Berikut ini yang termasuk sebab ahli waris tidak mendapat warisan adalah

SEBAB-SEBAB MEWARISI ATAU MENDAPATKAN WARISAN

Harta Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli waris. Pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta yang dapat diwarisi oleh ahli waris. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris.

Selanjutnya, mengenai permasalahan warisan cukup banyak sekali terjadi di Indonesia. Mulai dari permasalahan siapa saja yang berhak menerima warisan, berapa pembagiannya, dan kapan harta warisan tersebut dapat dibagi? dan apa saja yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan?

Maka dalam hal ini, kami akan menjabarkan  terlebih dahulu terkait sebab-sebab mewarisi atau mendapatkan warisan. Mengenai permasalahan ini, agama Islam telah mengaturnya hal ini dapat dilihat di dalam al-Qur’an. Selain dari menurut seorang ulama yang bernama Sayid Sabiq pernah menuturkan bahwa seseorang dapat mewarisi harta peninggalan  karena disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu: 1) Disebabkan karena adanya hubungan kerabat atau Nasab, 2) Mendapatkan warisan disebabkan karena adanya hubungan perkawinan dan, 3) Mendapatkan warisan disebabkan karena Memerdekakan budak.

Menurut literatur Hukum Islam disebutkan ada 4 (empat) penyebab seseorang saling mewarisi atau mendapatkan warisan, diantaranya, yaitu:

Hubungan Perkawinan adalah hubungan yang terbentuk dengan adanya pernikahan atau perkawinan antara suami istri, maka dengan adanya hubungan perkawinan atau pernikahan tersebut, mereka bisa saling mewarisi. Suami dapat mewarisi harta istrinya yang telah meninggal dan sebaliknya Istri juga dapat mewarisi harta suaminya yang telah meninggal.

Pembagian harta warisan yang disebabkan oleh hubungan perkawinan tentu perkawinan yang sah baik secara agama maupun sah menurut hukum yang berlaku Indonesia. Dan perkawinan tersebut masih dalam keadaan untuk pada waktu saling mewarisi.

2. Adanya Hubungan Kekerabatan atau Nasab

Hubungan Kerabatan  atau Nasab merupakan hubungan yang ditimbulkan dari perkawinan yang sah dan dari hubungan tersebut melahirkan keturunan, maka dengan adanya perkawinan yang sah dan melahirkan keturunan yang sah juga, maka mereka dapat saling mewarisi, ayah  atau ibu dapat mewarisi harta anaknya yang telah meninggal dan sebaliknya, anak dapat mewarisi harta bapak atau ibunya yang telah meninggal dunia.

3. Wala’ atau memerdekakan Budak, dan

Wala’ atau memerdekakan budak merupakan  salah satu penyebab seseorang seseorang dapat mewarisi. Namun, pada saat ini untuk budak tersebut tidak ada lagi.

4. Hubungan sesama Islam

Literatur Hukum Islam juga menjadikan hubungan sesama Islam atau sesama muslim menjadi salah satu penyebab saling mewarisi, namun saling mewarisi di sini terjadi setelah Pewaris atau orang muslim yang meninggal tersebut tidak menikah lagi atau belum pernah menikah, dan pewaris tersebut tidak mempunyai kerabat atau tidak mempunyai keturunan, dan beliau meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan, maka umat Islam yang lain dapat saling mewarisi.

Selanjutnya mengenai permasalahan warisan ini terutama mengenai penyebab saling mewarisi  tidak hanya di atur di kalangan ulama, dan hukum Islam, namun juga diatur dalam  Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 174, sebagai berikut;

  1. Saling Mewarisi disebabkan karena adanya hubungan darah
  2. Disebabkan karena adanya hubungan perkawinan, dan selanjutnya dalam hukum Perdata Barat juga disebutkan bahwa  saling mewarisi disebabkan oleh;
  3. Karena kedudukan dia sendiri seperti hubungan darah
  4. Disebabkan karena kedudukannya sebagai ahli waris pengganti
  5. Saling mewarisi karena adanya surat wasiat dari pewaris. 

Itulah penjelasan yang dapat kami sampaikan terkait penyebab saling mewarisi atau mendapatkan warisan. Jika bapak, ibu, dan saudara-saudara ingin konsultasi terkait warisan, maka bapak, ibu dan saudara-saudara dapat melakukan konsultasi melalui Telfon/ SMS/ Whatsapp di Nomor 0877 9262 2545.

Selain masalah warisan, kami juga memberikan kesempatan untuk melakukan konsultasi hukum terkait, permasalahan:

  1. Perceraian
  2. Hak Asuh Anak
  3. Pembagaian Harta Gono Gini
  4. Perubahan atau perbaikan nama
  5. Itsbat Nikah
  6. Pencatatan Pernikahan atau perkawinan
  7. Pembatalan Perkawinan
  8. Hutang Piutang
  9. Sengketa Tanah
  10. Wanprestasi
  11. Pidana dan lain-lainnya.

Berikut ini yang termasuk sebab ahli waris tidak mendapat warisan adalah

ORANG YANG TIDAK BERHAK MENDAPAT HARTA WARIS

Oleh
Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron

1. Ar-Riqqu Atau Hamba Sahaya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Budak adalah manusia yang tidak memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh dihibahkan dan diwaris. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan, karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak memiliki wewenang.

Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْدًاوَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِ طَ الْمُبْتَاعُ

“Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat” [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]

Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya. [Lihat Tashilul Fara’id : 21]

2. Al-Qatil Atau Membunuh Orang Yang Akan Mewariskan
Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan mewariskan, misalnya ada anak yang tidak sabar menanti warisan ayahnya, sehingga ia membunuh ayahnya, maka anak tersebut tidak berhak mengambil pusaka ayahnya. Untuk lebih jelasnya, lihat Muhtashar Al-Fiqhul Islami, hal. 774 oleh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwajiri.

Dalilnya, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

الْقَاتِلُ لاَيَرِثُ

“Pembunuh tidaklah memperoleh harta waris” [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/288, Ibnu Majah 2/883, Hadits Shahih Lihat Al-Irwa’, hal. 1672]

Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris. Lihat Sunan Tirmidzi (3/288). Sedangkan jumhur ulama berpendapat, pembunuh tidak mendapat harta waris, baik dengan sengaja atau tidak . Lihat Sunan Tirmidzi (3/288).

Jalan tengah dari dua pendapat yang berbeda ini, Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Pembunuhan yang disengaja tidak berdosa apabila pembunuhan itu seperti membunuh perampok (walaupun itu ahli waris), maka membunuh perampok (walaupun itu ahli waris), maka tidaklah menghalangi pembunuhnya mendapatkan harta waris dari yang dibunuh., karena tujuannya untuk membela diri. Demikian juga, misalnya pembunuhan yang disebabkan karena mengobati atau semisalnya, maka tidaklah menghalangi orang itu untuk mendapatkan harta waris, selagi dia diizinkan untuk mengobati dan berhati-hati”. Lihat Tashilul Fara’id, hal. 21-22

3. Ikhtilaffud Din Atau Berlainan Agama Dan Murtad
Ahli waris lain agama, misalnya yang meninggal dunia orang Yahudi, sedangkan ahli warisnya Muslim, maka ahli waris yang Muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Dan demikian juga sebaliknya.

Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Baca Juga  Tidak Boleh Jual Beli Wakaf

لاَيَرِثُ الْمُسلِمُ الْكَافِرِ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“Tidak boleh orang Muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi harta orang Muslim” [Hadits Riwayat Bukhari 6/2484]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Mereka tidak mendapatkan harta waris karena antara keduanya putus hubungan secara syar’i. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada nabi Nuh ‘Alahis Salam menjelaskan anaknya yang kafir dengan firmanNya.

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ

“Allah berfirman : “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik” [Hud : 46]

Selanjutnya Syaikh menjelaskan : Ada dua perkara, bolehnya lain agama mewarisinya. Pertama : Al-Wala. Yaitu orang yang memerdekakan budak, dia mendapatkan warisan budak yang telah dimerdekakannya, walaupun lain agama. Kedua : Kerabat yang kafir lalu masuk Islam sebelum pembagian harta. Lihat Tashilul Fara’id, hal.22. Tiga macam diatas dinamakan hajib washaf. Artinya, keberadaannya seperti tidak adanya, karena mereka tidak mendapat harta waris.

4. Al-Muthallaqah Raj’iah Atau Talak Raj’i Yang Telah Habis Masa Iddahnya
Wanita yang sudah habis masa iddahnya, tidak mendapatkan warisan dari suaminya yang meninggal dunia. Demikian pula sebaliknya. Tetapi bila meninggal dunia sebelum habis masa iddahnya, jika salah satunya meninggal dunia, maka mendapat harta waris. Lihat Muhtashar Al-Fihul Islam oleh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwajiri, hal. 775. Dalilnya ialah.

وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabb-mu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang”. [At-Thalaq : 1]

Yang dapat diambil pelajaran dari ayat ini, jika isteri dalam masa iddah, maka statusnya masih isteri sampai keluar masa iddah. Karena itu si isteri harus tinggal di rumah suami, tidak boleh diusir atau keluar dari rumah suami, selama masa iddah.

5. Al-Muthallaqah Al-Bainah Atau Talak Tiga
Wanita yang dicerai tiga kali dinamakan thalaq ba’in. Bila suami menceraikannya dalam keadaan sehat, lalu meninggal dunia, maka si isteri tidak mendapat warisan. Demikian pula sebaliknya. Atau suami dalam keadaan sakit keras dan tidak ada dugaan menceraikannya karena takut isteri mengambil warisannya, maka si isteri tidak mendapat warisan pula. Tetapi bila suami menceraikannya karena bermaksud agar isteri tidak mendapatkan warisan, maka isteri mendapatkan warisan. Lihat Mukhtashar Al-Fiqhul Islami, Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, hal. 775

Apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri bagian akhir ini benar, karena termasuk hailah atau rekayasa untuk menghalangi hak orang lain. Seperti halnya lima orang yang berserikat memiliki kambing dan jumlah kambingnya telah mencapai 40 ekor. Tiba waktu mengeluarkan zakat, mereka membaginya agar terlepas dari kewajiban mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukan hailah (rekayasa) seperti ini, maka mereka tetap diwajibkan mengeluarkan zakat.

Baca Juga  Mertua, Ahli Waris Atau Bukan ?

6. Al-Laqit Atau Anak Angkat
Dalam hal ini termasuk juga orang tua angkat. Keduanya tidak medapat warisan bila salah satunya meninggal dunia, sekalipun sama agamanya dan diakui sebagai anaknya sendiri, atau bapaknya sendiri, sudah memiliki akte kelahiran dan di catat sebagai anak atau bapak kandung, karena istilah orang tua dan anak ialah yang satu darah yang disebabkan pernikahan menurut syar’i. Dalilnya ialah firman Allah.

إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ

“ … Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan” [An-Nisa :176]

7. Ibu Tiri Atau Bapak Tiri
Anak tiri tidak mendapatkan warisan bila bapak tiri atau ibu tirinya meninggal dunia.

وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ

“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak” [An-Nisa : 11]

8. Auladul Li’an Atau Anak Li’an
Apabila suami menuduh isterinya berzina dan bersumpah atas nama Allah empat kali, bahwa tuduhannya benar, dan sumpah yang kelima disertai dengan kata-kata “ Laknat Allah atas diriku bila aku berdusta”, kemudian isterinya juga membalas sumpahnya sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nur ayat 6, maka anaknya dinamakan anak li’an (tidak diakui oleh suami), maka anak tersebut tidak mendapat warisan bila yang meli’an meninggal dunia. Demikian pula sebaliknya, jika anak tersebut meninggal. Alasannya, karena anak itu tidak diakui oleh yang meli’an. Anak yang dili’an hanya mendapatkan harta waris dari ibunya dan sebaliknya.

9. Auladuz Zina Atau Anak Yang Lahir Hasil Zina
Anak yang dilahirkan hasil zina, maka anak tersebut tidak mendapatkan harta waris dari laki-laki yang menzinai, dan sebaliknya. Tetapi, anak mendapatkan warisan dari ibunya dan juga sebaliknya. Alasannya, karena anak yang mendapatkan harta waris ialah anak senasab atau satu darah, lahir dengan pernikahan syar’i. Lihat Al-Fiqhul Islami Wa Adillatih (8/256)

Selain keterangan di atas, ada pula ahli waris yang mahjub isqath terhalang karena ada orang yang lebih kuat dan dekat dengan si mayit. Misalnya kakek mahjub (tidak mendapatkan harta waris), karena ayah si mayit masih hidup, atau cucu mahjub karena anak masih hidup, saudara mahjub dengan anak, bapak dari seterusnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

  1. Home
  2. /
  3. Fiqih : Waris &...
  4. /
  5. Orang Yang Tidak Berhak...