Daun yang berasal dari pohon mangga milik tetangga mu mengotori halaman rumahmu

Kamis, 22 Maret 2018 22:58

Daun yang berasal dari pohon mangga milik tetangga mu mengotori halaman rumahmu
lihat foto
Daun yang berasal dari pohon mangga milik tetangga mu mengotori halaman rumahmu

tribunjateng/m sofri kurniawan

Ilustrasi pohon 

TRIBUNJATENG.COM - Pohon tetangga tumbuh tinggi dan rindang. 

Dahannya melintasi pekarangan rumah kita.

Daun-daun, ranting patah, bahkan ulat bulunya sering jatuh ke halaman kita. 

Berulangkali kita menegurnya, eh tak digubris juga.  

Apa  yang bisa kita lakukan? 

Sebenarnya, kalau mau, kita bisa mengambil “tindakan sendiri”.  

Ada undang-undang yang bisa kita pakai sebagai payung hukum, yakni Pasal 666 KUHPerdata. 

Berikut kutipannya;

Barangsiapa mengalami, bahwa dahan-dahan pohon tetangganya mentiung (melintang) di atas pekarangannya, berhak menuntut supaya dahan-dahan itu dipotongnya. 

Apabila akar-akar pohon tetangganya tumbuh dalam tanah pekarangannya, maka berhaklah ia memotongnya sendiri, jika tetangga, setelah satu kali ditegur, menolak memotongnya, dan asal ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga.

Berdasarkan pasal tersebut, maka kita berhak meminta si tetangga untuk memotong dahan pohon yang melintang ke pekarangan. 

Kita juga boleh memotongnya sendiri setelah permintaan kita ditolak si tetangga. 

Tapi, syaratnya, saat memotong dahan tersebut kita tidak menginjak pekarangan tetangga. 

Jika tidak, kita bisa balik dituntut secara hukum. (Yulius Setiarto, SH, Setiarto & Partners Law Firm)

  •  

    Daun yang berasal dari pohon mangga milik tetangga mu mengotori halaman rumahmu

    Agus Suprianto, SHI., SH., MSI.

    (Advokat)

     Pertanyaan:

    Assalamu’alaikum. Saya seorang Karyawan BUMN yang tinggal di Yogyakarta. Seminggu yang lalu saya membaca konsultasi hukum di www.wulung.id tentang tanaman di ladang petani di makan kambing. Sekarang saya ingin konsultasi tentang hukum tanaman atau pohon milik tetangga yang ’mentiung’ ke pekarangan kita. Uraian singkatnya begini, 8 tahun yang lalu tetangga saya menanam pohon mangga di pekarangan miliknya. Pohon mangga tersebut, saat ini telah besar, dahannya melengkung atau ’mentiung’ di atas pekarangan saya dan daunnya sering mengotori atap dan halaman rumah saya. Kondisi ini, saya telah bicara kepada tetangga saya yaitu Pak Rudi, agar dahan mangga yang ’mentiung’ di atas pekarangan saya di potong saja, supaya tidak mengganggu pandangan atau menghalangi sinar matahari dan daun-daun tidak mengotori atap / halaman rumah serta jika hujan lebat atau angin kencang lalu dahan patah / roboh tidak menimbulkan atap rumah saya rusak. Tanggapan yang baik disampaikan oleh Pak Rudi, bahwa ia nunggu setelah musim buah berakhir dan memang mangga lagi banyak buahnya. Setelah musim buah berakhir, kembali saya menyampaikan agar dahan yang ’mentiung’ di potong, tetapi ia malah menjawab bahwa mangga ini ditanam di atas tanahnya, dahan yang ’mentiung’ ke pakarangan saya itu bukan salahnya. Akhirnya saya mengadukan masalah ini ke Pak RT dan dimediasi di kampung, tetapi hingga sekarang belum ada solusi karena Pak Rudi tidak mau memotong dahan pohon mangga miliknya. Nah, disini saya ingin mendapat pencerahan dari sisi hukum. Mohon penjelasannya. Terima kasih, Wassalamu’alaikum.

    Abi Khoir, Yogyakarta.

    Jawaban:     

    Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kami sangat memahami perasaan anda yang kena dampak dahan mangga milik tetangga yang ’mentiung’ di pekarangan anda, sehingga menghalangi pandangan atau sinar matahari tidak bisa masuk, daun mengotori pekarangan dan ancaman jika ada hujan lebat atau angin keras bisa mengakibatkan dahan patah atau pohon mangga roboh menimpa atap rumah. Saran saya, hiduplah bertetangga dengan baik dan ajaklah bicara dari hati-hati dan ngobrol santai tapi sedikit serius. Sampaikan, bagaimana jika Pak Rudi yang menjadi posisi anda dan pekarangannya yang terkena dampak? Namun lepas dari upaya tersebut, ketentuan Pasal 201 KUHP menjelaskan bahwa ”barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan gedung atau bangunan rusak, diancam pidana empat bulan jika menimbulkan bahaya bagi barang atau diancam pidana sembilan bulan jika menimbulkan bahaya nyawa orang atau diancam pidana satu tahun empat bulan jika mengakibatkan orang mati”. Selanjutnya ketentuan Pasal 666 KUH Perdata menyebutkan bahwa ”tetangga mempunyai hak untuk menuntut agar pohon dan pagar hidup yang ditanam dalam jarak yang lebih dekat daripada jaràk tersebut di atas dimusnahkan. Orang yang di atas pekarangannya menjulur dalam pohon tetangganya, maka ia menuntut agar tetangganya menolaknya setelah ada teguran pertama dan asalkan ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga.” Berdasarkan ketentuan ini, jelas apa yang dilakukan Pak Rudi adalah merugikan anda, sehingga anda bisa menegur dan memintanya untuk memotong dahan tersebut. Tetapi jika ia menolak, maka anda bisa memotong sendiri dahan tersebut dengan tidak menginjak pekarangannya. Kemudian peluang langkah hukum, anda bisa melakukan proses laporan pidana ke kepolisian sebagaimana ketentuan pasal 201 KUHP. Sementara langkah perdata dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian”. Kerugian hukum tidak harus menunggu robohnya pohon atau patahnya dahan yang menyebabkan atap rumah rusak. Tetapi berdasarkan kaidah hukum yaitu ”kerugian tidak selalu harus diartikan adanya kerugian materiil, tetapi kerugian dapat juga diartikan apabila kerugian itu mengancam hak dan kepentingan Penggugat”. Hal ini bisa dilihat juga dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 1022K/PDT/2006 Tahun 2006, yang mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, serta menghukum tergugat untuk memotong atau menebang pohon miliknya. Demikian jawaban singkat dari kami, semoga bisa bermanfaat. Terima kasih dan wallahu a’lam. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

    Syekh Abdurrahman as Sa’di mengatakan, “Jika dahan atau ranting pohon menjalar ke tanah atau udara orang lain, dan orang tersebut tidak merelakan keberadaan dahan tersebut, maka pemilik pohon diperintahkan untuk memangkas dahan tersebut. Jika dia tidak mau maka pemilik tanah menekuk dahan tersebut tanpa memotongnya, jika memungkinkan. Jika tidak bisa disingkirkan kecuali dengan dipotong maka pemilik tanah boleh memotongnya, dan dia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan ganti, terkait pemotongan dahan tersebut.

    Sebagian ulama berpendapat bahwa pemilik tanah tidak boleh mengharuskan pemilik pohon untuk menyingkirkan dahan tersebut, jika keberadaan dahan tersebut tidak mengganggu atau merugikan pemilik tanah. Membiarkan juluran dahan pohon itu lebih layak untuk diperbolehkan daripada kebolehan membuat atap dengan bertumpu pada tembok milik tetangga yang disebutkan dalam hadis.

    Jika memang dahan tersebut mengganggu maka gangguan harus dihilangkan tanpa menimbulkan gangguan yang semisal (baca: dengan memberikan ganti rugi, pent.).” (Majmu’ Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, hlm. 112–113)

    Hadis yang dimaksudkan oleh Syekh Ibnu Sa’di adalah hadis berikut ini,

    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لاَ يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِى جِدَارِهِ » . ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ مَا لِى أَرَاكُمْ عَنْهَا مُعْرِضِينَ وَاللَّهِ لأَرْمِيَنَّ بِهَا بَيْنَ أَكْتَافِكُمْ

    Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Seorang tetangga, yang memiliki tembok, tidak boleh melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di temboknya.” Kemudian, Abu Hurairah mengatakan, “Mengapa aku lihat kalian tidak mempraktikkan hadis di atas? Demi Allah, sungguh, akan aku bebankan hadis tersebut di pundak-pundak kalian!” (H.R. Bukhari no. 2331 dan Muslim, no. 136)

    Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini

    Pertanyaan, “Apa pendapat yang paling kuat mengenai dahan atau akar pohon milik seseorang yang menjalar sampai ke tanah milik tetangganya, lalu merugikan pihak tetangga? Bagaimana derajat hadis yang disebutkan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang memotong pohon kurma yang pemiliknya tidak mau jika pohonnya dibeli? Padahal, keberadaan pohon tersebut merugikan saudaranya, pemilik kebun.”

    Jawaban Syekh Ibnu Baz, “Telah kami telaah permasalahan di atas, dan kami jumpai penulis kitab Al-Inshaf menyebutkan bahwa dalam masalah ini, para ulama yang bermazhab Hanbali memiliki dua pendapat. Adapun ulama lain, mereka mengatakan bahwa Imam Ahmad, dalam masalah ini, memiliki dua pendapat: Pertama, pemilik pohon tidak boleh dipaksa untuk memohon dahan atau akar pohon miliknya yang menjalar ke tanah tetangga. Kedua, pemilik pohon dipaksa untuk memohon dahan atau akar yang menjalar tersebut. Jika pemilik pohon tidak mau memotongnya maka dia berkewajiban memberikan ganti rugi atas gangguan yang dialami oleh tetangganya.

    Menurut kami, pendapat kedua adalah pendapat yang lebih kuat, mengingat beberapa alasan:

    Pertama, pendapat tersebutlah yang sesuai dengan berbagai dalil, semisal sabda Nabi,

    لا ضرر ولا ضرار

    ‘Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau pun orang lain.’ (H.R. Ibnu Majah, no. 2331)

    Juga dalil-dalil lain yang semakna dengannya.

    Kedua, sabda Nabi,

    من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره

    ‘Barang siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu tetangganya.’ (H.R. Bukhari, no. 5559 dan Muslim, no. 68)

    Tidaklah diragukan bahwa akar dan dahan yang mengganggu tetangga itu termasuk dalam gangguan yang terlarang, sehingga ada kewajiban untuk melarang tetangga melakukannya.

    Ketiga, jika pemilik pohon tidak boleh dipaksa untuk memotong dahan atau akar pohon miliknya, hal ini akan menyebabkan konflik dan keributan yang berkepanjangan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, akan menimbulkan saling pukul atau perbuatan yang lebih mengerikan lagi, sehingga kita wajib memangkas akar permasalahan dalam rangka mencegah terjadinya hal yang lebih buruk.

    Terdapat banyak dalil syariat yang tidak mungkin atau sangat sulit untuk dihitung, yang menunjukkan wajibnya menutup jalan yang mengantarkan kepada kerusakan, konflik, sengketa, atau hal yang lebih mengerikan lagi.

    Mengenai hadis yang ditanyakan, hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dari Muhammad bin Ali bin Al-Husain dari Samurah bin Jundab, dan sanad ini bermasalah. Tidak diketahui secara pasti, apakah Muhammad bin Ali mendengar hadis dari Samurah ataukah tidak. Bahkan, kemungkinan besar adalah tidak mendengar, sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Al-Mundziri, dalam Mukhtasar As-Sunan.

    Akan tetapi, Al-Hafiz Ibnu Rajab, ketika mensyarah Arbain An-Nawawiyyah, tepatnya pada pembahasan hadis ke-32, menyebutkan dalil-dalil yang menguatkan kandungan hadis di atas. Itulah hadis-hadis yang telah kami sebutkan di atas, yang menunjukkan kuatnya pendapat yang kami pilih. Itulah pendapat yang mengatakan bahwa pemilik pohon bisa dipaksa untuk menghilangkan kerugian yang dialami tetangga dikarenakan akar atau dahan yang menjalar. Jika kerugian itu tidak bisa diatasi melainkan dengan menebang pohon maka pohon bisa ditebang paksa dalam rangka menghilangkan penyebab bahaya yang merugikan tetangga dan dalam rangka menunaikan hak tetangga.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawiah, jilid 25, hlm. 374–376)

    Hadis yang ditanyakan kepada Syekh Ibnu Baz adalah hadis dengan redaksi sebagai berikut:

    عن سمرة بن جندب أنه كانت له عضد من نخل فى حائط رجل من الأنصار قال ومع الرجل أهله قال فكان سمرة يدخل إلى نخله فيتأذى به ويشق عليه فطلب إليه أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى فأتى النبى -صلى الله عليه وسلم- فذكر ذلك له فطلب إليه النبى -صلى الله عليه وسلم- أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى. قال « فهبه له ولك كذا وكذا ». أمرا رغبه فيه فأبى فقال « أنت مضار ». فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- للأنصارى « اذهب فاقلع نخله ».

    Dari Samurah bin Jundab. Beliau memiliki sederet pohon kurma yang tumbuh di kebun milik salah seorang Anshar. Di tempat tersebut, orang Anshar tadi tinggal bersama keluarganya. Samurah sering memeriksa pohon-pohon kurmanya, termasuk pohon kurma yang tumbuh di tanah si Orang Anshar. Tentu saja, keberadaan Samurah mengganggu dan menyebabkan orang Anshar tersebut merasa tidak nyaman. Si Orang Anshar menawarkan kepada Samurah agar menjual pohon kurma tersebut kepadanya. Samurah menolak. Si Orang Anshar meminta Samurah memindahkan pohon kurmanya. Samurah juga menolak tawaran tersebut. Akhirnya, dia melaporkan permasalahan ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Samurah untuk menjual pohon kurmanya. Ketika opsi ini ditolak, Nabi meminta Samurah untuk memindahkan pohon kurmanya. Ketika opsi kedua ini ditolak, Nabi mengatakan kepada Samurah, “Hadiahkan pohon kurma tersebut kepadanya, dan untukmu ada ganjaran demikian dan demikian.” Nabi sebutkan hal yang disukai oleh Samurah. Samurah tetap menolak, maka Nabi mengatakan, “Engkau ini memang pengganggu!” Nabi lantas berkata kepada si Orang Anshar, “Pergilah! Silakan tebang saja pohon kurmanya!” (H.R. Abu Daud, no. 3636; dinilai lemah oleh Al-Albani)

    Dalam penjelasan Ibnu Sa’di dan Ibnu Baz di atas, kita jumpai beberapa opsi sikap yang benar mengenai permasalahan dahan pohon tetangga yang menjalar ke rumah kita, tidak sebagaimana anggapan sebagian orang bahwa jika dahan pohon tetangga menjalar ke tanah milik kita maka buah yang ada di dahan tersebut halal untuk kita.

    Referensi:
    – Majmu’ Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, karya Ibnu Sa’di, terbitan Darul Minhaj, Kairo, cetakan pertama, 1424 H.
    – Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 25, terbitan Dar Ashda’ Al-Mujtama, Buraidah, cetakan kedua, 1428 H.

    Artikel www.PengusahaMuslim.com

    Daun yang berasal dari pohon mangga milik tetangga mu mengotori halaman rumahmu

    KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28