Jelaskan akibat menghirup udara yang tercemar

23 Agustus 2018

Penyakit Gangguan Paru Kronis merupakan penyebab ketiga dalam kematian dini di seluruh dunia.

Satu studi di Kanada menggunakan relawan untuk menghirup udara kotor yang ditemukan di banyak kota besar, untuk melihat yang dilakukan racun itu terhadap gen kita.

Selama dua jam menghirup asap solar di ruang bawah tanah di sebuah rumah sakit bukanlah hal yang menyenangkan di pagi hari.

Tapi itulah yang dilakukan Julia, subyek COPA-03, di dalam ruang kedap suara berukuran 1,2 x 1,8 meter dengan tinggi 2,1 meter sambil menonton Netflix di iPad.

Sesekali dia menggunakan sepeda latih untuk mengatur pernafasannya. Jumlah asap solar yang dihirupnya kira-kira setara dengan tingkat polusi udara di Mexico City atau Beijing.

Tugasnya bukan untuk mempromosikan pariwisata di kota-kota yang berpolusi itu.

Namun di dalam ruang kedap suara itu, dia sedang membantu untuk lebih mengetahui dampak dari polusi udara, memberi petunjuk akan kebutuhan berkesinambungan dalam membersihkan udara yang kita hirup, dan memusatkan perhatian pada kesulitan bernafas di kalangan orang yang paling menderita.

Polusi udara belakangan ini menjadi keprihatinan besar: akhir tahun 2014 industri mobil Jerman, Volkswagen, dilanda skandal besar setelah terungkap mereka memasang ‘perangkat penipu’ di dalam mobilnya untuk bisa tampak 'lebih bersih' ketika sedang melakukan uji emisi.

Pada tahun 2030, Badan Organisasi Dunia, WHO, memperkirakan Chronic Obstructive Pulmonary Disease, COPD, atau Penyakit Gangguan Paru Kronis merupakan penyebab ketiga dalam kematian dini di seluruh dunia.

Kondisinya biasanya dikaitkan dengan merokok (namun tidak selalu) dan penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus bukan perokok, polusi udara termasuk asap diesel mungkin jadi penyebabnya.

Bagian 'melekat' di negara berkembang

Tidak ada alternatif selain membersihkan udara.Dr David Diaz-Sanchez

Di London saja, kualitas udara yang buruk diperkirakan membunuh sekitar 10.000 orang tiap tahunnya, walau dalam masa yang ekstrem seperti insiden yang disebut Asap Besar tahun 1952, tingkat kematian biasanya jauh lebih tinggi.

Asap solar merupakan polutan yang selalu ada di negara-negara berkembang, kata Dr Jeremy Hirota dari Universitas British Columbia, Kanada. Di negara-negara itu, adalah hal biasa melihat asap hitam ke luar dari truk. Jelaga hitam itu adalah partikel solar.

Kita kembali ke Julia, yang menghirup asap lewat pipa dari generator mesin solar yang mendesing di luar Rumah Sakit Umum Vancouver.

Asap disalurkan ke dalam ruang tempat dia berada dan diencerkan dengan udara bersih yang disaring. Setelah dua jam menghisap secara terkendali, Julia dibawa dengan taksi ke rumah sakit St Paul, tempat dia sesekali secara teratur menggunakan sepeda latih.

Di sana, dalam ruangan yang lebih kecil lagi –seukuran kotak telepon umum dengan dinding kaca- seorang teknisi memandu Julia untuk menarik dan mengeluarkan nafas dengan kuat ke dalam sebuah tabung.

Fungsi paru-parunya digambarkan dalam serangkaian grafik dan Julia diperiksa untuk perubahan darah, air seni, dan fungsi paru-parunya.

Ini bukan pekerjaan untuk relawan yang pengecut. Kemudian, seorang ahli pernafasan, Dr Chris Carlsten, menaruh tabung di tenggorokan Julia yang sudah dibius, menyemprotkan garam ke paru-parunya dan menyedot bagian dari selaput paru-paru yang terlepas dengan menggunakan sikat.

Eksperimen ini amat bernilai. Dengan membuat setiap relawan terpapar pada campuran yang diatur dari udara bersih atau udara yang terpolusi oleh solar secara acak, maka relawan tidak tahu udara yang dia hirup kotor atau bersih.

Dengan demikian maka Carlsten dan Hirota –dua guru besar kedokteran di Pusat Penyakit Gangguan Paru Kronis Universitas British Columbia- bisa mengkaji bagaimana partikel polusi mempengaruhi kita.

Penelitian Carlsten sebelumnya menunjukkan bahwa walau hanya dua jam terpapar polusi udara bisa mempengaruhi gen kita. Pengaruhnya bukan perubahan atas rangkaian DNA –semacam ‘menu; yang membuat inidvidu unik- namun polusi udara tampaknya menambah unsur kimia ke rangkaian DNA.

Dampak yang bisa dibalikkan?

\

Perubahan gen itu dikenal sebagai perubahan epigenetika, jelas Dr David Diaz-Sanchez, pimpinan riset di Labolatorium Riset Pengaruh Lingkungan dan Kesehatan Nasional, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat.

Seperti yang dijelaskan Diaz-Sanchez, factor lingkungan seperti polusi, diet, dan stress bisa membuat gen kita hidup atau mati, atau mempengaruhi bagaimana sel terlihat dalam gen. Sampai beberapa waktu lalu, hanya sedikit bukti-bukti tentang pengaruh polusi atas gen. Namun hal itu mulai berubah.

Apakah perubahan epigenetika yang disebabkan polusi udara bisa dibalikkan? Mungkin saja karena perubahan epigenetika yang terkait dengan polusi udara diduga tidak bersifat jangka panjang namun waktu –dan lebih banyak penelitian- yang kelak akan menjawabnya.

Apakah perubahan itu bisa dibalikkan atau tidak, kita tahu bahwa tubuh kita bereaksi atas polusi udara yang dihirup dalam berbagai cara, seperti dijelaskan Dr Neil Alexis, Departemen Anak Pediatrik dan Pengobatan Lindkungan, Asma, dan Biologi Paru-paru di Universitas North Carolina.

Salah satu cara paru-paru bereaksi dengan peradangan, yang merupakan tanggapan positif tubuh atas sebuah ‘serangan’.

Bagaimanapun jadinya seperti cerita lama, “Terlalu banyak hal yang baik bisa menjadi buruk, sehingga peradangan harus didiamkan atau diatasi,” jelasnya.

Dan mendiamkan atau mengatasi itu merupakan salah satu tugas dari sistem pertahanan tubuh. Selama terpapar udara kotor, fungsi paru-paru juga terpengaruh sehingga menghambat kemampuan kita untuk bernafas.

Orang yang menderita penyakit terkait pernafasan, seperti COPD atau asma, memiliki sistem pertahanan tubuh yang sudah berubah, dengan hasil akhirnya bisa 'di bawah pencapaian atau di atas pencapaian'. Dalam konteks polusi udara, kata Alexis, “kedua skenario itu agaknya tidak baik.”

Carlsten memperkirakan sedikitnya 15% dari kasus COPD di seluruh dunia terkait dengan polusi udara. Dan dibandingan dengan asma, maka COPD memiliki beban sosial dan ekonomi yang lebih besar.

Asma merupakan gangguan arus pernafasan yang bisa dipulihkan cepat dengan obat, namun COPD seperti jaring laba-laba dari selaput paru-paru dengan gangguan hubungan yang tidak bisa dipulihkan.

“Masih ada kerangka kerja untuk jarring laba-laba itu, namun ada lubang besar yang tidak bisa lagi menukar gas, dan Anda tidak bisa mendapatkan udara,” jelas Hirota.

Jika Anda melihat penelitian tentang polusi udara, umumnya merupakan epidemiologi dan sains yang mendasar. Jadi pilar ketiga, kata Carlsten, adalah eksperimen paparan manusia yang dikendalikan.

“Biasanya, ketika kebijakan diputuskan terkait polusi udara, paparan manusia yang dikendalilan selalu mennadi keping yang amat pending dalam sebuah teka-teki,” tuturnya.

Tentu saja, seperti dijelaskan Diaz-Sanchez, cara yang paling efektif untuk menghindari dampak kesehatan meluas dari polusi udara adalah mencegah untuk memproduksinya.

“Tidak ada alternatif selain membersihkan udara,” tegasnya. Namun dalam banyak situasi, hal itu semakin sulit dicapai. Jadi dengan mengidentifikasi orang-orang yang paling berisiko dari polusi udara, maka terbuka pula kemungkinan untuk terapi yang dikembangkan guna menangani mereka yang paling mudah terkena.

“Ini area yang berkembang,” kata Diaz-Sanchez. “Bahkan lima tahun lalu, amat sedikit riset dalam bidang ini namun semakin meningkat sejalan dengan waktu.”

Itulah sebabnya kenapa pernafasan Julia di ruang kecil itu akan menambah data yang sudah diterima dari belasan sukarelawan sebelum dan sesudahnya, bisa memberikan prakarsa baru untuk membersihkan udara

Artikel :  The tiny changes air pollution makes inside you (Lesley Evans Ogden-BBC)

#PPOK #Polusiudara

20 Desember 2019

Dampak Pencemaran Udara (Polusi Udara) Terhadap Penyakit Hipertensi Penulis : dr sri aryanti, MM., M.kes (Mahasiswa S3 Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Lampung /Kasi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Provinsi Lampung


Perkembangan zaman menimbulkan peningkatan aktifitas industri dan transportasi. Hal ini memicu timbulnya pencemaran udara (polusi udara) yang berdampak pada kesehatan, terutama di wilayah industri dan kota-kota besar.  Pencemaran udara memiliki dampak terhadap kesehatan diantaranya adalah gangguan saluran pernafasan, penyakit jantung, kanker berbagai organ tubuh, gangguan reproduksi dan hipertensi (tekanan darah tinggi).  Beberapa jenis pencemaran udara yang paling sering ditemukan adalah Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO2), Sulfur Oksida (SOx), Photochemical Oksida dan Partikel.

Dampak Pencemaran udara dapat terjadi dimana-mana misalnya di dalam rumah, sekolah dan kantor.  Pencemaran ini disebut pencemaran dalam ruangan (indoor pollution).  Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution) berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri, perkapalan dan proses alami oleh makhluk hidup.  

Sumber pencemaran udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak.  Sumber diam terdiri dari industri, pembangkit listrik dan rumah tangga.  Sedangkan sumber bergerak adalah aktifitas kendaraan bermotor dan transportasi laut.

Prevalensi hipertensi meningkat diseluruh dunia, demikian juga di Indonesia yang merupakan negara berkembang, hipertensi masih merupakan tantangan besar dan masalah utama kesehatan yang sering ditemukan pada pelayanan Primer Kesehatan.  Hasil Riset Kesehatan (Riskesdas 2013) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sekitar 26,5%.  Berarti sekitar 3 dari 10 orang Indonesia menderita hipertensi.

Gejala hipertensi sendiri sering tidak jelas dan tidak diketahui pasiennya, sehingga sering ditemukan dan terdiagnosa pada stadium lanjut, padahal hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya kerusakan organ ginjal, jantung dan otak bila tidak terdeteksi lebih dini dan mendapat obat yang memadai.  Keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan pula kejadian stroke, penyakit jantung dan ginjal.  Hipertensi yang dikendalikan akan mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Berikut ini pengertian hipertensi menurut para ahli :

  1. Menurut Udjianti : Hipertensi merupakan meningkatnya tekanan darah yang lebih dari normal dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus dari suatu periode tertentu.
  2. Menurut kamus kedokteran Dorland : Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang tinggi, tidak mempunyai penyebab essential, idiopatic, atau primary hypertension.
  3. Menurut Ignatavicus : Hipertensi atau darah tinggi adalah tekanan darah yang sistolik atau diastolik yang terjadi pada seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian di berbagai Negara, beberapa ilmuwan atau peneliti telah menemukan hasil penelitiannya mengenai Dampak Pencemaran Udara (Polusi Udara) terhadap Hipertensi antara lain :

  1. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal European Heart Journalini menemukan bahwa orang dewasa dalam kelompok usia sama yang tinggal di area dengan tingkat polusi tinggi lebih rentan terkena tekanan darah tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di daerah dengan polusi minim.  Risiko ini setara dengan efek obesitas dengan indeks massa tubuh antara 25-30.
  2. “Penemuan kami menunjukkan bahwa paparan partikel polusi udara dalam jangka panjang terkait dengan tingginya kasus hipertensi dan asupan obat anti hipertensi,” ujar pemimpin peneliti, Barbara Hoffman, Profesor Epidemiologi Lingkungan Centre for Health and Society di Heinrich-Heine-University of Dusseldorf, Jerman.
  3. Hypertension Jurnal : Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi yang erat kaitannya dengan penyakit katastropik seperti penyakit kardiovaskuler, stroke, gagal ginjal, diabetes, dan gangguan penglihatan. Pemicunya sebagian besar disebut karena gaya hidup yang tak sehat terutama dari makanan.

Berdasarkan paparan diatas, dr. Sri Aryanti, MM., M.Kes selaku Mahasiswa S3 Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Lampung /Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyimpulkan :

  1. Terpapar polusi udara dalam jangka panjang terkait dengan peningkatan risiko tekanan darah tinggi (hipertensi).
  2. Orang dewasa dalam kelompok usia sama yang tinggal di area dengan tingkat polusi tinggi lebih rentan terkena tekanan darah tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di daerah dengan polusi minim.
  3. Tiap lima mikrogram per meter kubik (5 μg/m3) PM 2,5 risiko hipertensi meningkat hingga 22 persen pada orang yang tinggal di area tinggi polusi dibandingkan dengan yang tinggal di area minim polusi.
  4. Paparan jangka pendek terhadap gas buang sulfur dioksida dan partikulat seperti debu berhubungan pada risiko tekanan darah tinggi. Sementara untuk jangka panjang, polutan nitrogen dioksida dari kendaraan yang dikaitkan dengan risiko tekanan darah tinggi.

Perempuan yang sering terpapar tingkat polusi, lebih tinggi berisiko menderita hipertensi.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA