Coba jelaskan apa saja kebijakan Belanda yang menguntungkan Indonesia?

JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

dibaca normal 3 menit

Penulis: Yuda Prinada
23 September 2021

View non-AMP version at tirto.id

Politik Etis adalah politik "balas budi" yang mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional. Berikut ini tujuan, tokoh, isi, dan dampak Politik Etis.

tirto.id - Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi.

Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa.

Advertising

Advertising

Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda.

Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.

Tujuan dan Tokoh Politik Etis

Mulai muncul kritikan dan kecaman atas pelaksanaan tanam paksa, bahkan dari kalangan orang Belanda sendiri. Akibatnya, dikutip dari artikel bertajuk “Politik Etis Sebagai Awal Lahirnya Tokoh-tokoh Pergerakan Nasional" dalam website Kemendikbud, sistem tanam paksa akhirnya dihentikan pada 1863.

Baca juga:

Meskipun begitu, tanam paksa terlanjur menimbulkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Maka, beberapa aktivis dari Belanda seperti Pieter Brooshooft dan C. Th. van Deventer memprakarsai digagasnya Politik Etis sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia.

Van Deventer pertama kali mengungkapkan perihal Politik Etis melalui majalah De Gids pada 1899. Ternyata, desakan terkait ini diiterima oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak 17 September 1901, Politik Etis pun resmi diberlakukan.

Infografik SC Politik Etis Hindia Belanda. tirto.id/Sabit

Isi Politik Etis

Politik Etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi.

1. Irigasi

Dalam program ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Sarana dan prasarana untuk menyokong aktivitas pertanian serta perkebunan diberikan, meliputi pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, jalur transportasi pengangkut hasil tani, dan lainnya.

Baca juga:

2. Edukasi

Melalui program edukasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan upaya mengurangi angka buta huruf masyarakat dilakukan. Selain itu, mulai dilaksanakan pengadaan sekolah-sekolah untuk rakyat.

Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 (2001:7), hanya laki-laki saja yang boleh mengenyam pendidikan kolonial kala itu, sedangkan perempuan belajar di rumah.

Baca juga:

3. Emigrasi

Program emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda atau Indonesia. Pada 1900 saja, Jawa dan Madura telah dihuni oleh 14 juta jiwa.

Melalui kebijakan yang aktif mulai 1901 ini, didirikan pemukiman-pemukiman baru di Sumatera yang disediakan untuk tempat perpindahan rakyat dari wilayah padat penduduk.

Baca juga:

Dampak Politik Balas Budi

Awalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Akan tetapi, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda.

Dampak Negatif

Dalam program irigasi, upaya pengairan yang ditujukan untuk aktivitas pertanian tidak berjalan mulus. Air yang disalurkan ternyata hanya untuk orang-orang Belanda, sedangkan kaum pribumi seakan dipersulit sehingga menghambat kegiatan pertaniannya.

Berikutnya, dalam program edukasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata punya niatan buruk. Mereka ingin memperoleh tenaga kerja dengan kualitas SDM tinggi namun dengan upah rendah.

Program edukasi yang awalnya ditujukan untuk semua golongan, pada kenyataannya didominasi oleh orang-orang kaya atau dari kalangan bangsawan saja sehingga terjadi diskriminasi dalam hal pendidikan.

Baca juga:

Dampak Positif

Meskipun terjadi penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia.

Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat daerah maupun nasional di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain.

Program edukasi yang diberikan dalam Politik Etis melahirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui pemikiran, pengetahuan, hingga politik.

Baca juga:

Nantinya, berbagai organisasi pergerakan ini berganti wujud menjadi partai politik yang memperjuangkan kesetaraan atau merintis upaya kemerdekaan bagi Indonesia.

Politik Etis berakhir ketika Belanda menyerah dari Jepang tahun 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua.

Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah di Perang Dunia Kedua sehingga membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait POLITIK ETIS atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)

Penulis: Yuda Prinada Editor: Iswara N Raditya Kontributor: Yuda Prinada

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.

Lihat Foto

krisna diantha

pengusaha swiss di depan perkebunan di sumatera

KOMPAS.com - Bangsa Belanda diketahui sudah menjajah Indonesia sejak awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20.

Penjajahan Belanda di Indonesia dimulai dengan didirikannya kongsi dagang VOC, yang kemudian dilanjutkan dengan penerapan beberapa kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Penjajahan bangsa Belanda yang berlangsung selama tiga abad tentu telah memberikan dampak besar bagi Indonesia, tidak hanya negatif, melainkan juga dampak positif.

Berikut ini dampak positif penjajahan Belanda di Indonesia.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Kolonial Belanda Menerapkan Politik Etis?

Bidang sosial

Dalam bidang sosial, dampak penjajahan bangsa Eropa adalah runtuhnya kekuasaan feodal di Nusantara.

Kedudukan para raja dan keluarga istana mengalami perubahan, di mana mereka harus berubah menjadi aparat atau pegawai yang bekerja untuk membantu pemerintah Belanda.

Turun kelasnya kedudukan para raja membuat kehidupan masyarakat Indonesia juga berubah.

Rakyat tidak lagi harus khawatir, cemas, tidak percaya diri, dan terbelakang, karena tidak mendapat pengakuan dan perlakukan baik yang disebabkan oleh adanya pembagian kelas.

Bidang budaya

Dampak dalam bidang budaya dapat dilihat dari berubahnya cara pergaulan, gaya hidup, bahasa, dan cara berpakaian sebagian besar rakyat Indonesia.

Selain itu, dapat terlihat juga dari berkembangan ajaran Kristen di Indonesia. Rakyat pun mengetahui perkembangan kesenian yang ada di Eropa, seperti musik dan dansa.

Lihat Foto

National Museum van Wereldculturen (TM 60018862)

Perkebunan gutta percha Cipetir sudah ada sejak 1885, namun pabriknya baru dibangun dan mulai beroperasi pada tahun 1921. Foto ini diabadikan sekitar tahun 1925-1937.

KOMPAS.com - Zaman kolonial adalah zaman penjajahan oleh orang-orang asing. Penjajahan di Indonesia mulai dari ketertarikan pedagang asing karena rempah-rempah dan hasil bumi Indonesia.

Hal tersebut memancing persaingan antara pedagang, khususnya Eropa untuk menguasai seluruh rempah-rempah di Indonesia.

Selama berkuasa di Indoensia, pemerintah kolonial Belanda dan Inggris menerapkan kebijakan ekonomi yan menguntungkan negara itu sendiri.

Dalam buku Sejarah Nasional Indoensia: Masa Prasejarah samapai Masa Proklamasi Kemerdekaan (2018) karya Junaedi Al Anshori, beberapa kebijakan ekonimi masa kolonial, yaitu:

  • Penjualan tanah Partikelir

Belanda dan China diberi kesempatan untuk menyewa atau membeli tanah di Jawa untuk daerah perkebunan teh, kopi, dan tebu.

Baca juga: Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial dan Kondisi Masyarakat

Petinggi-petinggi Belanda sering menjual tanah kepada orang-orang swasta atau partikelir. Pemilik atau pembelitanah disebut tuan tanah.

Jika seseorang membeli tanah yang sangat luas, penduduk yang tinggal di situ harus patuh pada peraturan tuan tanah. Peraturan tersebut seperti:

  1. Menarik hasil panen secara langsung
  2. Menarik uang sewa rumah
  3. Menaik uang sewa warung
  4. Menyuruh penduduk untuk bekerja rodi
  5. Menarik pajak dan cukai atas perkebunan

Daerah-daerah yang saat itu memiliki tanah partikelir, adalah daerah Banten, Karawang, Cirebon, Priangan, Semarang, dan Surabaya.

Penduduk yang tinggal di tanah partikelir selalu menderita. Mereka harus kerja paksa selama lima hari setiap bulan, meronda kampung, dan melakukan tugas lain untuk kepentingan tuan tanah.

  • Sistem pajak tanah (landrent system)

Sistem pajak tanah merupakan pengganti penyerahan wajib dan penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan. Sistem ini didasarkan pada hukum adat yang berlaku di Indonesia.

Baca juga: Pesisir dan Pedalaman Zaman Kolonial

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA