D. bagaimana sikap anda dalam menghadapi perbedaan tersebut?

OLEH ABDILLAH

Perbedaan adalah keniscayaan. Berlainan sikap dan pendapat seharusnya tidak jadi sekat. Namun, saat ini kita menyaksikan berbagai fenomena sosial yang mengkhawatirkan.

Ada banyak caci maki dalam menyikapi perbedaan. Di media sosial, misalnya, kita sering melihat saudara kita yang saling serang dan melemparkan kemarahan yang disebabkan perbedaan pandangan.

Tak sedikit yang kalap hingga menyumpahserapahi dan melaknat sesama Muslim. Hati-hatilah dengan caci maki yang kita arahkan kepada sesama. Jika kita melaknati seseorang, dan orang tersebut tidak pantas mendapatkan laknat, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tersebut (HR Abu Dawud).

Dalam Islam, berlainan pendapat adalah hal biasa. Perbedaan sikap dan pandangan adalah hal lumrah di kalangan ulama kita sejak dulu. Sebagai Muslim, kita seharusnya menyikapi perbedaan dengan bijak.

Mendahulukan nalar yang sehat ketimbang amarah yang menyesatkan pikiran. Jagalah hati dan ucapan agar tak menyulut permusuhan. Kita adalah saudara yang harusnya saling menjaga. Rasulullah SAW bersabda, "Muslim adalah orang yang mampu menjaga Muslim lainnya dari lisan dan tangannya." (HR Bukhari).

Hormati orang yang mempunyai sikap dan pandangan yang bersebrangan. Jagalah ucapan dan tulisan agar tidak melukai hati sesama. Jangan karena berbeda sikap dan pandangan, akhirnya memutuskan persaudaraan.

Berlainan pendapat jangan menjadi sumber permusuhan dan perpecahan. Ingatlah bahwa setiap orang sudah dikaruniai akal pikiran. Sikap dan pendapat orang tidak akan pernah seragam.

Perbedaan adalah takdir Allah. Allah SWT berfirman; "... Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua Kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” (QS al-Maidah: 48).

Dari ayat ini, kita tahu bahwa perbedaan itu adalah ketentuan Allah. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk mempunyai pandangan yang sama. Oleh sebab itu, sikapi perbedaan dengan tenang. Berdialoglah dengan baik. Dan sampaikanlah pendapat dengan bijak bukan dengan cara mengumpat.

Allah memerintahkan kita untuk mengajak orang lain dengan cara santun (QS an-Nahl: 125). Kalaupun ada perbedaan pandangan, maka sikapi dengan cara yang lebih bijak. Gunakanlah bahasa yang sopan dan mengutamakan ahlak yang baik. Kesampingkan perbedaan dan rekatkanlah persaudaraan. Wallahu a’lam. Baca Selengkapnya';

ilustrasi cara menyikapi perbedaan agar tercipta hidup rukun, sumber gambar: https://www.unsplash.com/

Setiap orang perlu mengetahui contoh cara menyikapi perbedaan agar tercipta hidup rukun dan damai, sehingga dapat terhindar dari berbagai konflik.

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keberagaman yang tinggi, baik dari segi budaya, wilayah, adat, agama, ras, suku dan lain-lain. Keberagaman yang tinggi rentan memicu tumbuhnya konflik antar individu atau masyarakat.

5 Contoh Cara Menyikapi Perbedaan Agar Tercipta Hidup Rukun

ilustrasi cara menyikapi perbedaan agar tercipta hidup rukun, sumber gambar: https://www.freepik.com/

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi perbedaan di tengah-tengah masyarakat. Adapun cara menyikapi perbedaan agar tercipta hidup rukun di antaranya sebagai berikut:

Sebagai masyarakat yang hidup berdampingan dengan masyarakat lain, hendaknya kita mampu menerapkan sikap toleran kepada sesama. Toleransi tidak hanya mengacu pada kehidupan beragama, namun juga diterapkan pada berbagai lini kehidupan, seperti budaya, ras, pekerjaan, dan sebagainya.

Dengan menerapkan sikap toleran, maka kita juga akan hidup bahagia dan dihargai oleh masyarakat lain dan konflik pun dapat diminimalisir.

2. Menjunjung Tinggi Sikap Humanisme

Cara menyikapi perbedaan agar tercipta hidup rukun yang berikutnya adalah dengan menjunjung tinggi sikap Humanisme. Humanisme adalah suatu sikap yang mendambakan kehidupan damai dengan cara memprioritaskan manusia dan hak-haknya. Dengan memiliki sikap humanisme, maka kita akan mampu lebih manusiawi dan tidak menganggap rendah orang yang berbeda dengan kita.

3. Menghindari Sikap Etnosentrisme

Dikutip dari buku Metode, Teori dan Teknik Kebudayaan oleh Endraswara (2006), etnosentrisme dinilai sebagai sikap yang baik karena memiliki kebanggaan atas suku, ras atau budaya yang diikutinya. Namun, etnosentrisme juga memiliki dampak negatif karena cenderung memaksakan kehendak kepada orang lain bahwa budayanya sendiri yang paling hebat. Agar tidak menyinggung perasaan orang lain, sebaiknya kamu menghindari sikap yang satu ini.

Rasisme merupakan suatu sikap yang mempercayai bahwa ras dan budaya sendiri yang paling unggul. Ras sering dikaitkan dengan etnosentrisme. Hanya saja, rasisme menjadi permasalahan secara global. Sikap tercela ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia, sehingga kita perlu menghindarinya.

5.Menghargai Pendapat Orang Lain

Konflik dapat terjadi saat salah satu pihak tidak memberikan kesempatan bagi orang lain untuk berbicara. Akhirnya, muncul kesalahpahaman, perasaan tidak dihargai, serta emosi negatif yang memantik perselisihan.

Cegah konflik dengan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk bicara sebelum menyampaikan sudut pandang Anda.

Semoga 5 contoh di atas bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak ada konflik yang terjadi.


Page 2

If we cannot now end our differences, at least we can help make the world safe for diversity.

Jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman
(John F. Kennedy)

What we have to do… is to find a way to celebrate our diversity and debate our differences without fracturing our communities.

Apa yang harus dilakukan … adalah menemukan cara untuk merayakan perbedaan dan mendiskusikan perbedaan tanpa memecah belah komunitas kita
(Hillary Clinton)

***

Jagad raya seisinya ciptaan Allah SWT ini memiliki pesona keanekaragaman yang luar biasa. Sebagai sesama anggota tata surya, bumi tempat kita hidup jauh berbeda dengan bulan dan matahari, dan anggota tata surya yang lain. Mereka semua juga berbeda dengan bintang gemintang yang bertebaran dalam jagat raya. Meski memiliki aspek kesamaan di atara warga tata surya itu, kita tidak akan mengelak tentang pesona kemajemukan dan kemanfaatannya bagi kehidupan manusia

Mengingkari keanekaragaman ciptaan Allah SWT tersebut sama artinya kita mengingkari semua ciptaan Allah yang Maha Kuasa itu.

Ya, kita juga mengetahui dengan pasti bahwa kita hidup hanya sekali. Salah satu masalah yang terjadi dalam kehidupan adalah saikap dan perilaku kita dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Padahal, perbedaan adalah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini. Masalah yang timbul dalam kehidupan antara lain karena kita kurang cerdas menggunakan perbedaan sebagai modal untuk membangun kekuatan dalam kehidupan. Beda pendapat itu pasti. Beda pendapatan boleh jadi. Beda warna kulit itu bukan hanya teori. Cucu penulis yang kulitnya lebih putih mengatakan kulit kakungnya dikatakan “gosong”, itu bisa terjadi dalam keluarga sendiri, juga terjadi di negeri sendiri, bahkan juga terjadi di tempat yang lain lagi.

Kalau Barack Obama, yang nota bene adalah orang Amerika yang berkulit hitam, dapat menjadi presiden Amerika Serikat yang sangat populer, kenapa kita harus mempersoalkan warna kulit untuk membesar-besarkan perbedaan, ketimbang harus menekankan pentingnya kesatuan? Sekali lagi, kita hidup hanya sekali, dan untuk itu harus dapat menjunjung tinggi kebesaran Illahi, yang memang telah menciptakan perbedaan sebagai rahmat yang harus kita syukuri.

Sejarah Telah Memberi Pelajaran

Sejarah telah membuktikan kebenarannya bahwa untuk menjamin adanya kesatuan dan persatuan bangsa, ternyata tidak cukup menjadikan rasa persatuan dan kesatuan itu hanya sebagai janji suci berupa sumpah pemuda. Penjaminan adanya kesatuan dan persatuan bangsa juga tidak cukup hanya dijadikan sebagai kata-kata semboyan dalam lambang negara. Bahkan tidak cukup hanya menjadi sila-sila dasar negara yang kebanyakan orang sering lupa menyebutkan urutan dan rumusan kalimatnya. Bahkan secara bergurau P4 sebagai wahana sosialisasi dasar negara juga malah dipelesetkan menjadi pergi pagi pulang petang, karena sulitnya mencari sesuap nasi melalui kerja keras dalam pekerjaan.

Lalu, harus bagaimana? Ya, kita memang tidak bisa melupakan begitu saja Sumpah Pemuda. Kita juga perlu lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika. Kita bahkan sangat perlu dasar negara Pancasila, dan juga UUD 1945. Tetapi lebih dari itu semua, kita masih lebih perlu lagi keteladanan pada pemimpin bangsa. Kita juga sangat perlu kebijakan, program, dan kegiatan yang transparan dan berkeadilan. Kita perlu melakukan perdamaian tanpa kekerasan, tetapi harus melalui pemahaman. Lebih dari itu, kita memang perlu anti diskriminasi, dan sekaligus memberantas perilaku korupsi, agar semua warga negara dapat dapat hidup di negara yang besar, kuat, maju, dan sejahtera.

Bagaimana Sikap Kita Menghadapi Perbedaan?

Pertama, meyakini bahwa perbedaan adalah satu hakikat dan keniscayaan sebagai ramhat Allah SWT. Percayalah bahwa perbedaan itu merupakan kenicayaan. Kita tercipta sebagai laki-laku yang berbeda dengat perempuan, tetapi Allah telah menyatukan dalam lembaga perkawinan yang agung. Oleh karena itu perbedaan memang merupakan hakikat yang pasti terjadi. Artinya, kita harus meneripa takdir Allah bahwa kita bisa jadi memang berbeda dengan tetangga, dengan sesama warga, dengan teman sekerja, dengan sesama umat manusia, yang memang telah ditakdirkan penuh dengan perbedaan dan kemajemukan. Perbedaan adalah rahmat dalam kehidupan kita yang fana ini.

Kedua, mencoba untuk memecahkan masalah perbedaan secara bijaksana, penuh pengertian, saling harga menghargai, serta tanpa paksaan dan kekerasan. Orang bijak mengatakan bahwa kita harus dapat menjadikan perbedaan sebagai modal untuk dijadikan kekuatan. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam bertindak, terbuka dalam mengelola sesuatu yang berbeda.

Ketiga, menghadapi perbedaan tidak cukup hanya dengan mendiamkan, atau bahkan dengan menafikan keberadaannya, tetapi perlu dimusyawarahkan. Sesuai dengan nasihat John F. Kennedy, maka ‘jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman”. Untuk memahami perbedaan itu, kita memerlukan data dan informasi tentang apa yang berbeda, bagaimana perbedaannya, dan mengapa hal itu telah berbeda. Data dan informasi itu diperlukan untuk – kalau bisa – mendekatkan alasan mengapa terlah terjadi perbedaan, untuk menyatukan perbedaan menjadi kesamaan. Di sini kita memerlukan dialog, memerlukan musyawarah. Di sini kita memang perlu diskusi, bahkan syah-syah saja untuk beradu argumentasi. Asal hal itu dilakukan dengan penuh kesopanan, tidak menggebrak meja ketika menjelaskan fakta. Jika pada akhirnya tidak terjadi kesepakatan, maka yang harus dilakukan adalah menerima dengan tangan terbuka, dan menghargai perbedaan itu sebagaimana adanya.

Keempat, menyikapi terjadinya perbedaan dengan melalui keteladanan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi teladan bagi orang lain. Khusus untuk para pemimpin, keteladanan itu akan menjadi pedoman bagi semua orang. Sesungguhnya keteladanan itu harus dibentuk dari diri sendiri, dari keluarga, dan kemudian menyebar dalam kehidupan.

Kelima, menyikapi adanya perbedaan dengan menetapkan kebijakan, program dan kegiatan bersama yang dirumuskan secara demokratis, transparan, terbuka, dan akuntabel. Perbedaan memang bukan sekedar masalah teori, tetapi lebih sebagai praktik yang memerlukan penerapan dan implementasi secara adil dan dapat menghindari kemungkinan timbulnya prasangka dan salah duga.

Akhir Kata

Demikianlah lima sikap dan perilaku yang perlu dilaksanakan ketika sedang menghadapi segala aspek tentang perbedaan dalam kehidupan. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat bagi para pembaca dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang terkait dengan perbedaan. Amin.

                                                                             Depok, 7 November 2013