Berilah contoh perkembangan ekonomi dunia Islam

Sabtu, 2021-06-12 - 18:33:55 WIB

Perkembangan ekonomi syariah mengalami perkembangan signifikan meskipun relatif melambat jika dibandingkan pada saat awal kemunculannya pada tahun 1990-an. Ekonomi syariah banyak terkonsetrasi pada sektor finansial yang akan melambat jika tidak didukung sektor riil. Tantangan dalam mengembangkan ekonomi syariah akan lebih mudah diatasi jika ada upaya yang serius dari semua pemangku kepentingan. Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) tentu harus berada di garis depan memberi pemikiran dan mengurai permasalahan yang ada.

Hal itu disampaikan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) sebagai pembicara dalam acara Pembekalan Pengurus MES DIY, Jum’at (11/6/2021) secara virtual melalui aplikasi zoom. Acara dihadiri Ketua Umum MES DIY Drs. Heroe Poerwadi, MA dan pengurus MES DIY.

“Sektor riil perlu lebih didorong agar berjalan seiring dengan sektor moneter dalam pengembangan ekonomi syariah. Implementasi ekonomi syariah bukan saja pada level korporasi besar, namun juga pada ekonomi rakyat hingga lapis bawah. Dari perkembangan yang ada, termasuk ekonomi kreatif berbasis digital, ekonomi syariah tidak tertinggal dalam implementasi digitalisasinya,” terang Ketua Dewan Pakar MES DIY itu.

Prof Edy menjelaskan, diperlukan langkah-langkah sebagai upaya pengembangan ekonomi syariah diantaranya membangun teori dan kebijakan, mendorong adanya payung hukum yang kuat, mensosialisasikan dan mempromosikan ekonomi syariah. MES yang telah didirikan pada 1 Muharram 1422 H, bertepatan 26 Maret 2001 itu memiliki visi Ekonomi dan Keuangan Syariah yang Berkontribusi Signifikan dalam Ekosistem Perekonomian Nasional.

Dari berbagai indikator seperti posisi (ranking) ekonomi syariah di dunia, pangsa pasar, kontribusi sektor syariah terhadap produk halal, serta transaksi melalui digital terhadap produk halal menunjukkan bahwa ekonomi syariah di Indonesia terus berkembang.

“Perkembangan tersebut menimbulkan optimisme, terlebih beberapa sektor syariah cenderung bertahan di tengah dampak hebat dari pandemi Covid-19 saat ini,” kata Guru Besar Ilmu Ekonomi itu.

Lebih lanjut Prof Edy menuturkan, Sektor Pariwisata Ramah Muslim (PRM) dan Fashion Muslim terkontraksi sebesar -12.53% dan -8.87% disebabkan oleh adanya aturan PSBB dan hambatan untuk pariwisata selama pandemi sehingga peran sektor PRM cenderung rendah.

Banyak faktor yang menjadi penghambat berkembangnya ekonomi syariah ini. Pengakuan akan eksistensi sistem ekonomi Islam baru akan diperoleh jika sistem ini mampu mendekatkan manusia pada pemecahan masalah-masalah pokok ekonomi, yakni yang berkaitan dengan produksi, konsumsi dan distribusinya.

Dijelaskan Prof Edy, harus ada strategi didalam mendorong ekonomi syariah Indonesia. Masyarakat perlu ditanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pendidikan dan keteladanan. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan melakukan sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat mengenai ekonomi syariah.

“Perlu kerjasama dengan setiap stake holder untuk mendukung ekonomi syariah, termasuk regulasi yang mendukungnya. Pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik untuk semua sektor industri syariah serta ekonomi kreatif berbasis syariah menjadi bagian penting untuk dilakukan sebagai akselerasi baru,” terang Prof Edy.

©HumasWidyaMataram


Sebagai negara dengan umat muslim terbanyak di dunia, ekonomi syariah sudah sangat berkembang di Indonesia. Walau begitu tidak banyak masyarakat yang mengetahui ciri dan contoh ekonomi syariah yang saat ini sudah berjalan di Tanah Air. Pengetahuan soal ekonomi syariah sangat penting karena ekonomi syariah punya tujuan yang berbeda dengan ekonomi konvesional yang hanya fokus pada keuntungan. 

Ekonomi syariah memberikan keharmonisan dunia dan akhirat. Karena itu, ekonomi yang satu ini sebenarnya tidak hanya bisa dijalankan oleh umat muslim atau mereka yang beragama Islam saja. Semua orang dari setiap sudut dunia bisa menjalanankan ekonomi syariah dalam kehidupan mereka.

Ekonomi Syariah Tak Mengenal Riba (Foto: Shutterstock)

Riba dipakai dalam banyak kegiatan ekonomi. Dalam ekonomi syariah, hal yang berbau riba sangat dilarang. Riba menciptakan ketidakadilan. Itulah sebabnya sistem riba yang dijalankan oleh bank atau badan simpan pinjam lainnya sangat diharamkan dalam ekonomi syariah.

Bank memberikan bunga (interest) kepada nasabah yang menyimpan uangnya. Dengan kata lain, uang tersebut akan bertambah—bisa juga berkurang, sehingga ada ketidakpastian. Hal yang sama dilakukan dalam proses simpan pinjam. Seseorang harus membayar lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam.

Baca juga: Ini Bukti Kalau Reksadana Syariah Semakin Populer di Indonesia

Kegiatan dalam perekonomian seringnya membawa ketidakpastian, penipuan, atau risiko kehilangan aset. Hal ini disebut gharar dalam ekonomi syariah. Praktik ini sering terjadi dalam asuransi, jual-beli saham, dan perjuadian.

Dalam ekonomi syariah, semua berlandasan kepastian. Mereka akan mendapatkan pengembalian uang yang sama dengan yang mereka keluarkan.

Baca juga: Ramadan Makin Berkah dengan Reksa Dana Syariah

Ekonomi syariah memiliki tujuan mulia (Foto: Shutterstock)

Ekonomi syariah diciptakan dan dijalankan untuk membuat para pelakunya mendapatkan kenyamanan. Yuk, simak tujuan menjalankan ekonomi syariah dalam hidup sehari-hari.

1. Menyejahterakan ekonomi dalam norma agama Islam, baik untuk pelakunya maupun bisnis yang dijalankannya.

2. Membentuk masyrakat dengan tatanan sosial yang solid dalam urusan keadilan dan persaudaraan.

3. Mendapatkan kekayaan yang adil dan merata

4. Memberikan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial

5. Menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat

6. Mendapatkan ridho dalam menjalankan kegiatan ekonomi

7. Meraih kesuksesan finansial berdasarkan perintah Allah

8. Menghindari kekacuan dalam menjalankan kegiatan ekonomi

9. Menciptakan peluang yang sama untuk setiap individu dalam perannya di dunia ekonomi

10. Memberantas kemiskinan yang mandarah daging dan bisa membuat setiap individu memenuhi kebutuhan dasarnya

11. Mempertahankan stabilitas ekonomi dalam lingkup yang lebih luas.

Baca juga: Inilah Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Masyarakat Indonesia sudah lama menjalankan bisnis berbasis syariah. Bisnis yang satu ini malah jadi alternatif orang-orang yang ingin lebih aman dan nyaman dalam menjalankan perekonomian di Indonesia. Simak beberapa contoh penerapan ekonomi syariah di Indonesia.

Produk yang ditawarkan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Namun, pertanggungan yang dilakukan merupakan hasil kerja sama dengan para anggota lainnya. Selain itu, investasi asuransinya pun dilakukan pada produk syariah.

Bila perbankan berbasis konvesional memberikan bunga pada produk yang ditawarkan, bank syariah hanya akna memberikan bagi hasil atau nisbah. Menurut Islam, bunga termasuk riba dan hanya menguntungkan satu pihak saja.

Bisnis ini menawarkan jual-beli dalam Islam. Keuntungan dari proses pegadaian akan diberikan untuk memudahkan nasabah mendaftar haji atau membayar tagihan rutin bulanan.

Bisnis yang satu ini juga banyak dijalankan di Indonesia. Semuanya bahan dan penyajiannya mengedepankan kehalalan dan kebersihan. Dalam Islam, kebersihan merupakan sebagian dari iman. Memberikan sesuatu yang bersih kepada orang lain juga disarankan.

Perkembangan fashion juga sudah maju di Indonesia. Bisnis online yang memasarkan produk busana muslim juga sudah semakin banyak. Bukan hanya untuk perempuan, busana muslim pria pun sudah semakin banyak, malah gayanya bisa digunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Itu dia sekilas penjelasan tentang ekonomi syariah. Biarpun sebenarnya tidak semua tentang merauk untung, menjalankan ekonomi syariah malah sangat menguntungkan untuk kamu. Kamu bisa mulai dengan mulai mengubah sedikit-sedikit dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh Mansur Efendi

(Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta)

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan kemajuan yang patut disyukuri dan diapresiasi. Perkembangan tersebut tidak hanya dijumpai pada tataran wacana yang bersifat teoritik-normatif, namun sudah sampai pada tataran yang lebih praktis-aplikatif.

Pada tataran wacana, kita menjumpai banyak pemikiran ekonomi syariah yang dikembangkan oleh para ahli. Kini kita merasakan betapa ekonomi syariah tidak hanya menjadi ‘menara gading’ melainkan sudah lebih membumi dan lebih aplikatif. Pemikiran fiqh muamalah misalnya, sudah mulai dikembangkan secara praktis sesuai dengan persoalan aktual kontemporer.

Bahkan pemikiran fiqh muamalah yang dikembangkan oleh para ulama, telah diadaptasi sedemikian rupa dalam bentuk fatwa. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menjadi ‘panduan praktis’ bagi publik dalam bermuamalah sesuai syariah.

Kemajuan pemikiran ekonomi syariah juga nampak pada ikhtiar untuk mencari relevansinya dengan ekonomi modern. Kini kita menjumpai banyak buku yang mengulas tentang relasi antara ekonomi modern dengan ekonomi syariah. Gagasan para pemikir ekonomi Islam dituangkan dalam konteks yang lebih modernis. Misalnya adalah Abu Yusuf yang menggagas tentang pajak dan tanggung jawab pemerintah terhadap ekonomi.

Selain itu juga gagasan Ibn Taimiyyah yang berbicara tentang kebijakan fiskal, terutama mengenai sumber penerimaan dan alokasi belanja keuangan negara. Kondisi ini makin menegaskan bahwa ekonomi syariah tidak hanya identik dengan bank syariah, melainkan juga mencakup ekonomi makro, ekonomi mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, pembiayaan publik sampai dengan ekonomi pembangunan.

Sedangkan pada tataran praktis, perkembangan lembaga keuangan publik syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada sektor perbankan misalnya, hingga Oktober 2018, jumlah Bank Umum Syariah sudah mencapai 14 buah dengan total aset sebesar 304,292 miliar rupiah.

Sedangkan Bank Umum Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah sebanyak 20 buah, dengan total aset 149,957 miliar rupiah, dan jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah mencapai 168 buah dengan jumlah kantor sebanyak 450 buah.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga November 2018, jumlah reksadana syariah sebesar 220 atau sekitar 10,61% dari total reksadana. Jumlah ini cukup tinggi bila dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 7.84%. Perkembangan Efek Syariah juga sangat menggembirakan, hingga November 2018, terdapat 407 Efek Syariah dari berbagai sektor. Jumlah sukuk syariah juga mengalami peningkatan, hingga November 2018 sudah mencapai 108 sukuk syari’ah.

Perkembangan saham syariah juga mengalami kenaikan. Hingga November 2018, Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia di Jakarta Islamic Index mencapai 2.065.369,10, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2010 sebesar 1.134.632,00.

Perkembangan lembaga keuangan syariah juga ditunjukkan dengan tingginya jumlah BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) yang saat ini diperkirakan mencapai 4500 buah. BMT sendiri merupakan lembaga keuangan syariah yang memberikan layanan pembiayaan syariah pada usaha mikro bagi anggotanya. Keberadaan BMT menjadi strategis, terutama untuk menjangkau wilayah perdesaan (sektor pertanian dan sektor informal).

Perkembangan ekonomi syariah juga nampak dengan berdirinya Bank Wakaf Mikro, yang berfungsi memberikan layanan penyediaan akses pembiayaan bagi masyarakat yang belum terhubung dengan lembaga keuangan formal khususnya di lingkungan pondok pesantren. Hingga Desember 2018, OJK mencatat sebanyak 41 Bank Wakaf Mikro telah berdiri di Indonesia.

Pengelolaan zakat dan wakaf juga mengalami kemajuan. Upaya penguatan pengelolaan zakat terus dilakukan pemerintah, misalnya dengan diterbitkannya UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan diterbitkannya Undang-undang tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Berkaitan dengan pengelolaan wakaf, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Undang-undang tersebut melahirkan paradigma baru tentang pengelolaan wakaf di Indonesia, terutama pengelolaan wakaf uang. Hal ini merubah paradigma publik bahwa obyek harta wakaf tidak hanya tanah, namun juga meliputi barang-barang bergerak, seperti uang dan surat berharga lainnya.

Kemajuan-kemajuan tersebut, tidak bisa dilepaskan dari geliat perkembangan filantropi Islam di Indonesia. Menurut analisis Hilman Latief, munculnya filantropi Islam di Indonesia merupakan fenomena kepedulian masyarakat muslim kelas menengah ke atas terhadap persoalan kemanusiaan.

Perkembangan ekonomi syariah pada satu sisi melahirkan kegembiraan atas optimisme masa depan ekonomi syariah sebagai ‘sistem ekonomi alternatif’. Namun di sisi lain menghadirkan tantangan baru untuk peningkatan kualitas.

Perkembangan ekonomi syariah tidak boleh hanya bertumpu pada sektor keuangan, namun perlu penguatan pada sektor riil. Portofolio produk perbankan syariah yang mendorong terciptanya sektor riil, seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah perlu ditingkatkan kembali.

Secara kelembagaan, institusi keuangan publik syariah nampaknya juga perlu dikelola untuk melahirkan sinergisitas dan harmonisasi. Dengan demikian, perkembangan ekonomi syariah akan dapat dinikmati oleh kalangan luas terutama dhuafa.

Note: Artikel ini telah dimuat juga dalam majalah “Media Mamalat” edisi 10, BMT Muamalat Karanganyar.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA