah salah satu pelajar yang langsung tertarik bergabung dalam JSB usai dikompori Nazir. “Kedatangan itu memperluas kaki langit pandangan kami pemuda Sumatera yang bersekolah di Padang. Perkumpulan itu menyingkapkan tabir masalah baru bagi kami yang sebelum itu tidak dikenal," tulis Hatta dalam memoarnya, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi jilid 1 (2011: 57).

Hatta mengenang, kala itu Nazir berpidato dengan bahasa Belanda. Kepada pelajar-pelajar yang hadir ia mengatakan bahwa pemuda Sumatra telah ketinggalan langkah dari pemuda Jawa dalam hal pergerakan. Tak bisa lain pemuda Sumatra harus mengejar ketinggalan itu melalui JSB.

Baca juga: Sinar Cemerlang bagi Bahasa Indonesia

Selama hampir sejam Nazir menguraikan bahwa JSB dibikin untuk memperkuat pertalian di antara pemuda-pemuda Sumatra dan menjadi wadah belajar kepemimpinan. Lain itu, JSB juga mengajak anggotanya untuk memperdalam perhatian terhadap kebudayaan Sumatra. Hatta begitu terpengaruh oleh pidato Nazir.

“Terasa olehku seolah-olah suatu tugas baru terbentang di muka pemuda Sumatera. Mereka harus menyiapkan diri untuk menjadi pemimpin dan pendidik guna mengangkat derajat bangsanya yang masih terbelakang," kenang Hatta dalam memoarnya (hlm. 58).

Esoknya Hatta dan beberapa kawannya tanpa ragu ikut terlibat dalam rapat pendirian JSB Cabang Padang. Hatta sendiri dipercaya memegang jabatan bendahara.

Edy Suwardi mencatat bahwa dalam tahun pertamanya JSB telah merekrut 419 anggota dari sembilan cabang. Selain di Batavia, JSB juga berdiri di Sukabumi, Buitenzorg, Serang, Bandung, Purworejo. Sementara di Sumatra JSB punya cabang di Padang, Bukittinggi, dan Medan (hlm. 39).

Kegiatan-kegiatan JSB, selain propaganda, umumnya diisi kursus dan diskusi. JSB sering mengundang tokoh-tokoh yang kompeten untuk memberi penerangan soal budaya, sejarah, seni, bahasa, dan politik. Agar pidato dan hasil diskusi itu bisa menjangkau kalangan luas, JSB juga menerbitkan sebuah majalah yang diberi nama Jong Sumatra.

Berubah Nama Lalu Lebur

Hatta tak memungkiri bahwa JSB adalah ruang pertama yang memberinya pengalaman organisasi dan belajar politik. Selain Hatta banyak juga jago-jago pergerakan yang merupakan alumni JSB. Di antara mereka ada Bahder Djohan, Mohammad Amir, dan Muhammad Yamin.

Bahder Djohan adalah kawan dekat Hatta semasa bersekolah di Padang dan Batavia. Dengan Bahder Djohan lah Hatta sering kali menghabiskan waktu berdiskusi tentang banyak hal (hlm. 96). Ia masuk JSB bersamaan dengan Hatta. Di pengurus pusat JSB ia dipercaya memegang jabatan sekretaris. Ia ikut pula terlibat dalam Kongres Pemuda pertama 1926. Di Masa kemerdekaan Bahder Djohan pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia.

Baca juga: Dari Bekas Kampus Kolonial, Lahirlah Universitas Indonesia

Muhammad Amir adalah kader JBS Cabang Bukittinggi. Pada periode 1920-1921 ia adalah ketua cabangnya. Aktivitas politiknya berlanjut hingga menjelang kemerdekaan. Saat itu ia menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di masa kemerdekaan ia pernah menjabat wakil gubernur Sumatra.

Sementara Muhammad Yamin adalah ketua terakhir Pengurus Besar JSB. Ia mulai terlibat dalam JSB sekira 1920-an selama bersekolah di Algemeene Middelbare School Surakarta. Ia adalah salah satu kader yang getol menggelorakan gagasan-gagasan keindonesiaan di JSB.

“Dalam pidatonya yang berjudul De maleische taal in het verleden, heden en toekomst (Bahasa Melayu di Masa Lampau, Sekarang, dan Masa Datang), ia mengemukakan idenya mengenai penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan Indonesia—meskipun pidatonya sendiri masih dibawakan dalam bahasa Belanda," tulis majalah Tempo edisi 18-24 Agustus 2014.

Baca juga: Penyederhanaan Bahasa Daerah dan Politik Bahasa Era Kolonial

Yamin dipercaya menjadi ketua JSB untuk periode 1926-1928. Di masa inilah pengaruh Yamin begitu menonjol di kalangan pergerakan nasional. Ia tak hanya giat di JSB, tetapi juga ikut ambil peran dalam Kongres Pemuda pertama dan kedua.

Usai Kongres Pemuda kedua pada 1928, Jong Sumatranen Bond berganti nama jadi Pemuda Sumatra. Tapi itu tak lama, karena Yamin kemudian mendorong Pemuda Sumatra untuk berfusi dengan organisasi pemuda daerah lainnya. Ia melibatkan Pemuda Sumatra bersama Jong Java, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, dan Sekar Rukun membentuk organisasi Indonesia Muda.

“Menyusul pembentukan Indonesia Muda, Yamin membubarkan Pemuda Sumatera dalam suatu acara di Gedung Pertemuan, Gang Kenari, Jakarta, pada 23 Maret 1930," catat majalah Tempo.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Fadrik Aziz Firdausi
(tirto.id - fdr/ivn)

Penulis: Fadrik Aziz Firdausi Editor: Ivan Aulia Ahsan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA