Contoh air yang tidak bisa digunakan untuk bersuci

Abusyuja.com_Air merupakan salah satu media yang digunakan untuk bersuci. Di dalam ilmu fiqih, terdapat beberapa ketentuan yang harus anda ketahui, terutama dalam penggunaan air ketika bersuci. Air sendiri dalam kacamata fiqih diartikan sebagai sesuatu yang turun dali langit (hujan) dan keluar dari bumi (sumber). Sedangkan air yang boleh digunakan untuk bersuci ada 7 jenis, yaitu air hujan, air sungai, air laut, air sumur, mata air, air es dan air embun. Tetapi pada kesempatan kali ini, kita tidak akan membahas mengenai macam-macam air, soalnya topik tersebut sudah pernah kami bahas pada artikel khusu secara lengkap.

Baca juga :



Sesuai judul di atas, yang akan kita bahas kali ini adalah macam-macam air yang tidak boleh digunakan untuk bersuci.



1. Air Musta'mal

Jika anda sudah pernah belajar bab thaharah, mungkin anda sudah tidak asing lagi mendengar kata air musta'mal. Air musta'mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci, dalam bahasa sederhana juga bisa diartikan sebagai air "bekas" basuhan fardhu. Hal ini sangat penting kami sampaikan karena banyak sekali yang beranggapan bahwa air musta'mal adalah air bekas yang sudah digunakan untuk berwudhu. Tetapi perlu anda ingat, air bisa dikatakan musta'mal apabila basuhan tersebut sifatnya fardhu, seperti wajah, tangan, kaki dan sebagian rambut. Apabila air tersebut bekas basuhan sunnah, seperti telinga misalnya, basuhan kedua atau basuhan ketiga, maka air tersebut hukumnya tidak musta'mal dan masih bisa digunakan untuk bersuci lagi.

2. Air Mutanajis

Air Mutanajis adalah air suci yang terkena najis. Perlu anda ingat bahwa Air Mutanajis dan Air Najis itu berbeda. Air Mutanajis adalah air yang awalnya suci, tetapi menjadi najis karena kemasukan benda yang sifatnya najis. Sedangkan Air Najis adalah air yang secara mutlak memang sudah dihukumi najis, seperti kencing, darah dll.

Apabila ada air dua kulah (air di dalam bak yang berukuran 60 X 60 CM) terkena najis, maka hukumnya tetap suci. Akan tetapi jika najis tersebut dapat merubah salah satu dari sifat 3 ini (warna, rasa dan bau), maka air tersebut dihukumi najis. Apabila ada air kurang dari dua kulah dan terkena najis, maka hukumnya tetap najis meskipun najis tersebut tidak merubah salah satu sifat air tadi (rasa, warna dan bau).

3. Air yang tidak bersumber dari tanah maupun langit

Untuk poin ketiga ini sifatnya lebih global. Apabila air tersebut tidak bersumber dari bumi maupun langit, maka tidak boleh bagi kita menggunakannya untuk bersuci. Contoh : Air kelapa (air dari buah-buahan), air bambu (air dari pepohonan), air kimia dan masih banyak lagi.

4. Air minum yang disediakan untuk umum

Untuk poin keempat ini kami ambil dari kita syarah Fathul Qarib, yaitu air yang disediakan untuk umum (musyabbal lisyurbi). Contoh : Air minum yang diletakkan di pinggir-pinggir jalan, di masjid dan lain-lain. Meskipun secara hukum sah (suci mensucikan), tetapi kita akan terkena hukum haram (Berdosa). Dan lebih baik hal semacam ini kita tinggalkan.

Pada zaman Nabi air seperti ini biasanya akan diletakkan di pinggir-pinggir jalan agar orang-orang yang sedang musafir (bepergian) dapat mengambil manfaatnya.

5. Air Ghosob

Untuk poin terakhir ini juga kami ambil dari kitab syarah Fathul Qarib. Yaitu jenis air yang dapat mensucikan tetapi haram bagi kita melakukannya. Ghosob adalah mengambil sesuatu dari orang lain tanpa seizin pemiliknya. Contoh : Seseorang berwudhu di pancuran milik tetangganya tanpa izin, meskipun secara hukum fiqih air tersebut suci dan mensucikan, akan tetapi berhubung cara orang tersebut mendapatkan air tidak melalui jalan yang benar, maka hukumnya haram (berdosa).

Di dalam shalat-pun juga sama. Apabila seseorang mendirikan shalat dengan pakaian hasil curian, maka shalat orang tersebut sah sah saja, tetapi ia akan mendapatkan dosa atas perilakunya.


Beribadah merupakan salah satu bentuk aktivitas spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan Ibadah menjadi kunci untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas keimanan seseorang. Akan tetapi tidak sedikit masyarakat kita yang masih awam tentang aturan dan tata cara sebelum beribadah, sehingga membuat efektivitas ibadah terganggu. Salah satunya mengenai air yang digunakan sebagai media untuk menunaikan ibadah sholat.

Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an dan Hadist (TAFAQUH) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan & Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII, Fuat Hasanuddin, Lc., M.A selaku penyaji pada acara tersebut menyampaikan, dalam Mazhab Syafi’i ada tujuh macam air yang dikategorikan sebagai air yang boleh untuk bersesuci.

“Ada tujuh air yang boleh digunakan untuk bersesuci yakni air langit (hujan), air laut, air sungai, air sumur, mata air, air salju dan juga air embun. Kemudian pengarang kitab ini memberikan kesimpulan bahwa intinya adalah semua air yang ada dibumi murni dan semua air yang turun dari langit bisa digunakan untuk bersesuci,” ungkapnya sambil menerangkan isi kitab Matan Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja itu.

Kemudian pada acara yang diselenggarakn pada Kamis (10/2) di Masjid Ulil Albab & melalui Zoom Meeting itu, ia menerangkan bahwa kriteria air terbagi menjadi empat macam, pertama adalah air yang suci dan mensucikan (air mutlak), kedua adalah air yang suci mensucikan tetapi makruh menggunakannya, kemudian yang ketiga air yang suci tapi tidak mensucikan, dan yang terakhir adalah air najis.

Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam UII itu juga menambahkan bahwa gaya belajar dan pola pikir masyarakat saat ini sudah berbeda dengan masyarakat pada masa lampau, seperti halnya meminta mengklarifikasi pernyataan melalui dalil dalil muttafaq, baik itu melalui Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ maupun Qiyas.

“Di zaman sekarang ini fenomenanya menarik, kalau nanya ustadz ini hukumnya apa kemudian dijawab hukumnya makruh kalau orang dulu mungkin langsung diem, kalau sekarang tidak, dalilnya mana ustadz. Saya sering mendapatkan pertanyaan seperti itu, maka ini menjadi fenomena menarik,” ungkapnya.

Kemudian Fuat Hasanuddin menerangkan bahwa penggunaan dalil dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan efek positif dalam kehidupan sehari hari. “Dalil ini bagi kita untuk memperkuat keyakinan terhadap amalan. Saya beri contoh kalau kita setiap hari ber-wudhu, tapi pernah tidak kita membayangkan ketika kita ber-wudhu misal mengusap kepala, kita terpikirkan 1 ayat di Al-qur’an tentang mengusap kepala, kalau kita memahami hal itu, membasuh kepala akan berbeda dari membasuh kepala biasa, rasanya beda,” ungkapnya. (AMG/RS)

7 Macam Air untuk Bersuci, Harus Suci dan Mensucikan /UNSPLASH/mrjn Photography

KENDALKU - Ada 7 macam air untuk bersuci yang dapat dimanfaatkan oleh umat muslim untuk bersuci (haharah).

7 macam air tersebut harus memenuhi syarat, sehingga tidak hanya suci namun juga bisa mensucikan.

Air yang yang suci dan mensucikan merupakan air yang turun dari langit dan keluar dari bumi. Air tersebut juga belum pernah dipakai untuk bersuci.

Baca Juga: Cara Membersihkan Najis dengan Benar, Mugholadoh hingga Mutawasitah

Air yang memenuhi kriteria tersebut, dapat digunakan untuk bersuci dari hadas maupun najis.

Bersuci dibagi menjadi dua macam. Pertama, bersuci dari hadas. Kedua, bersuci dari najis.

Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi, atau tayamum. Cara ini menjadikan hadas hilang dari tubuh.

Najis dapat dilakukan dengan cara menghilangkan najis yang ada pada badan, tempat, dan pakaian.

Baca Juga: Cara Membersihkan Najis dengan Benar, Mugholadoh hingga Mutawasitah

Agar bisa bersuci dan menghilangkan najis maka dibutuhkan air yang suci dan mensucikan.

Air yang suci dan mensucikan adalah air yang mutlak. Air mutlak artinya air yang masih murni dan bersifat tidak makruh.

Air yang berada pada tempat dari bahan logam atau yang bukan emas yang dikenal dengan istilah air musyammas adalah contoh air yang makruh digunakan. 

Jika air tidak makruh dan berupa air mutlak, maka dapat digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis.

7 macam air yang dapat digunakan untuk bersuci antara lain yaitu:

1. Air Hujan

3. Air laut

4. Air sungai 

5. Air salju

6. Air Telaga

7. Air embun.

7 macam air tersebut dapat digunakan untuk bersuci, karena bersumber dari air hujan atau keluar dari Bumi.

Dengan air yang tersedia begitu melimpah maka, umat muslim dapat berwudhu atau mandi agar badan bisa menjadi suci sebelum melaksanakan ibadah.

Akan tetapi, apabila air-air tersebut tidak tersedia, umat muslim masih memiliki kelonggaran ketika mau melaksanakan ibadah dengan melaksanakan tayamum.

Sedangkan air yang tidak dapat digunakan untuk bersuci adalah air musta'mal.

Air musta'mal merupakan air yang suci tapi tidak dapat mensucikan karena air ini telah dipergunakan untuk bersuci.

Meskipun tidak berubah warna, bau, dan rasanya namun air ini tidak diperbolehkan untuk menghilangkan hadas atau najis.

Air yang juga tidak dapat digunakan untuk bersuci adalah air mutanajis. 

Air mutanajis artinya air yang telah kemasukan najis. Air semacam ini tidak dapat digunakan untuk mensucikan karena airnya tidak suci.

Apabila air yang terkena najis berjumlah lebih dari 2 kulah, maka masih bisa digunakan untuk bersuci.

Menurut perhitungan satu kulah air itu setara dengan 217 liter. Air seperti ini harus berada pada bak dengan dengan ukuran minimal panjang 62,4 cm, lebar 16,4 cm, dan dalam/tinggi 16,4 cm.

Selain air musta'mal dan mutanajis, ada pula air yang yang tidak dapat digunakan untuk bersuci, bahkan dapat dikatakan menjadi air yang haram. 

Air yang haram digunakan ini adalah air yang diperoleh dari hasil mengambil tanpa izin atau mencuri (ghashab).***

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA