Contoh Kedamaian dalam kehidupan sehari hari

PENYELESAIAN masalah dengan menggunakan kekerasan masih sering dijumpai di masyarakat. Kasus perkelahian pelajar, penghilangan nyawa karena masalah utang-piutang, perusakan fasilitas umum maupun penjarahan ketika melakukan demonstrasi, juga adu mulut dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Budaya penyelesaian masalah dengan menggunakan kekerasan sebenarnya bukanlah sesuatu yang inheren dalam diri manusia. Penggunaan kekerasan adalah hasil belajar, dan karena itu, manusia sebenarnya juga bisa belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan.

Mewujudkan masyarakat yang damai bisa dimulai dari sekolah. Sekolah sebagai miniatur masyarakat memiliki kesempatan untuk mengembangkan budaya damai yang bisa dihidupi dan diterapkan oleh warga sekolah di dalam maupun luar sekolah. Budaya sekolah bisa dimaknai sebagai kumpulan nilai, kepercayaan, kebiasaan, juga aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat oleh manajemen sekolah untuk membentuk cara warga sekolah berpikir, bertindak, dan belajar (Wibowo, 2020).

Adapun budaya damai, mengikuti definisi yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi Nomor 243 Tahun 1999, adalah budaya yang mencegah penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik, dan dibangun berdasarkan pendidikan perdamaian, promosi pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan, penghormatan terhadap HAM, perayaan keberagaman, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, serta partisipasi demokratis tiap manusia.

Budaya sekolah yang damai merupakan sekumpulan nilai, kepercayaan, perbuatan, juga aturan yang ditentukan oleh manajemen sekolah untuk menjadi pegangan bagi warga sekolah. Tujuannya agar mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi berbagai aspek perdamaian dalam setiap laku hidupnya. Seperti apa bentuk budaya damai di sekolah?

Budaya 5S untuk perdamaian

Di berbagai institusi pendidikan di Indonesia sudah banyak yang mengadopsi 5S (senyum, sapa, salam, sopan, dan santun) sebagai budaya sekolah. Sayangnya, jabaran terperinci mengenai makna dari tiap kata dalam 5S masih sulit ditemukan. Apakah senyum hanya berarti sekadar tersenyum dan sapa hanya sekadar menyapa? Bisakah kita memaknai lebih jauh lima kata tersebut dan menghubungkannya dengan budaya damai? Jawabannya, sangat memungkinkan.

Kata senyum bisa dimaknai sebagai pengingat bagi warga sekolah untuk menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang suportif untuk belajar. Ketika warga sekolah berbagi senyum, mereka menunjukkan ketulusan dalam mendukung satu sama lain untuk belajar. Senyum mendorong kesetaraan kesempatan bagi warga sekolah untuk belajar sehingga tidak ada satu pun yang tertinggal.

Jika ada murid memiliki proses belajar yang lambat, guru dan teman-temannya akan bersama-sama membantu. Demikian juga untuk guru, antarkolega saling mendukung dan membantu untuk memperlancar proses belajar-mengajar karena mereka paham bahwa mereka adalah satu tim dalam mendidik murid.

Sapa mengingatkan warga sekolah untuk menjalin persahabatan dan berlaku adil tanpa melihat latar belakang dan identitas. Lingkungan sekolah dijadikan sebagai tempat untuk belajar tentang perbedaan, relasi kuasa, dan hal lain yang penting bagi hidup dengan keberagaman. Warga sekolah didorong untuk mampu bergerak dari level terendah dalam merespons perbedaan dengan menunjukkan sikap toleran ke level tertinggi, yakni merayakan keberagaman.

Salam yang berasal dari bahasa Arab dan bermakna 'damai' mendorong warga sekolah untuk mempelajari nilai, pengetahuan, dan keterampilan demi perdamaian, mempraktikkannya setiap hari, dan berkontribusi aktif dalam mewujudkan lingkungan yang damai di dalam dan luar sekolah. Salam bukan sekadar menyapa dan memberi salam antarwarga sekolah, tetapi bagaimana salam atau damai terwujud dalam berbagai elemen di sekolah, mulai dari aturan, kegiatan rutin, hingga infrastruktur sekolah bisa digunakan untuk mendorong budaya damai dan menghindari terjadinya berbagai bentuk kekerasan, baik kekerasan langsung, struktural, maupun kultural.

Kata sopan mengingatkan warga sekolah untuk saling berkomunikasi dengan cara-cara yang penuh hormat dan menghargai. Komunikasi antarmurid didorong untuk menggunakan kata-kata yang baik sehingga mampu menghindari perundungan. Keterampilan komunikasi yang efektif dan tanpa kekerasan, juga berdialog, perlu menjadi keterampilan yang wajib dimiliki oleh warga sekolah sehingga jika berada dalam situasi konflik, mereka tahu bagaimana cara mengomunikasikan masalah mereka dengan baik tanpa harus menggunakan bahasa yang menyakiti.

Terakhir, kata santun mengingatkan warga sekolah untuk berlaku sabar dan tenang ketika menghadapi berbagai situasi, terutama ketika muncul masalah. Warga sekolah didorong untuk tidak membuat penghakiman yang serta-merta, melainkan memahami masalah secara mendalam dan dari berbagai sudut pandang agar mampu menghasilkan penyelesaian yang memuaskan bagi semua pihak. Santun juga mendorong warga sekolah untuk tidak menggunakan kekerasan fisik, psikis, maupun verbal dalam menyelesaikan masalah.

Komitmen pada budaya damai

Budaya sekolah adalah jiwa dari suatu sekolah. Sekolah yang menghidupi nilai, kepercayaan, dan kebiasaan damai sebagai budaya sekolahnya akan memberi bekal bagi warga sekolah untuk menghadapi berbagai masalah dan konflik yang selalu ada dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Warga sekolah yang terbiasa dengan budaya damai akan memiliki beragam keterampilan, seperti kemampuan berpikir kritis, menganalisis masalah, resolusi konflik, dan menyelesaikan masalah secara kreatif. Keterampilan-keterampilan tersebut akan menghindarkan warga sekolah dari pilihan penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan masalah (Gruenert dan Whitaker 2015).

Untuk itu, sangat penting bagi sebuah sekolah untuk secara serius menjadikan budaya damai sebagai landasan bagi budaya sekolah. Manajemen sekolah memperhatikan dengan rinci berbagai aspek di lingkungan sekolah, mulai dari peraturan, kegiatan rutin, bahkan juga infrastruktur sekolah apakah semuanya mampu mendukung para warga sekolah untuk menginternalisasi nilai, pengetahuan, dan keterampilan perdamaian. Misal, apakah penempatan pajangan kata-kata mutiara dari tokoh-tokoh penting di dinding sekolah sebagai salah satu pendukung budaya sekolah telah memperhatikan keterwakilan perempuan. Atau contoh lainnya, apakah siswa dengan keterbatasan fisik mendapat kesempatan yang sama untuk mengajukan diri sebagai calon ketua OSIS.

Budaya sekolah bukan hanya sekadar slogan yang sering kali hanya berakhir menjadi pajangan di dinding sekolah dan nol dalam pelaksanaannya. Budaya sekolah adalah komitmen manajemen dan warga sekolah yang menyadari bahwa budaya sekolah yang baik akan membentuk warga sekolah menjadi manusia yang baik pula dan akan mampu berkontribusi dalam mentransformasi budaya-budaya yang kurang baik di masyarakat. Jika kita ingin mengubah budaya kekerasan di masyarakat, membentuk dan memperkuat budaya damai di sekolah adalah salah satu ikhtiar kita.

Ilustrasi hidup rukun. Foto: iStock

Hidup rukun dan damai menjadi impian setiap individu. Jika sikap rukun ini diterapkan dalam sehari-hari, maka kehidupan akan terasa lebih ringan karena berjalan dengan harmonis, tentram, dan bahagia.

Menurut KBBI, rukun adalah baik dan damai, tidak bertengkar. Rukun dapat dikaitkan dengan tali persahabatan dan sebagainya, termasuk interaksi sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Mengutip buku Arif Cerdas untuk Sekolah Dasar kelas 6 oleh Tim Arif, kerukunan juga dapat diartikan dengan sikap saling pengertian, saling mengakui, menghargai, dan toleransi yang tinggi dalam masyarakat sehingga dapat hidup damai dan berdampingan.

Sikap rukun tersebut perlu ditanamkan sejak dini, apalagi mengingat Indonesia terdiri atas beragam suku, budaya, dan agama yang rentan akan perselisihan. Jika seluruh masyarakat menerapkan sikap hidup rukun, perbedaan-perbedaan tersebut justru akan mempersatukan bangsa Indonesia.

Ilustrasi hidup rukun. Foto: iStock

Mengutip buku Cara Mudah Menghadapi Ujian Akhir Sekolah oleh Tim Matrix Media Literata, ada banyak manfaat yang didapatkan dari hidup rukun, antara lain:

Hidup dengan damai dan tenteram

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerukunan adalah sikap saling pengertian, menghargai, dan toleransi.

Kerukunan dapat menyejukkan hati dan menimbulkan kedamaian sehingga mengurangi risiko terjadinya pertentangan atau perkelahian. Alhasil, masyarakat pun bisa hidup dengan damai dan tenteram.

Persatuan dan kesatuan semakin kuat

Sikap hidup rukun akan ilustrasi hidup rukun. Menimbulkan rasa ingin menolong. Dengan demikian, rasa persatuan dan kesatuan yang hadir semakin kuat.

Bayangkan jika tidak ada kerukunan dalam masyarakat, setiap individu akan saling acuh dan enggan untuk membantu satu sama lain. Hubungan yang terjalin di lingkungan masyarakat pun kian memburuk dan bisa berujung pada perpecahan.

Setiap masalah dapat diselesaikan dengan baik

Suatu masalah bisa diselesaikan dengan baik apabila pihak-pihak yang bersangkutan menghadapinya dengan bijak. Jika sikap hidup rukun diaplikasikan, tentu perbedaan pendapat dapat diatasi dengan cara yang benar. Masalah pun teratasi dengan baik.

Ilustrasi hidup rukun. Foto: iStock

Sikap hidup rukun dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakat. Berikut beberapa contohnya.

  • Guru-guru menyayangi siswa

  • Siswa menghormati bapak dan ibu guru

  • Tidak memaksakan kehendak

  • Tidak saling mengejek dengan teman

  • Menunjukkan kasih sayang kepada sesama anggota keluarga

  • Saling meminjami mainan atau barang lainnya dengan kakak dan adik

  • Membantu kakak merapikan tempat tidur

Menyapa tetangga ketika bertemu

  • Ikut kerja bakti di lingkungan RT

  • Menjenguk tetangga yang sedang sakit

  • Membantu tetangga yang terkena musibah

  • Menegur atau menasihati tetangga jika salah dengan cara yang sopan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA