Buku panduan kpps sulsel 2022

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia bersiap menyambut gelaran pemilihan umum (pemilu). Rencananya, hari pemungutan suara diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia pada 14 Februari 2024.

Pemilu mendatang digelar untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Sebagai penyelenggara pemilu, KPU terus bersiap melaksanakan Pemilu 2024. Sejumlah kebijakan dirancang guna memuluskan jalannya tahapan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Baca juga: Anggaran Belum Dibahas, KPU: Bukan Berarti Pemilu Tidak Jadi 2024...

Berikut sederet terobosan yang akan dilakukan KPU pada gelaran pemilu mendatang.

1. Sederhanakan surat suara

Pada Pemilu 2024, KPU berencana menyederhanakan model surat suara yang akan dipakai pemilih untuk pencoblosan.

Sejauh ini disiapkan dua model surat suara. Model pertama berisi tiga surat suara dan model kedua berisi dua surat suara.

Pada model pertama, tiga jenis surat suara terdiri dari surat suara pemilihan presiden-wakil presiden yang digabung pemilihan anggota DPR RI, lalu surat suara yang memuat daftar peserta pemilu DPD RI, dan surat suara yang memuat daftar peserta pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Baca juga: Menkominfo Usulkan Pemilu 2024 Terapkan Sistem E-Voting

Sementara, untuk desain pemilihan dengan dua jenis surat suara, terdiri atas surat suara pemilihan presiden-wakil presiden digabung dengan DPR RI, serta surat suara pemilihan anggota DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

"Penyederhanaan surat suara yang sudah disiapkan adalah desain ulang surat suara lima lembar pada Pemilu 2019, digabungkan beberapa pemilu dalam beberapa surat suara, menjadi dua lembar atau tiga lembar," kata Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik dalam di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

2. Persingkat waktu coblos

Dengan penyederhanaan surat suara tersebut, diperkirakan durasi mencoblos setiap pemilih dapat dipersingkat menjadi 1-3 menit.

Ini diketahui dari hasil simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang telah beberapa kali digelar KPU.

Durasi 1-3 menit itu lebih singkat bila dibandingkan dengan Pemilu 2019. Kala itu, setiap pemilih rata-rata perlu waktu 7 menit mencoblos lantaran ada lima surat suara

"Durasinya mungkin dulu kan lima surat suara ya, pengalaman kita kemarin dari Bali, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, itu sekitar 1-3 menit. Nah ini kalau kemarin bisa sampai tujuh menit orang untuk membuka satu-satu itu berat," kata Ilham Saputra ketika ditemui di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Baca juga: Anggaran Pemilu 2024 Diusulkan Rp 76 Triliun, Ketua KPU: 54 Persen untuk Honor Petugas KPPS

Tak hanya itu, dengan penyederhanaan surat suara tersebut, anggaran logistik Pemilu 2024 bisa ditekan 50-60 persen. Sebabnya, jumlah kertas suara yang dibutuhkan berkurang sehingga biaya produksi bisa ditekan.

3. Naikkan honor petugas KPPS

KPU juga memastikan bahwa honorarium petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024 akan dinaikkan 3 kali lipat.

Menurut Komisioner KPU Hasyim Asy'ari, kebijakan ini tak lepas dari pertimbangan bahwa kerja petugas KPPS tergolong berat.

“KPPS kan (saat ini) honornya Rp 500.000 dengan beban kerja kayak begitu. Itu masih dipotong pajak, lho,” kata Hasyim talkshow GASPOL Kompas.com, Selasa (22/3/2022).

“Kita akan naikkan jadi 3 kali lipat, menjadi Rp 1,5 (juta),” lanjutnya.

Baca juga: KPU: Surat Suara Disederhanakan, Durasi Pencoblosan Dipangkas dari 7 Menit Jadi 1-3 Menit

Kenaikan honor tersebut diputuskan melalui sejumlah perhitungan. Harapannya, dengan honor yang lebih besar, para petugas dapat meningkatkan integritas.

“Toh teman-teman (KPPS) bekerja untuk bangsa dan negara,” kata dia.

4. Syarat usia KPPS

Pada Pemilu 2024 nanti KPU juga akan memperketat syarat warga yang boleh jadi KPPS, di antaranya berusia tidak lebih dari 50 tahun.

Hasyim mengatakan, banyaknya kasus kematian yang menimpa petugas ad hoc pada Pemilu 2019 menjadi bahan evaluasi pihaknya saat merekrut calon petugas Pemilu 2024.

Sebagai catatan, tak kurang dari 894 petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia pada saat itu. Pada saat yang sama, 5.175 orang sakit.

"Itu menjadi catatan kritis bahwa yang namanya peristiwa kematian kan semuanya sudah ada takdirnya, tapi kita kan harus berusaha mencegah agar tidak terjadi korban meninggal," kata Hasyim.

Pemilu 2024 pun diprediksi akan jadi masa yang sangat sibuk bagi para petugas ad hoc KPU, tak hanya KPPS, tetapi juga Petugas Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Petugas Pemungutan Suara (PPS).

Baca juga: Pesan Anggota KPU untuk Pihak yang Ingin Tunda Pemilu: Tanya Masyarakat…

Hasyim membeberkan bahwa KPPS harus bekerja nonstop sejak menerima logistik pemilu, membuka TPS, memulai pemungutan suara, hingga melakukan penghitungan suara.

Penghitungan suara jadi pekerjaan yang dianggap sangat berat, karena durasi kerjanya tak dapat diprediksi. Setiap suara harus dihitung dengan jeli.

"Karena sistem pemilu kita kan proporsional, daftar calon terbuka, berisi surat suara, nama partai, dan calon," ujarnya.

Hasyim memastikan bahwa KPU akan melakukan penapisan kesehatan lebih ketat ketika merekrut petugas ad hoc untuk Pemilu 2024.

Apalagi, berdasar studi sejumlah pihak seperti Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), hingga Universitas Gadjah Mada (UGM), didapati fakta bahwa petugas menanggung beban kerja yang terlalu berat pada Pemilu 2019 lalu.

"Temuan fisiknya, rata-rata yang meninggal itu umurnya di atas 50 tahun. Rata-rata yang meninggal punya komorbid. Kalau kita cek hasil peneliitan tiga lembaga itu, komorbid itu paling besar tekanan darah tinggi, sama diabetes," jelas Hasyim.

Untuk itu, pada Pemilu 2024 sebisa mungkin KPU merekrut petugas yang berusia di bawah 50 tahun.

5. Layanan kesehatan gratis

Bersamaan dengan itu, KPU usul agar petugas pemilu ad hoc diberi fasilitas kesehatan gratis.

Usulan KPU, fasilitas ini dapat diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) tempat masing-masing petugas melaksanakan perannya.

Baca juga: Penyederhanaan Surat Suara Bisa Pangkas Anggaran Logistik Pemilu 2024 hingga 60 Persen

“Ke depan kita mau minta tolong kepada Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) untuk mengordinasikan pemda-pemda agar memberi layanan kesehatan bagi para petugas ad hoc ini,” jelas Hasyim.

“Petugas-petugas ini kan warga daerah setempat. Kalau pemdanya turun tangan kan berarti mengayomi, melayani warganya sendiri. Minimal agar tidak hipertensi dan diabetes,” lanjutnya.

Pemberian fasilitas kesehatan gratis diharapkan dapat mencegah munculnya korban jiwa di pemilu mendatang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.