Jelaskan proses spermatogenesis dan oogenesis beserta gambar

Faktor-faktor yang memengaruhi spermatogenesis

Menurut sebuah ulasan terbitan Seminars in cell & developmental biology (2016), beberapa faktor berikut dapat memengaruhi proses pembentukan sperma.

1. Pengaruh lingkungan

Semenjak zaman Kekaisaran Romawi, paparan bahan kimia seperti timbal diduga dapat memengaruhi spermatogenesis.

Saat ini, hasil studi in vitro pada sel tumbuhan dan uji pada hewan memperlihatkan efek negatif paparan bahan kimia tersebut pada sistem reproduksi pria.

Namun, penelitian yang dilakukan pada manusia belum menunjukkan bukti yang kuat mengenai dampak paparan zat kimia pada proses reproduksi pria.

2. Faktor genetik

Kelainan genetik menyumbang 15 – 30% kasus ketidaksuburan (infertilitas) pria.

Ketidaksuburan pria memang tidak diturunkan secara genetik. Namun, ada sejumlah kondisi genetik yang bisa menjadi penyebab kemandulan.

Kondisi ini seperti gangguan kromosom yang bisa memengaruhi spermatogenesis seperti sindrom klinefelter, infertilitas kromosom Y, dan masalah genetik lainnya.

3. Obesitas

Obesitas bisa mengakibatkan hiperestrogenisme yakni kelebihan hormon estrogen. Kondisi ini bisa memengaruhi proses produksi sperma.

Hormon estrogen yang meningkat menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron. Kadar testosteron yang rendah bisa menghambat spermatogenesis.

4. Diabetes

Diabetes mellitus menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, termasuk testis. Kerusakan testis akan memengaruhi proses spermatogenesis, terutama pembentukan sperma yang sehat.

Gangguan yang berkaitan spermatogenesis

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan sejumlah gangguan yang berkaitan dengan spermatogenesis, di antaranya sebagai berikut.

1. Sindrom klinefelter

Sindrom Klinefelter merupakan salah satu gangguan kromosom langka yang dapat terjadi saat masa kehamilan.

Kondisi ini menyebabkan testis menjadi berukuran lebih kecil. Produksi testosteron pun menjadi lebih rendah. Beberapa orang bahkan tidak menghasilkan sperma sama sekali.

2. Infertilitas kromosom Y

Infertilitas kromosom Y menyebabkan pria menghasilkan sel sperma yang lebih sedikit, sel sperma yang berbentuk tidak normal, atau tidak memproduksi sel sperma yang matang.

Di balik terciptanya seorang manusia, ada tahapan panjang yang melibatkan pembentukan sel sperma dan sel telur melalui proses yang disebut sebagai spermatogenesis dan oogenesis, sebelum akhirnya saling menemukan satu sama lain. Bagaimanakah prosesnya?

Semua bermula ketika gametogenesis terjadi

Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet atau sel kelamin. Sel gamet terdiri dari gamet jantan (spermatozoa) yang dihasilkan di testis dan gamet betina (ovum) yang dihasilkan di ovarium.  Sebelum saling bertemu dalam proses pembuahan, kedua sel kelamin ini perlu melalui proses pematangan untuk akhirnya dilepaskan.

Proses pematangan spermatozoa dinamakan spermatogenesis dan untuk sel telur disebut oogenesis. Keduanya memiliki empat tahap dalam prosesnya, yaitu tahap perbanyakan, pertumbuhan, pematangan, dan perubahan bentuk.

Spermatogenesis, perjalanan sperma dari dibentuk hingga siap dikeluarkan

Ilustrasi sperma

Spermatogenesis adalah awal dari proses pembentukan sel spermatozoa yang biasa kita kenal sebagai sperma. Proses ini terjadi di organ kelamin jantan yang disebut testis, tepatnya di bagian tubulus seminiferous.

Tubulus seminiferous berperan penting pada proses pembentukan sperma karena pada dindingnya terdapat calon sperma (spermatogonium/spermatogonia) yang berjumlah ribuan. Benih-benih sperma ini diberi nutrisi oleh sel Sertoli, yang juga terdapat di tubulus seminiferous, untuk bisa melakukan pembelahan sel yang terdiri dari mitosis dan meiosis, hingga pada akhirnya terbentuk menjadi sperma yang matang.

Sperma yang matang kemudian disimpan di suatu saluran yang terletak di belakang testis, yakni epididimis. Dari epididimis, sperma bergerak ke bagian lain yang dinamakan vas deferens dan duktus ejakulatorius.

Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh organ reproduksi lainnya, seperti vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan bulbo uretra, ditambahkan pada sperma hingga membentuk cairan yang biasa disebut sebagai semen atau air mani. Cairan ini kemudian mengalir menuju uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi.

Faktor-faktor yang memengaruhi spermatogonesis

Faktor-faktor berikut memengaruhi proses terbentuknya sperma, di antaranya adalah:

1. Hormon

Hormon memegang peranan penting dalam proses pembentukan sperma. Beberapa jenis hormon yang punya andil dalam proses ini, yaitu:

LH berfungsi untuk merangsang sel Leydig yang terdapat di testis untuk menghasilkan hormon testosteron yang dapat mendorong proses spermatogenesis terjadi.

FSH merupakan hormon yang dapat merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein), yang berfungsi untuk melindungi, menunjang, dan memberi makan benih sperma hingga menjadi sperma yang matang.

Hormon testosteron dihasilkan oleh testis yang berfungsi merangsang perkembangan organ seks untuk melakukan spermatogenesis.

Keseimbangan hormon-hormon di atas akan membantu pembentukan sperma yang berkualitas. Sebaliknya, jika terdapat ketidakseimbangan dalam jumlahnya, maka sperma akan mengalami penurunan kualitas hingga dapat menyebabkan gagalnya sperma dalam membuahi sel telur.

2. Suhu testis

Peningkatan suhu di dalam testis akibat demam berkepanjangan atau terlalu lama melakukan kegiatan dengan kondisi panas yang berlebihan, bisa menyebabkan berkurangnya pergerakan dan jumlah sperma, serta meningkatkan jumlah sperma yang abnormal di dalam semen. Pembentukan sperma yang paling efisien adalah pada suhu 33,5° C (lebih rendah dari suhu tubuh).

3. Penyakit

Penyakit serius pada testis atau terjadinya penyumbatan pada vas deferens bisa mengakibatkan azoospermia, yang merupakan gangguan di mana sperma tidak terbentuk sama sekali. Selain itu, jika terjadi pelebaran vena di dalam skrotum (kantong testis) yang dinamakan varikokel, dapat menyebabkan terhalangnya aliran darah pada testis sehingga mengurangi laju pembentukan sperma.

4. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan, seperti simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin, atau pemakaian ganja, dapat memengaruhi jumlah sperma yang dihasilkan.

Oogenesis, perjalanan sel telur dari dibentuk hingga siap dibuahi

Ilustrasi ovarium, tempat di mana sel telur terbentuk

Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam indung telur yang disebut ovarium. Oogenesis dimulai dengan pembentukan benih sel-sel telur yang disebut oogonia. Pembentukan sel telur pada perempuan dimulai sejak di dalam kandungan ibu, ketika masih berbentuk janin yang sudah memiliki organ reproduksi.

Sama seperti pembentukan sperma, sel telur juga mengalami proses pembelahan yang disebut mitosis dan meiosis. DI akhir bulan ketiga usia janin, semua oogonia telah selesai dibentuk dan siap memasuki tahap pembelahan. Seluruh oogonia tersebut akan membelah hingga menjadi sel telur. Pembelahan ini baru berhenti hingga bayi perempuan dilahirkan.

Selama proses tersebut berlangsung, akan terbentuk 6-7 juta sel telur dan akan berkurang hingga sekitar 1 juta sel telur pada saat bayi dilahirkan. Sel telur tersebut terus mengalami penurunan jumlah hingga sekitar 300.000 sel telur yang disimpan hingga masa pubertas tiba.

Usai masa pubertas, seorang wanita akan memasuki masa aktif reproduksi di mana oogenesis kembali terjadi dalam waktu satu bulan sekali, yang diatur dalam siklus menstruasi. Selama masa aktif reproduksinya, hanya sekitar 300-400 telur matang yang akan dilepaskan untuk selanjutnya dibuahi. Jumlah dan kualitas telur ini akan terus menurun seiring berjalannya usia seorang wanita.

Selama siklus menstruasi berlangsung, indung telur akan menghasilkan 5-20 kantong kecil yang disebut dengan folikel. Setiap folikel ini mengandung sel telur yang belum matang. Namun, hanya sel telur paling sehatlah yang pada akhirnya akan matang. Telur-telur yang sudah matang tersebut akan dilepaskan oleh indung telur ke saluran telur bernama tuba falopi.

Selanjutnya, jika sel telur tersebut bertemu dengan sel sperma dan berhasil dibuahi, sel telur tersebut akan menetap di tuba falopi dan menempel di dinding rahim. Jika tidak terjadi pembuahan, maka sel telur akan dikeluarkan dari dalam tubuh sekitar 14 hari kemudian dalam bentuk darah menstruasi.

Faktor-faktor yang memengaruhi oogenesis

Proses pembentukan oogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon, seperti FSH dan LH. Pada saat terjadi siklus menstruasi, bagian otak yang disebut hipotalamus menghasilkan hormon GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi kelenjar penghasil hormon (pituitari) untuk mengeluarkan hormon FSH dan LH.

Kejadian ini menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi hormon estrogen dan progesteron yang akhirnya merangsang ovulasi terjadi. Jika terjadi ketidakseimbangan pada hormon-hormon tersebut, ovulasi pun akan ikut terganggu.

Perbedaan spermatogonesis dan oogenesis

Perbedaan spermatogenesis dan oogenesis terletak pada beberapa hal berikut:

Spermatogenesis adalah pembentukan sel sperma yang dialami pria, sedangkan oogenesis pembentukan sel telur yang dialami wanita.

Spermatogenesis terjadi di dalam testis pria, sedangkan oogenesis terjadi di ovarium wanita.

Spermatogenesis baru dimulai saat pubertas, sedangkan proses oogenesis sudah dimulai saat masih menjadi janin, yaitu pada tahap perkembangan embrio

Spermatogenesis melibatkan fase pertumbuhan pendek, sedangkan oogenesis melibatkan fase yang panjang.

Spermatogenesis terjadi secara terus-menerus setelah pubertas, sedangkan pada oogenesis terjadi dalam pola layaknya siklus.

Spermatogonesis dan oogenesis adalah bagian dari proses reproduksi yang dipengaruhi beberapa faktor yang harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Jika mengalami gangguan pada kesuburan Anda, bisa saja penyebabnya terjadi di pada kedua proses tersebut. Segera hubungi dokter untuk konsultasi lebih lanjut.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA