Daging hewan yang halal bisa menjadi haram karena

2020-08-09 21:47:50

Daging hewan yang halal bisa menjadi haram karena

Diasuh oleh:

Dr. KH. Maulana Hasanuddin, M.A. (Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat)

Dr. KH. Abdul Halim Sholeh, M.A. (Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat)

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb.

Agaknya karena habitatnya terganggu, maka banyak gajah merambah ke kebun rakyat dan memakan tanaman kebun pertanian. Sehingga oleh beberapa warga ada gajah yang diburu dan dibunuh. Nah, bangkainya kalau dibiarkan membusuk secara terbuka, tentu juga akan membahayakan lingkungan, sedangkan kalau dikubur juga sangat sulit. Oleh karena itu ada yang menyembelih gajah itu sebelum mati, atau ketika menembak buruannya dengan mengucapkan “Basmalah” lalu dagingnya dimanfaatkan untuk konsumsi.

Sejatinya kami bingung dan ragu dengan kondisi ini, apakah daging gajah itu halal untuk dikonsumsi? Maka saya pun mengajukan pertanyaan ini. Bagaimana sebenarnya hukum mengkonsumsi atau memakan daging gajah itu pa’ ustadz? Atas jawaban dan penjelasan yang diberikan, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

Ali Husen, Jambi

Jawaban:

Pertama-tama, berkaitan dengan masalah ini, dalam ranah kenegaraan, perlu dikemukakan, ada ketentuan dan peraturan legal perundang-undangan yang merupakan hukum positif dan berlaku secara nasional. Menjadi acuan serta pedoman yang karenanya, harus diperhatikan sekaligus juga diimplementasikan bagi kita sebagai warganegara, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Yakni, bahwa menurut ketentuan hukum nasional, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa, Gajah (Elephas indicus) termasuk jenis satwa yang dilindungi. Juga ditetapkan kawasan hutan lindung sebagai habitatnya. Bagi yang merambah hutan lindung dan mengganggu habitat satwa yang dikonservasi-dilindungi, termasuk di dalamnya adalah gajah, niscaya dikenakan sanksi hukum, sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam telaah Fiqhiyyah, gajah termasuk hewan yang bertaring. Berdasarkan hadits, dari Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan. [H.R. Imam Muslim no. 1933]. Hadits ini diriwayatkan secara Mutawatir, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125), dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119).

Dalam hadits itu, disebutkan, yang dimaksud dengan “dziinaab” yakni semua binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk menghadapi lawannya. Dan semua hewan jenis itu haram dimakan”. [Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi].

Lebih lanjut lagi dijelaskan maksud bertaring ialah hewan yang menggunakan gigi taringnya untuk menerkam dan membunuh lawan/mangsanya (lihat Kitab An-Nihayah, Al-Majmu’). Di antara contoh yang disebut ulama bagi binatang-binatang jenis ini ialah; anjing, kucing, singa, harimau, serigala, gajah, kera dan seumpamanya (lihat; Nailul-Autar, As-Syaukani; 1/131. Al-Majmu’, an-Nawawi; 9/14. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah; Bab bahasan tentang “Ath’imah”).

Menurut Jumhur (kebanyakan) ulama Syafiiyah, gajah termasuk hewan yang tidak boleh dimakan. Meskipun gajah disembelih secara Islami, misalnya, namun dagingnya tetap tidak halal dimakan. Karena gajah termasuk hewan yang memiliki taring. Dan setiap hewan yang memiliki taring, maka ia tidak halal dimakan.

Dikatakan pula oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Wasith sebagai berikut: “Dasar ketiga (tentang bahan/makanan yang haram dimakan) adalah setiap hewan buas yang memiliki taring dan setiap burung yang memiliki cakar. Ini karena Rasulullah saw melarangnya. Dan, gajah hukumnya haram, karena ia memiliki taring”.

Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafii juga menyatakan sebagai berikut: “Tidak diperkenankan berwudhu’ dan minum dengan menggunakan tulang bangkai dan tulang hewan yang disembelih yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti tulang gajah, harimau dan sejenisnya. Sebab tulang hewan itu tidak dapat disucikan dengan dibasuh atau dengan proses penyamakan. Abdullah bin Dinar meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Abdullah bin Umar yang tidak suka berminyak dengan minyak dari tulang gajah karena hal itu adalah bangkai”.

Meskipun kebanyakan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa gajah hukumnya haram dimakan, namun sebagian ulama ada yang membolehkan (daging) gajah untuk dimakan, seperti Imam Asy-Sya’bi, Ibnu Syihab, dan Imam Malik. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu sebagai berikut: “Termasuk hewan yang haram dimakan adalah gajah. Gajah adalah haram menurut kami (ulama Syafiiyah), juga menurut Abu Hanifah, ulama Kufah, dan Imam Al-Hasan. Sementara Imam Asy-Sya’bi, Ibnu Syihab, dan Imam Malik membolehkannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab”, Juz 10 h. 27, yang ditulis oleh dua orang ulama besar, yakni: Al-Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarof asy-Syafii an-Nawawi dan al-Imam Taqiyuddin al-Subuki, terbitan Darul Hadits, Kairo, Mesir.

Menurut madzhab Maliki; hewan yang haram dimakan hanyalah yang disebut keharamannya secara Sharih di dalam Al-Quran (di antaranya di dalam surat al-An’am, ayat 145, an-Nahl ayat 115, dll). Yaitu: “bangkai, darah dan daging babi”. Sedangkan binatang yang tidak disebut dalam ayat-ayat ini, maka tidaklah haram memakannya. Adapun binatang yang bertaring tadi; Makruh memakannya karena dilarang oleh hadits Nabi saw. Jadi, menurut madzhab Maliki; larangan Nabi Saw dalam hadits tersebut adalah larangan yang bersifat makruh, bukan larangan haram (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah).

Wallahu a’lam bimurodih.

Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas terkait hewan haram menurut islam. Semoga dengan pembahasan singkat ini, kita jadi lebih mengenal hewan-hewan apa saja yang diharamkan oleh syariat.

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada dipermukaan bumi ini adalah untuk kemaslahatan manusia, termasuk didalamnya adalah Allah menciptakan hewan-hewan yang tentunya diperbolehkan untuk dijadikan makanan bagi Bani Adam. Allah Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِيالْأَرْضِ جَمِيعًا (البقرة:29)

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu “

Namun, merupakan bentuk kesempurnaan kasih sayang Allah kepada manusia adalah Allah memerintahkan mereka hanya untuk memakan makanan yang halal lagi baik saja. Perhatikanlah firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّافِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِإِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة:168)

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”

Bahkan termasuk diantara khasa’is (kekhususan/karakteristik) dienul islam yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menghalalkan bagi ummatnya seluruh perkara yang baik dan mengharamkan mereka dari segala sesuatu yang buruk.

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِوَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ (الأعراف:157)

“Dan menghalalkan bagi mereka segalayang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”

Sekilas Tentang Sebab-Sebab Makanan & Minuman Menjadi Haram

Para Ulama telah menjelaskan bahwa sebab haramnya makanan dan minuman ialah disebabkan karena salah satu atau lebih dari 5 sebab berikut:

  1. Apabila membahayakan
  2. Apabila memabukkan
  3. Apabila mengandung najis
  4. Apabila dianggap jorok/ menyelisihi tabi’at yang salimah
  5. Apabila mendapatkannya dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syari’at.

Baca Juga: Hewan Kurban Haram karena Dikuliti Sebelum Mati Total?

Hewan-hewan yang diharamkan oleh syara’

Tidaklah Allah Dan Rasul-Nya mengharamkan sesuatu melainkan disana banyak hikmah dan kebaikan bagi Ummatnya, terkadang sebagian dari hikmah tersebut telah kita ketahui sedangkan sebagian lainnya bahkan mungkin sebagian besar dari hikmah-hikmah tersebut masih Allah Subhanahu wa Ta’ala rahasiakan sehingga akal kita belum mampu untuk menjangkaunya. Namun, sebagai seorang mukmin tentu kita akan berkata “Sami’na Wa Atha’na” kami mendengar dan kami ta’at, kami pasrah dan tunduk kepada seluruh ketetuan-Mu wahai Rab semesta ‘Alam.

Berikut beberapa hewan haram menurut islam, baik itu menurut Al-Qur’anul Karim ataupun Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

  1. Bangkai Bangkai adalah hewan yang mati bukan karena penyembelihan yang sesuai dengan syari’at seperti mati tercekik, dipukul, tertabrak dan lainnya. Termasuk bangkai adalah potongan tubuh hewan yang masih hidup. Yang dikecualikan(dihalalkan) dari bangkai adalah: bangkai belalang dan ikan/hewan air.
  2. Daging babi Termasuk lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya yang lain.
  3. Hewan yang disembelih dengan selain nama Allah.
  4. Hewan yang disembelih untuk selain Allah.
    Semisal hewan yang disembelih untuk acara-acara yang berbau kesyirikan, seperti: sedekah laut, tumbal tanah, tumbal bangunan dll.

Keempat jenis hewan tersebut tercakup dalam firmanAllah Ta’ala:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُوَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِوَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَاأَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ(المائدة:3)

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yangjatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”

Baca Juga: Hukum Memajang Hewan yang Diawetkan di Rumah

Hewan yang diharamkan di dalam hadits-hadits Nabi antara lain:

  1. Keledai jinak Dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma disebutkan: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ
    “Bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang mengkonsumsi daging keledai jinak”(Muttafaqun ‘Alaih).

  2. Segala hewan yang bertaring Abu Tsa’labah Radhiyallohu ‘anhu berkata: نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ
    “Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas”(Muttafaqun ‘Alaih).

  3. Segala jenis burung yang bercakar tajam/ burung pemangsa
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَىرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِوَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
    Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas dan burung yang bercakar tajam” (HR. Muslim).

  4. Jallaalah Jallalah adalah Hewan halal yang mayoritas makanan utamanya adalah barang najis sehingga menjadi haram dimakan dan diminum susunya. Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma berkata: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا
    “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang (memakan)daging jalalah dan (meminum) susunya” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
    Jallaalah akan kembali menjadi hewan halal apabila hewan jallaalah tersebut dikurung selama tiga hari dan selama waktu tersebut hewan itu diberi makanan yang bersih. Para ulama ada yang mengatakan bahwa waktu mengurung jallaalah itu bisa sampai 40 hari.
  5. Tikus
  6. Kalajengking
  7. Burung gagak
  8. Burung elang/rajawali
  9. Anjing galak (الْكَلْبُ الْعَقُورُ) Para Ulama berselisih pendapat tentang maksud dari anjing galak/Al-Kalbul ‘Aquur,  Jumhur ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “Al-Kalbul‘Aquur” adalah anjing itu sendiri (anjing yang kita kenal, kecuali yang dimanfa’atkan untuk menjaga kebun/berburu) dan seluruh hewan buas yang menerkam mangsa seperti harimau/macan, serigala, singa dan semisalnya. Bahkan Zaid Bin Aslam Rahimahullah memasukkan ular kedalam jenis “Al-Kalbul ‘Aquur” sebagaimana hal ini dikutip oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Atsqalaani dalam Al-Fath.
  10. Ular
  11. Cicak/tokek
    Keharaman hewan-hewan tersebut (no.5-11) dikarenakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwasallam memerintahkan kita untuk membunuhnya. Dan diantara kaedah pengharaman hewan yang dijelaskan oleh para ulama adalah “Setiap binatang yang syari’at memerintahkan kita untuk membunuhnya”.
    Perintah untuk membunuh tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan anjing galak (الْكَلْبُ الْعَقُورُ) terdapat dalam hadits ‘Aisyah, beliau Radhiyallahu‘anha mengatakan bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِىالْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ،وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ (أخرجه البخاري و مسلم)
    “Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh walaupun ditanah haram, yaitu: tikus,kalajengking, burung elang, burung gagak, dan anjing galak” (HR.Bukhori, Muslim)
    Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    خَمْسٌفَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُالأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
    “Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh baik ditempat halal (selaintanah haram) maupun ditanah haram, yaitu: ular, kalajengking, burung gagak, anjinggalak, burung elang” (HR. Muslim)
    Begitu pula tentang cicak/tokek (الْوَزَغ), cicak/tokek termasuk“fawasiq” yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untukmembunuhnya.
    عَنْأُمِّ شَرِيكٍ – رضى الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ « كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِالسَّلاَمُ »
    Dari Ummu Syarik Radhiyallohu ’anha, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan membunuh cicak/tokek dan bersabda: “Dahulu cicak ikut meniup api yang akan membakar Ibrahim ‘Alaihissalam”(HR.Bukhori).
    Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan pahala yang banyak/keutamaan dalam membunuh cicak.
    مَنْقَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِىالثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
    “Barangsiapayang membunuh cicak dengan sekali pukul maka dia mendapatkan seratus kebaikan,dan siapa yang membunuhnya dengan dua pukulan maka mendapat pahala yang kurang dari itu, dan barangsiapa yang membunuhnya dengan tiga pukulan maka dia mendapat pahala yang lebih sedikit lagi” (HR.Muslim)

  12. Semut
  13. Lebah
  14. Burung Hud-hud
  15. Burung Shurad
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : نَهَىرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَالدَّوَابِّ : النَّمْلَةِ ، وَالنَّحْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ ، وَالصُّرَدِ
    “Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh empat hewan, yaitu; semut, lebah, burung hud-hud, burung shurad” (HR.Bukhori)

  16. Katak
    عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ : ذَكَرَطَبِيبٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَوَاءً ،وَذَكَرَ الضُّفْدَعَ يُجْعَلُ فِيهِ ، فَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضُّفْدَعِ (أخرجه أحمد و ابن ماجه و الدارمي
    Abu Abdirrahman Bin Utsman Radhiyallahu ‘anhu berkata: “seorang dokter bercerita tentang obat dihadapan Rasulullah, dia menyebutkan bahwa bahan obat itu adalah katak, lalu Rasulullah pun melarang membunuh katak”(HR.Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi).
    Para Fuqaha mengharamkan kelima hewan diatas (no.12-16) dikarenakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk membunuhnya. Jika membunuhnya saja haram, maka dengan cara apa kita hendak memakannya?

Selain hewan-hewan diatas para ulama memiliki beberapa kaedah fiqhiyyah dalam menentukan hukum akan haramnya suatu binatang yang belum ada nashnya yang jelas baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah Ash-Shahihah, yaitu:

  1. Setiap hewan yang memakan benda najis dan menjijikkan (النجاساتوالخبائث).
  2. Setiap hewan yang di lahirkan dari hasil silang antara binatang halal dan binatang haram (تولدبين مأكول وغيره).
  3. Setiap serangga yang membahayakan.

Semoga catatan ringkas ini memberi faedah dan pengetahuan kepada kita seputar keharaman hewan-hewan menurut syari’at Islam yang agung, penuh berkah dan hikmah ini. Wallohu A’lam.

Baca Juga: Boleh Membunuh Hewan Yang Mengganggu Atau Membahayakan

Maraji’:

  1. Shahih Fiqh Sunnah; Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid Salim; Maktabah Taufiqiyah.
  2. Fathul Baari Syarah Shahihil Bukhari; Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Atsqalaani; Darul Hadits.
  3. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim; Al-Imam Muhyiddin An-Nawawi Asy-Syafi’I; Daar Ihyaa’ut Turats.
  4. Hayaatul Hayawaan Al-Kubra; Syaikh Abul Baqaa Ad-Damiri Asy-Syafi’i; Darul Kutub Al-Ilmiyyah.

Penulis: Abu Hatim Abdul Mughni, BA.
Artikel Muslim.or.id

🔍 Ayat Alquran Tentang Kehidupan Dunia, Udzur Bil Jahl, Cara Bangkit Dari Sujud Yang Benar, Doa Agar Tidak Pikun