Berikut kalimat yang semuanya menggunakan kata baku adalah

Lihat Foto

KOMPAS.com/Gischa Prameswari

Iustrasi kata baku

Oleh: Nenny Litania, Guru SD Muhammadiyah 019 Bangkinang, Kampar, Riau

KOMPAS.com - Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan oleh seluruh warga negara Indoensia. Penulisan bahasa Indonesia harus sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). 

Sayangnya, sampai sekarang masih banyak orang yang salah menggunakan kata baku dalam bahasa Indonesia.

Dikutip dalam buku Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal (2012) oleh Kosasih dan Hermawan, kata baku adalah sebuah kata di mana pengucapan atau penulisannya sesuai dengan kaidah yang sudah dibakukan. 

Standar kaidah tersebut adalah PUEBI, tata bahasa baku, dan kamus Kata baku digunakan dalam konteks ragam baku untuk penulisan atau pengucapan. 

Kata baku perlu diketahui agar dapat berbahasa dengan baik dan benar. Kata baku dipakai dalam situasi formal, baik penyampaiannya secara lisan maupun tulisan.

Baca juga: Mengenal Perubahan Makna Kata

Ciri-ciri kata baku

Dikutip dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yakni: 

  • Tidak dipengaruhi bahasa daerah
  • Tidak dpengaruhi bahasa asing
  • Bukan ragam bahasa percakapan
  • Pemakaian imbuhan secara eksplisit
  • Digunakan sesuai dengan konteks kalimat
  • Tidak mengandung hiperkorek
  • Tidak mengandung arti pleonasme
  • Tidak mengandung makna ganda 

Fungsi kata baku 

Beberapa fungsi kata baku sebagai berikut: 

  • Memberi kekhasan, kata baku bisa menjadi pembeda dengan masyarakat yang menggunakan bahasa lain. 
  • Membawa kewibawaan, kata baku yang digunakan dapat memperlihatkan wibawa si pemakainya. 
  • Kata baku juga bisa menjadi tolok ukur benar tidaknya bahasa Indonesia yang digunakan oleh seseorang atau kelompok. 
  • Sebagai pemersatu, kata baku yang digunakna bisa mempersatukan kelompok yang sebelumnya menggunakan bahasa daerah masing-masing. 

Baca juga: Kata Rujukan: Pengertian, Jenis, dan Contoh Kalimatnya

Contoh kata baku

Ada beberapa kata yang tanpa kita sadari salah dalam penulisannya. Dikarenakan kebiasaan atau memang tidak mengetahui sama sekali mana yang merupakan bentuk baku dari kata-kata tersebut. 

Berikut beberapa contoh kata baku yang sering salah penulisannya:

Kata baku Kata tidak baku
akhir ahir
khusus husus
sabtu saptu
syah sah
bagaimana gimana
begitu gitu
tidak nggak
menelpon nelpon
embus hembus
entak hentak
adang hadang
isap hisap
andal handal
utang hutang

Baca juga: 7 Jenis kata Tanya dan Contohnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

oleh: Suhartina (Dosen IAIN Parepare)

OPINI—Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan dalam berkomunikasi. Seseorang bisa menyampaikan ide dan gagasannya, baik secara lisan maupun lisan dengan bahasa. Bahasa memiliki ragam/variasi. Begitu pun dengan bahasa Indonesia. Ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam berdasarkan media, ragam berdasarkan penutur, dan ragam berdasarkan situasi. Setiap kali berkomunikasi kita harus menggunakan ragam bahasa yang sesuai.

Berdasarkan situasi, ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam resmi dan ragam tidak resmi/santai. Ragam resmi digunakan pada forum/situasi formal, sementara ragam tidak resmi digunakan pada situasi santai. Ragam berdasarkan situasi ini digunakan baik dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Berkomunikasi secara lisan berbeda dengan berkomunikasi melalui tulisan. Berkomunikasi secara lisan kemungkinan kesalahpahaman rendah karena mitra tutur bisa langsung bertanya jika tidak paham, sementara berkomunikasi melalui tulisan, rawan menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, saat melakukan komunikasi melalui media tulis seseorang harus jeli memilih kata dan menggunakan ejaan yang tepat.

Karya tulis terdiri dari karya tulis ilmiah dan tidak ilmiah. Perbedaan karya tulis ilmiah dan tidak ilmiah terletak pada penggunaan bahasa (diksi). Karya Ilmiah menggunakan bahasa yang lugas, menghidari multitafsir, dan menganut asas kaidah ilmiah. Sodiq, dkk. (2014) mendefiniskan karya ilmiah sebagai suatu karangan yang mengandung ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah yang menyajikan fakta dan disusun secara sistematis menurut metode penulisan dengan menggunakan bahasa  ilmiah.

Bahasa  ilmiah adalah salah satu jenis ragam bahasa Indonesia yang strukturnya menggunakan ragam baku. Humaeroh (2017) mendefinisikan ragam baku sebagai ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi. Oleh karena itu, penulisan karya ilmiah, baik berupa buku-buku ilmiah, proposal, skripsi, maupun karya tulis ilmiah lainnya wajib menggunakan ragam baku tulis sebagai standar penulisan.

Skripsi adalah tugas akhir mahasiswa untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Sebagai salah satu jenis karya ilmiah, maka skripsi harus ditulis dengan menggunakan kaidah bahasa Indonesia ragam ilmiah. Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak menggunakan bahasa sesuai kaidah ilmiah. Kondisi ini diperparah dengan pandangan sebelah mata sebagian orang bahwa penggunaan kaidah bahasa Indonesia itu bukanlah hal penting. Beberapa oknum bahkan berdalih bahwa tidak masalah jika hal tersebut tidak mengubah makna dan dipahami oleh pembaca, misal penggunaan kata sekedar, shalawat, dan nasehat. Ketiga kata tersebut merupakan kata berbahasa Arab yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan perubahan fonem disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia.. Penulisan kata yang benar adalah sekadar, selawat, dan nasihat.

Tidak jarang ketika seseorang diingatkan ada selentingan seperti ini, “Ah, kaku atau lebai, deh.” Hal tersebut tentu disayangkan sebab sebuah karya ilmiah wajib ditulis dengan menggunakan kata baku. Selain itu, hal tersebut berkaitan dengan sikap bahasa seseorang.  Sikap bahasa berhubungan dengan perilaku seseorang( senang atau tidaknya)  seorang penutur bahasa terhadap suatu bahasa. Pengabaian terhadap penggunaan bahasa baku dengan alasan lumrah ini merupakan ciri dari sikap negatif terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang disinyalir sebagai wujud ketidakcintaan kepada bahasa negara sendiri.

Lalu apakah tidak boleh menggunakan bahasa asing dalam penulisan skripsi berbahasa Indonesia? Boleh, sepanjang kata tersebut tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Penulisannya pun harus disesuaikan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, yakni kata berbahasa asing ditulis dengan huruf miring.

Selain kata ‘nasihat, sekadar, dan selawat’ kata yang paling  sering keliru dituliskan oleh mahasiswa pada penulisan karya ilmiah adalah kata teoretis. Mahasiswa menulis kata tersebut ‘teoritis’. Kata teoritis bahkan tertulis di buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah dan beberapa templat jurnal. Padahal, kata teoritis merupakan kata yang tidak baku. Kesalahan tersebut  disebabkan oleh mereka menganggap kata teoritis berasal dari kata dasar ‘teori’ lalu mendapat imbuhan asing –is, sehingga menjadi teoritis. Faktanya bukan seperti itu. Kata ‘teoretis’ berasal dari bahasa Belanda theoretisch. Kata theoretisch tersebut diserap secara utuh dengan penyesuaian ejaan, sehingga menjadi teoretis.

            Hal ini sama dengan kasus penggunaan kata aktivitas. Orang sering menganggap bahwa kata aktivitas berasal dari kata dasar aktif, lalu mendapat akhiran –itas, sehingga menjadi aktifitas. Kata aktivitas dalam kelas kata bahasa Indonesia, bukanlah kata turunan/kata berimbuhan. Kata aktivitas diserap dari kata bahasa Inggris ‘aktivity”. Dalam aturan penyerapan kata asing dijelaskan bahwa kata berimbuhan seperti akhiran –ity diserap secara utuh dengan kata dasarnya, sama dengan kata reality diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi realitas. Begitu pun dengan efektivity diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi efektivitas.

Setiap orang pernah melakukan kekeliruan, termasuk kekeliruan berbahasa.  Kesalahan kita bukan karena kekeliruan tersebut tetapi ketika kita terus melakukan kesalahan yang sama dengan mengatasnamakan kelaziman dan tak ingin belajar dari hal tersebut. Ingat, gunakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing!

Cat: Sebagian besar tulisan ini dikutip dari buku 2021 Kesalahan Berbahasa Mahasiswa yang diterbitkan oleh Penerbit Nusantra Press IAIN Parepare

DAFTAR PUSTAKA

Sodiq, I., Suryadi, A., & Ahmad, T. A. (2014). Program Guru Menulis: Upaya Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Sejarah dalam Penulisan Karya Ilmiah di Kabupaten Semarang. Rekayasa: Jurnal Penerapan Teknologi Dan Pembelajaran, 12(1), 42–47.

Humaeroh, H. (2017). Humaeroh Efektivitas Berbahasa Indonesia. Al-Ahkam, 13(1), 111–124.

Suhartina, S. (2021). 2021 Kesalahan Berbahasa. Parepare: Nusantara Press

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA