Contoh wadiah dalam kehidupan sehari hari

Akad wadiah bisa dibagi menjadi 2, yakni wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah. Bagaimana aplikasinya dalam muamalah, berikut ini penjelasannya.

Sharianews.com, Jakarta. Muhammad bin Qasim al Ghazi dalam kitab Fath al Qarib al Mujib, Syarah Kitab at Taqrib mengatakan bahwa wadiah berasal dari kata wadii’ah berpola (wazan) fa’iilatun dan kata wad’a yang bermakna meninggalkan.

Wadiah adalah meninggalkan atau menitipkan sesuatu kepada orang lain (untuk menjaga sesuatu itu). Sifat wadiah adalah amanah di tangan wadi’ (penerima titipan).

Wadiah merupakan akad tabarru’at (tolong menolong atau saling membantu), sehingga masuk dalam kategori akad nonprofit.

Namun, akad ini bisa menjadi akad mu’awadhah (transaksi pertukaran) atau tijarah (transaksi motif profit) jika disepakati ada skema bisnis berupa jual beli manfaat barang (sewa fasilitas) dan/atau jual beli manfaat perbuatan (jasa) atas penitipan sesuatu tersebut.

Hukum menerima titipan adalah sunnah, apalagi jika penerima titipan itu memang memliki kemampuan untuk menjaganya. Ketika penerima titipan sudah menyatakan siap dititipi sesuatu, maka ia wajib menjaga titipan (amanah) itu.

Rukun wadiah yang harus dipenuhi adalah keberadaan penitip, penerima titipan, barang titipan, dan ijab qabul. Orang yang berakad harus memenuhi syarat sebagai orang yang berakad, apalagi jika akad ini terkait dengan hukum positif legal formal.

Barang titipan harus jelas, dapat dipegang, dan dapat dikuasai untuk dipelihara. Ijab qabulnya harus jelas, baik secara hukum (hukmi), hakikat (haqiqi) dan/atau sesuai kebiasaan (urf) yang berlaku.

Berbagai Kitab klasik seperti Fath al Qarib al Mujib, Bidayah al Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid dan I’anah ath Thalibin menyiratkan bahwa wadiah adalah akad amanah, sehingga penerima titipan tidak wajib mengganti barang titipan kecuali jika terjadi kerusakan.

Ketika terjadi kerusakan yang disengaja, maka penerima titipan harus menanggung dengan mengganti barang titipan. Inilah yang disebut dengan dhaman atau dhamanah (menanggung sesuatu).

Ada dua jenis wadiah

Oleh karena itu, wadiah bisa dibagi menjadi 2, yakni wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah.

Wadiah yad amanah adalah titipan yang berlaku kaidah asal titipan, yakni menjaga amanah. Pada skema ini, penerima titipan tidak mempergunakan barang titipan. Inilah skema wadiah yang asli, tidak terjadi pengubahan esensi akad.

Contoh penerapan wadiah yad amanah adalah pada produk Save Deposit Box (SDB). Pada skema ini, Nasabah menitipkan barang kepada Bank Syariah. Sejak awal transaksi disepakati adanya jual beli manfaat barang (sewa penyimpanan) dan/atau jual beli manfaat perbuatan (jasa penjagaan atau pemeliharaan) barang titipan tersebut, sehingga Bank Syariah boleh mengenakan fee kepada Nasabah.

Berikutnya adalah wadiah yad dhamanah. Wadiah yad dhamanah adalah titipan yang ditanggung oleh penerima titipan karena barang titipan tersebut dipergunakan dan/atau dihabiskan, sehingga pihak pengguna titipan harus mengganti titipan seperti semula.

Pada wadiah yad dhamanah ini terjadi tahawwul al aqd (perubahan akad) dari akad titipan menjadi akad pinjaman oleh karena titipan tersebut dipergunakan oleh penerima titipan.

Dengan demikian, pada skema wadiah yad dhamanah ini berlaku hukum pinjaman qardh (jika barang titipan dihabiskan) atau pinjaman ariyah (jika barang titipan tidak dihabiskan).

Penerima titipan boleh memberi kelebihan – bonus

Pada kedua jenis pinjaman ini berlaku kaidah bahwa pemberi pinjaman (penitip) tidak boleh mensyaratkan ada kelebihan dalam pengembalian, namun penerima titipan boleh memberikan kelebihan pengembalian berupa bonus kepada Nasabah, asalkan bonus tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya.

Contoh penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi qardh adalah pada produk Tabungan Wadiah dan Giro Wadiah. Pada skema ini, Nasabah menitipkan dana kepada Bank Syariah (dalam bentuk rekening tabungan atau giro).

Dana titipan Nasabah dipergunakan oleh Bank Syariah (baik untuk transaksi bisnis maupun transaksi nonbisnis). Nasabah tidak boleh mensyaratkan adanya manfaat seperti minta syarat diberi hadiah, syarat ada kelebihan pengembalian dana titipan dan/atau manfaat lainnya, agar tidak terkena Riba.

Penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi ariyah bisa dilihat misalnya transaksi titipan kendaraan, tapi kendaraannya dipergunakan oleh penerima titipan. Kendaraan dipergunakan oleh penerima titipan, namun tidak dijual atau dihilangkan.

Penerima titipan wajib mengembalikan kendaraan tersebut sesuai kondisi semula. Pengembalian bukan berupa kendaraan lainnya. Jika kendaraan tersebut hilang, maka penerima titipan harus mengganti barang titipan tersebut.

Pemilik barang titipan tidak boleh mensyaratkan adanya manfaat atas transaksi ariyah ini, namun penerima titipan boleh memberikan sesuatu kepada pemilik barang (asalkan tidak terjadi konflik kepentingan).

Demikian sekilas tentang akad wadiah dalam muamalah kontemporer. Semoga manfaat dan barakah. Amin.

sebutkan 3 Alkitab orang hidup tidak di siplin​

Proses menentukan arah kegiatan kantor, dengan cara meninjau kembali faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan kantor adalah pengertian dari.

Perhatikan kebijakan yang diambil dalam rangka memperbaiki kinerja perekonomian berikut. 1.menambah cadangan wajib tunai bank-bank 2.melakukan opera … si pasar terbuka 3.menaikan tarif pajak 4.menekan pengeluaran pemerintah 5.menurunkan tarif pajak . Kebijakan fiskal ditunjukkan oleh nomor..

6. organisasi sedang mengalami permasalahan internal seputar manajemen keuangan. pendapat saya terhadap kondisi ini adalah....

berdasarkan hukum permintaan, ketika semakin rendah harga suatu barang maka

jika pendapatan masyarakat besar, maka permintaan cenderung ....

Jelaskan prosedur pengujian substantif terhadap akun kas

Jenis ruang kerja yang cocok untuk pekerjaan menyeimbangkan emosi lebih stabil, pekerja akan merasa nyaman karena tidak ada kebisingan, sehingga peker … jaan dapat dilakukan dengan lebih evisien adalah jenis tata ruang ....

penguasaan pemasaran listrik oleh pln menunjukkan struktur pasar persaingan

perubahan titik kombinasi harga barang dan jumlah barang diminta pada sepanjang kurva permintaan terjadi karena

Bagikan

Wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yang artinya meninggalkan atau menitipkan sesuatu pada orang lain yang sanggup menjaga sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

Dalam ekonomi syariah, wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.

Wadiah merupakan akad tabarru’at (tolong menolong atau saling membantu), sehingga masuk dalam kategori akad nonprofit. Namun, akad ini bisa menjadi akad mu’awadhah (transaksi pertukaran) atau tijarah (transaksi motif profit) jika disepakati ada skema bisnis berupa jual beli manfaat barang (sewa fasilitas) dan/atau jual beli manfaat perbuatan (jasa) atas penitipan sesuatu tersebut.

1. Wadiah Yad Amanah 

Wadiah yang asli, tidak terjadi pengubahan esensi akad, titipan yang berlaku sesuai kaidah asal titipan, yakni menjaga amanah. Penerima titipan tidak mempergunakan barang titipan dan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.

Contoh: Save Deposit Box (SDB). Nasabah menitipkan barang kepada Bank Syariah. Sejak awal transaksi disepakati adanya jual beli manfaat barang (sewa penyimpanan) dan/atau jual beli manfaat perbuatan (jasa penjagaan atau pemeliharaan) barang titipan tersebut, sehingga Bank Syariah boleh mengenakan fee kepada Nasabah.

2. Wadiah Yad Dhamanah

Wadiah dimana penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya.

Wadiah yad dhamanah ini terjadi tahawwul al aqd (perubahan akad) dari akad titipan menjadi akad pinjaman oleh karena titipan tersebut dipergunakan oleh penerima titipan. Dengan demikian, pada skema wadiah yad dhamanah ini berlaku hukum pinjaman qardh (jika barang titipan dihabiskan) atau pinjaman ariyah (jika barang titipan tidak dihabiskan).

Sumber: sharianews.com; wikipedia.org

  • Adanya ijab dan qabul (shighat)
  • Harta atau barang yang bisa dititipkan hanyalah barang yang bisa disimpan. Barang yang tidak dapat disimpan seperti benda yang jatuh ke dalam air atau hewan yang tengah kabur ke alam liar tentu tidak dapat dititipkan.
  • Harta atau barang yang dititipkan harus halal.
  • Barang yang dititipkan adalah barang yang memiliki nilai atau qimah sehingga dapat dilihat sebagai maal.
  • Untuk melakukan wadiah, harus ada orang yang menitipkan barang, orang yang dititipkan, wadiah atau barang yang dititipkan, dan ijab qabul (sighah titipan).

  • Baik orang yang menitipkan atau orang dititipkan keduanya harus berakal
  • Kedua belah pihak harus telah baligh, dan mumayiz. Namun, ada ulama yang mengatakan bahwa anak dibawah umur boleh melakukan akad wadiah selama tidak ada syarat dan ketentuan pedagangan jual beli yang sulit dipahami oleh anak kecil tersebut.
  • Harta atau barang yang dititipkan harus dapat diberikan secara fisik.

Wadiah dapat batal au terputus, apabila terjadi beberapa hal dibawah ini:

  • Meninggalnya orang yang menitipkan barang atau orang yang dititipkan barang.
  • Adanya pengembalian barang dari orang yang dititipkan baik itu sesuai permintaan orang yang menitipkan maupun tidak.
  • Apabila salah satu pihak berada dalam kondisi koma berkepanjangan, atau hilang akal.
  • Terjadi hajr atau legal restriction yang di mana hilangnya kompetensi penitip ataupun yang dititipi mengalami kebangkrutan (pailit).
  • Apabila terjadi pemindahan kepemilikan, yaitu pihak yang dititipi mentransfer hak milik barang kepada pihak lain dengan cara dijual atau diberikan sebagai hadiah.

Landasan hukum dari transaksi wadiah sendiri berasal dari Q.S. Al-Baqarah : [283] yang berbunyi “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.”

Dan Q.S. An-Nisa : [58] yang memiliki arti “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA