Fungsi hukum law as a tool of social engineering dalam kasus Baiq Nuril

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung akhirnya menunda eksekusi terhadap Baiq Nuril Maknun, yang divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dinyatakan bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITU oleh Mahkamah Agung.

Baca juga: Kasus Baiq Nuril, Jokowi: Saya Tak Bisa Intervensi Putusan MA

Baiq Nuril adalah seorang mantan pegawai tata usaha SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Kasus pidana yang ia hadapi berawal dari menyebarnya rekaman suara Kepala SMAN 7 Mataram, bernama Muslim.

Baiq Nuril mengatakan rekaman itu tersebar bukan karena kehendaknya. Nuril menyebut rekaman itu untuk membuktikan bahwa sang kepala sekolah telah melakukan pelecehan seksual terhadapnya-yang ia sebut telah dilakukan lebih dari satu kali.

Berikut beberapa hal yang telah diketahui dari kasus Baiq Nuril:

1. Mengalami Pelecehan Seksual
Kisah Baiq Nuril berawal saat sang kepala SMAN 7 Mataram itu meneleponnya. Dalam perbincangan itu awalnya, Muslim bicara soal pekerjaan. Selebihnya, Muslim mengisahkan soal hubungan seksualnya dengan wanita lain yang bukan istrinya.

Koalisi Save Ibu Nuril mendatangi Kantor Staf Presiden untuk menyerahkan petisi kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maqnun, tenaga honorer SMAN 7 Mataram, yang divonis bersalah dalam kasus penyebaran percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Jakarta, 19 November 2018. TEMPO/Ahmad Faiz

Muslim kemudian mengeluarkan kata-kata pelecehan kepada Baiq Nuril. Peristiwa itu tak terjadi lebih dari satu kali. Nuril yang mulai terganggu berinisiatif merekam pembicaraan dengan Muslim. Hal ini untuk memperoleh bukti jika tak ada hubungan apa pun antara ia dan Muslim seperti yang dicibir banyak orang.

Rekaman itu pada suatu ketika tersebar dari telepon genggamnya ke milik orang lain. Muslim kemudian melaporkan kasus ini dengan dalil UU ITE Pasal 27 Ayat 1.

2. Pengadilan Negeri Vonis Tak Bersalah

Kasus Baiq Nuril akhirnya masuk ke pengadilan. Pada Putusan Pengadilan Negeri Mataram No 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan. Baiq Nuril jelas merupakan korban pelecehan seksual dari atasannya dan perbuatannya merekam perlakuan M bukan merupakan tindak pidana. Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi, yang putusannya diputus pada 26 September 2018.

3. MA Vonis Bersalah

Di tingkat kasasi Mahkamah Agung menjatuhkan vonis bersalah untuk Baiq Nuril. Ia disebut tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmiksikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Baiq Nuril divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

4. Tangis Baiq Nuril

Baiq Nuril menangis aat mendengar putusan MA yang menghukumnya 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. "Saya rasa ini betul-betul tidak adil bagi saya..dan denda lima ratus juta itu.." kata dia saat ditemui di rumahnya Perumahan BTN Harapan Permai, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat pada Senin 12 November 2018.

Baiq Nuril benar-benar tak menyangka atas putusan tersebut. "Saya tahu kasus saya dilanjutkan ke MA, tapi tim pengacara membesarkan hati saya bahwa ini tidak ada celahnya untuk dikabulkan MA karena semua saksi termasuk saksi ahli menyatakan saya tidak bersalah. Ini betul-betul tidak adil bagi saya.

5. Tanggapan MA

Juru bicara Mahkamah Agung Suhadi tak mau menanggapi kritik yang dilontarkan sejumlah kalangan terkait putusan terhadap Baiq Nuril. Suhadi mengatakan putusan kasasi itu telah didasarkan pada dakwaan jaksa penuntut umum.

"Independensi hakim itu harus dihormati dalam mengambil putusan. Karena adil atau tidak adilnya itu milik publik, silakan publik menilai," kata Suhadi kepada Tempo, Kamis malam, 15 November 2018.

6. Petisi untuk Jokowi

Koalisi Save Ibu Nuril menyerahkan petisi dan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar memberikan pengampunan kepada Baiq Nuril. Petisi itu mereka serahkan melalui Staf Ahli Utama Deputi V Kantor Staf Presiden.

Lewat laman change.org, hingga berita ini ditulis, Koalisi Save Ibu Nuril berhasil mengantongi 100 ribu dukungan petisi hanya dalam waktu satu hari setelah dimulai oleh Erasmus Napitupulu. "Dalam persidangan terungkap fakta bukan ibu Nuril yang menyebarkan rekaman pelecehan seksual atasannya melainkan rekan kerjanya," kata Erasmus di KSP, Jakarta.

Erasmus Napitupulu, mengatakan Jokowi tidak perlu khawatir disebut mengintervensi hukum. Sebab, Jokowi memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti kepada Nuril.

7. Kata Jokowi

Presiden Jokowi telah mengetahui kasus Baiq Nuril. Ia meminta perempuan itu mengajukan grasi kepadanya bila belum mendapat keadilan dari putusan Mahkamah Agung.

Koalisi Save Ibu Nuril mendatangi Kantor Staf Presiden untuk menyerahkan petisi kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maqnun, tenaga honorer SMAN 7 Mataram, yang divonis bersalah dalam kasus penyebaran percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Jakarta, 19 November 2018. TEMPO/Ahmad Faiz

"Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan. Akan tetapi seandainya, ini seandainya, ya, belum mendapatkan keadilan bisa mengajukan grasi kepada Presiden, memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi kepada Presiden, itu bagian saya," kata Presiden di Pasar Siduharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin.

Jokowi meminta Baiq Nuril mengajukan peninjauan kembali atau PK. "Saya sangat mendukung ibu Baiq Nuril mencari keadilan," kata Jokowi.

8. Eksekusi Ditunda

Jaksa berencana melakukan eksekusi terhadap Baiq Nuril pada pekan ini. Namun Kejaksaan Agung memerintahkan penundaan eksekusi.

"Dengan melihat aspirasi yang berkembang di masyarakat terhadap persepsi keadilan, kami akan menunda eksekusi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, Senin, 19 November 2018.

Baiq Nuril gembira atas penundaan eksekusi tersebut. "Tadi saya ndak tahan, saya teriak sampai orang-orang di Polda melihat ke saya," cerita Baiq Nuril saat ditemui di rumahnya, Senin malam, 19 November 2018.

Baca juga: Dengar Eksekusi Ditunda, Baiq Nuril Berteriak Meluapkan Emosi

9. Baiq Nuril Melawan Balik

Sebanyak 15 pengacara mendampingi Baiq Nuril untuk melaporkan balik Kepala SMAN 7 Mataram, Muslim atas tuduhan pelecehan seksual.

"Kami melaporkan apa yang dilakukan Muslim terhadap Ibu Nuril agar kasus ini semakin terang dan jelas, siapa sebenarnya yang melakukan tindakan pelecehan terhadap Nuril, dan mungkin juga perempuan lainnya," kata Yan Magandar Putra, salah satu kuasa hukum Nuril, Senin, 19 November 2018.

Keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan Baiq Nuril bersalah atas dakwaan melakukan tindak pidana ‘tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan’, dinilai sebagai tidak berpihaknya hukum terhadap korban.

Baiq Nuril adalah perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang mengalami pelecehan seksual dari atasannya, saat ia masih menjadi pegawai honorer di salah satu sekolah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 2012 silam.

Pakar hukum dari Universitas Airlangga Surabaya, Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan, Jumat (25/1), putusan hakim Mahkamah Agung yang membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Mataram terhadap Baiq Nuril, menunjukkan kualitas peradilan di Indonesia yang belum melihat latar belakang masalah sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan.

BACA JUGA: Baiq Nuril Imbau Perempuan Korban Pelecehan Seksual Berani untuk Bersuara

“Putusan ini sungguh tidak mencerminkan kualitas yang baik karena tidak didasarkan pada pertimbangan yang lengkap, dengan konteks bahwa ada kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril,” kata Herlambang.

“Yang kedua, Mahkamah Agung juga absen, atau alpa tidak menggunakan Peraturan Mahkamah Agung yang dibuatnya sendiri terkait dengan perempuan yang berhadapan dengan kasus hukum, karena dalam kasus ini memperlihatkan adanya relasi kuasa yang tidak seimbang, dan itu tidak dibaca sungguh-sungguh oleh hakim di Mahkamah Agung,” kata Herlambang menambahkan.

Ketiga, kata Herlambang, paradigma putusan ini sangat formal sehingga tidak cukup memberikan rasa kepastian hukum yang sungguh-sungguh, sekaligus tidak mencapai tujuan dari putusan itu sendiri untuk menciptakan keadilan publik.”

UU ITE Jerat Korban

Pimpinan Sidang Eksaminasi, Devi Rahayu, dari Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo, Madura mengatakan dalam kasus itu, Baiq Nuril sebenarnya adalah korban kasus pelecehan. Tapi justru kemudian dia terjerat hukum akibat penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat (1).

Sidang Eksaminasi Putusan Baiq Nuril di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat, 25 Januari 2019 (Foto: Petrus Riski/VOA)

Menurut Devi , dalam kasus pelecehan seksual terhadap perempuan,meski secara dilakukan secara verbal,ada persoalan tekanan psikologi terhadap korban. Hal itu terlihat dari fakta bahwa Baiq menyimpan persoalan pelecehan itu selama satu tahun, kata Devi.

“..bahwa ini ‘seperti apa keadaan saya ini sebenarnya mau berakhir kapan.’ Sehingga kemudian paling tidak itu bisa dijadikan dasar bahwa nantinya jika ada kasus-kasus terutama yang menyangkut perempuan, jangan sampai yang itu berkaitan dengan teknologi. Penggunaan alat-alat digital itu malah justru perempuan yang menjadi korban malah dibalik sebagai pelaku, dengan memanfaatkan keberadaan Undang-Undang ITE itu sendiri,” papar Devi.

Sosiolog dan Pakar Hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Anis Farida, mengungkapkan kasus hukum yang menimpa Baiq Nuril merupakan bukti bahwa masyarakat dan cara pandang hukum di Indonesia masih menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki. Dalam konteks kesusilaan, perempuan selalu ditempatkan pihak yang bersalah dibandingkan laki-laki.

BACA JUGA: Korban-Korban UU ITE yang Paling Disorot

“Ini sebenarnya tidak lepas dari kultur kita juga, di mana perempuan posisinya subordinat, sehingga laki-lakilah yang selalu biasanya lebih diutamakan. Perspektif hukum kita pun cara pandangnya adalah cara pandang lelaki, makanya dalam misalnya banyak masalah di KUHP yang kemudian memosisikan perempuan itu justru yang seharusnya korban, tapi dianggap sebagai sumber masalah,” kata Anis menjelaskan.

“Misalnya, dalam kasus-kasus kesusilaan, apakah itu pelecehan seksual atau pun perkosaan, seringkali kan biasanya dilihatnya, oh iya memang dia itu ganjenlah, oh iya dia kan suka pakaiannya seksi, kan itu menyalahkan, padahal dia sebagai korban tapi justru disalahkan.”

Hasil Sidang Eksaminasi akan Dikirim ke MA

Pakar hukum Herlambang Perdana Wiratraman menambahkan, hasil sidang eksaminasi ini akan dikirim ke Mahkamah Agung dalam bentuk laporan amicus curiae atau sahabat peradilan, untuk menunjukkan dan mengingatkan adanya banyak kelemahan dan ketidakadilan dari putusan Mahkamah Agung yang memvonis Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.

Kasus Baiq Nuril: Pakar Nilai Putusan MA Tak Beri Kepastian Hukum

Herlambang percaya bahwa hasil eksaminasi ini akan menjadi pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung, untuk kemudian membebaskan Baiq Nuril dari segala tuntutan.

“Kami yakin dengan dampak atau efek yang pernah kami lakukan, berbasis pengalaman kami. Kami menyelenggarakan eksaminasi publik, yang juga difasilitasi pusat studi-pusat studi yang ada, kemudian kami serahkan ke majelis hakim di pengadilan, atau pun di Mahkamah Agung, dan mereka mempertimbangkan, dan bahkan membalik putusan. Ketika kami memberikan argumen yang rasional terkait dengan putusan-putusan ini,” kata Herlambang menambahkan. [pr/em]

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA