Secara umum masalah kurang gizi disebabkan oleh banyak faktor. Pada tahun 1988 UNICEF telah mengembangkan kerangka konsep makro, sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi.
Penyebab langsung : Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
Penyebab tidak langsung : Terdapat tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
-
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
-
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
-
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung diprediksi sebagai pokok masalah di masyarakat. Sedangkan akar masalahnya berupa kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.
Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tandatanda klinis seperti ; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium).
Solusi Permasalahan Gizi Masyarakat harus melibatakan semua pihak yang terkait baik pemerintah, wakil rakyat, swasta, unsur perguruan tinggi dan lain-lain. Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu masih banyak masyarakat yang kekurangan gizi, tapi di sisi lain terjadi gizi lebih. Kabupaten Kota daerah membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat, misalnya kebijakan yang mempunyai filosofi yang baik “menolong bayi dan keluarga miskin agar tidak kekurangan gizi dengan memberikan Makanan Pendamping (MP) ASI (Hadi, 2005).
Sedangkan alternatif solusi lainnya yang dapat dilakukan antra lain (Azwar, 2004).
-
Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.
-
Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
-
Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
-
Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
-
Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
-
Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
Alternatif Pemecahan Masalah Gizi Buruk Pada Anak
Masalah gizi buruk hingga saat ini maasih merupakan masalah kesehatan masyarakat serius di Indonesia. Akbibat gizi buruk pada balita, mereka akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun kecerdasan. Pada tingkat kecerdasan, dikarenakan tumbuh kembang otak hampir 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun, maka akibat masalah gizi buruk ini dapat berpengaruh sangat serius terhadap tingkat kecerdasan penderita. Diperkirakan Indonesia telah kehilangan Intelligence Quotient (IQ) 220 juta IQ poin dan penurunan produktivitas hingga 20-30%.
Penyebab lain timbulnya masalah gizi buruk, disamping kemiskinan dan kurangnya ketersediaan pangan, juga karena kurang baiknya sanitasi dan pengetahuan tentang gizi, serta tidak tercukupinya menu seimbang pada konsumsi. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor sosio-budaya sangat berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah gizi. Kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut gaya hidup. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan yang kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Sementara pendapat lain menyebutkan, bahwa faktor- faktor penyebab gizi buruk jika dilihat dari tingkatan penyebab gizi buruk, dibagi menjadi penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar.
- Penyebab langsung merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk dan adanya penyakit. Interaksi antara asupan gizi dan infeksi akan saling menguatkan untuk memperburuk keadaan. Sehingga akan berakibat fatal penyebab kematian dini pada anak-anak.
- Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi penyebab langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang, perawatan dan pola asuh anak kurang dan pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-anak. Faktor inilah yang akan mempengaruhi buruknya asupan makanan atau gizi anak dan terjadinya infeksi pada anak-anak.
- Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni faktor sumber daya potensial dan yang menyangkut sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya potensial sangat erat kaitannya dengan politik dan idiologi, suprastruktur dan struktur ekonomi. Sementara sumber daya berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan rakyat.
Masalah gizi tidak terbatas pada gizi buruk, namun juga gizi kurang. Masalah gizi sering terjadi pada anak–anak khususnya pada balita. Sebagian besar balita yang menderita masalah gizi kurang, cenderung cepat berkembang menjadi gizi buruk setelah disapih atau pada masa transisi. Pada kondisi ini, resiko kematian lebih tinggi dari pada anak–anak yang berstatus gizi baik. Keadaan gizi kurang, terutama gizi buruk menurunkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi. Keadaan ini juga dapat mangganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan jaringan otak yang akan mengurangi kualitas sumber daya manusia Indonesia, selain itu kita ketahui bahwa anak merupakan tunas bangsa yang kelak menjadi sumber daya manusia yang dapat diandalkan.
Masalah gizi, sebagian besar menimpa pada keluarga miskin. Hingga saat ini, selain kasus gizi buruk yang masih ditemukan, juga kasus gizi buruk lama yang sudah dilakukan penanganan, penting untuk tetap diperhatiakn agar kemungkinan kondisi status gizi tidak kembali memburuk. Beberapa penelitian menyimpulkan, bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan asupan protein. Semakin tinggi pendapatan asupan protein pada balita cenderung tinggi, demikian sebaliknya. Kondisi ini sangat mempermudah penjelasan, hubungan kemiskinan dengan gizi buruk ini.
Keadaan ekonomi keluarga berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dua peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan yaitu pendapatan keluarga dan harga. Apabila pendapatan meningkat berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Pendapatan rendah pada keluarga gizi buruk tentu mengalami kesulitan dalam mengatur keuangan rumah tangga dalam pemenuhan gizi balita. Pendapatan yang kurang, sebenarnya dapat ditutupi jika keluarga tersebut mampu mengolah sumberdaya yang terbatas, antara lain dengan kemampuan memilih bahan makanan yang murah tetapi bergizi dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga.
Penyebab langsung KEP adalah kurang makanan dan infeksi penyakit. KEP pada anak timbul tidak hanya karena kurang makanan, tetapi juga karena infeksi penyakit. Pada kenyataan di lapangan, kombinasi keduanya (kurang makanan dan infeksi penyakit) merupakan penyebab KEP. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di tingkat keluarga, pola asuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Pola pengasuhan sangat dibutuhkan oleh anak dalam memberikan perhatian, penyediaan waktu dan memberi dukungan anak agar tumbuh berkembang dengan baik.
Krisis ekonomi sangat terasa di pedesaan, sehingga status gizi balita di pedesaan lebih buruk dibandingkan dengan balita di perkotaan Masyarakat desa yang tempat tinggalnya di pelosok desa berbeda secara bermakna dengan masyarakat di pinggir jalan besar dalam hal kunjungan mereka ke posyandu. Hal ini sangat berpengaruh terhadap status gizi balita mereka Tingkat ekonomi masyarakat yang rendah merupakan penyebab gizi buruk Akibat lanjut dari gizi buruk adalah timbulnya berbagai penyakit ikutan. Salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia pada anak balita adalah gizi buruk. Anak balita dengan status gizi buruk mempunyai faktor risiko terkena pneumonia 4 kali lipat dibandingkan dengan anak anak balita balita dengan status gizi baik.
Alternatif Penyelesaian Masalah
Upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain seperti peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), tatalaksana gizi buruk di puskesmas perawatan dan rumah sakit, serta Kadarzi atau pemberdayaan masyarakat melalui keluarga sadar gizi.