Bahan TAMBAHAN PANGAN yang diizinkan atau diperbolehkan oleh BPOM

Sejak awal manusia selalu berupaya untuk memperoleh bahan makanan. Karena tanpa makanan yang memadai, mahluk hidup akan mati seiring dengan berjalannya waktu. Umat manusia memulainya dengan berburu, lalu bercocok tanam. Namun manusia tidak mendapatkan stok makanan yang cukup jika hanya mengandalkan dua metode ini.

Manusia lalu memutar otaknya agar bisa memiliki makanan sepanjang tahun, khususnya saat musim dingin yang kejam, saat yang paling tidak tepat untuk bercocok tanam, hingga muncul ide untuk mengawetkan makanan dengan berbagai bahan alami seperti garam, atau proses pengeringan.

Seiring berjalannya waktu, sistem pengawetan makanan ini semakin berkembang. Harapan manusia tentang standar sebuah makanan juga semakin meningkat, sehingga mulai bermunculan pewarna makanan, pemanis buatan, atau penyedap makanan. Zat pengawet anakanan juga semakin canggih seiring berjalannya waktu.

Dalam prinsip bisnis, manusia juga mengharapkan untuk mengeluarkan sesedikit mungkin modal, namun bisa meraih sebanyak mungkin laba. Prinsip ini sangat sering menjatuhkan seseorang untuk berbuat curang dan memanfaatkan bahan yang tidak seharusnya dipakai dalam makanan.

Selain harganya yang lebih murah, hasil dari penggunaan bahan-bahan tersebut lebih maksimal jika dibandingkan dengan bahan tambahan pangan yang aman dan diizinkan beredar di pasaran. Oleh karena itu, setiap negara idealnya harus menetapkan undang-undang tentang masalah bahan tambahan pangan ini, serta memiliki lembaga independen yang bertanggung jawab dalam keamanan pangan dan obat-obatan secara nasional.

Sesuai dengan yang kita ketahui sejak lama, Indonesia memiliki Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM, yang memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan obat dan makanan yang beredar di Indonesia. Sehingga secara sadar, BPOM adalah lembaga yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam urusan keamanan pangan dan obat-obatan.

Di Indonesia sendiri, telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan jika pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan pangan masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes  Nomor 033 Tahun 2012, telah merinci 19 bahan yang dilarang untuk digunakan dalam makanan, tidak peduli sesedikit apapun takarannya.

Selain itu, ada juga Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985 yang merinci tentang zat pewarna yang berbahaya jika ditambahkan pada makanan atau minuman, yang jika dirinci ada 35 macam zat pewarna. Namun dari sekian banyak zat pewarna itu, artikel ini hanya akan menjelaskan 16 zat pewarna berbahaya. Sehingga secara keseluruhan, artikel ini akan memaparkan 35 bahan tambahan pangan yang telah dilarang penggunaannya oleh BPOM.

Boraks atau Asam Borat

Memiliki nama ilmiah Sodium Tetraborate, zat satu ini banyak dipakai dalam komposisi deterjen, dalam proses pemutihan gigi, pembuatan fiberglass,  dan lain sebagainya. boraks juga diketahui efektif sebagai disinsektisida dan anti jamur. Bahkan dalam penandaan di kemasannya, boraks adalah zat penimbul iritasi yang idealnya tidak bisa dimakan walau hanya sedikit.

Namun tentu masih banyak orang yang menyalahgunakan boraks, dan menambahkannya dalam makanan. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan sendiri diketahui berguna untuk memberikan tekstur kenyal yang tahan lama. Namun dibalik kekenyalannya yang sulit dikunyah, atau bahkan bisa menyerupai bola tenis, boraks sangatlah berbahaya untuk tubuh.

Boraks diketahui bersifat karsinogenik, atau dapat memicu kanker. Selain itu boraks juga bisa menyebabkan gangguan hormon yang mengarah pada kesuburan serta gangguan imunitas. Tidak sampai disitu, bahan berbahaya satu ini bisa menimbulkan gangguan pencernaan yang parah, gangguan liver dan ginjal, serta gangguan pada sistem syaraf pusat alias otak.

Dietil Pirokarbonat

Zat ini juga disebut sebagai dietil dikarbonat oleh IUPAC, merupakan salah satu pelarut yang dipakai di laboratorium untuk menonaktifkan Rnase atau Ribonukleus pada air di dalam alat lab.

Hal ini biasa dilakukan sebelum menangani materi RNA di lab. Karena sejatinya, Rnase ini adalah katalis untuk memecah RNA menjadi senyawa yang lebih sederhana. Diketahui jika senyawa ini tidak stabil dalam air, dan rawan mengalami hidrolisis, dan malah menghasilkan etanol serta karbon dioksida.

Penggunaan dietil pirokarbonat dalam konsentrasi yang lebih tinggi memang bisa mematikan lebih banyak Rnase, tetapi produk sampingannya akan mengganggu reaksi biokimia yang justru sangat diharapkan dan dicari.

Sebagai bahan tambahan pangan, senyawa ini berfungsi sebagai pengawet dengan mencegah terjadinya peragian. Senyawa ini bisa kita temui dalam produk susu, bir, jus jeruk, serta buah-buahan lainnya. Jika kita mengonsumsi zat sintetis ini dalam waktu lama, maka zat-zat ini akan terakumulasi dan sangat mungkin menimbulkan kanker.

Dulsin

Senyawa yang memiliki nama dagang sucrol atau valsin ini adalah satu dari sekian banyak pemanis buatan yang telah tercipta. Mungkin pemanis buatan ini terdengar baru. Namun senyawa ini sendiri ditemukan pada tahun 1883, hanya terpaut 5 tahun dari penemuan sakarin yang ditemukan pada tahun 1879.

Dulsin sendiri 250 kali lebih manis dari gula, dan diketahui tidak memiliki zat gizi. Tercatat jika dulsin tidak akan menyisakan rasa pahit setelah dikonsumsi, dan hal ini adalah keuntungan tersendiri jika dibandingkan dengan sakarin yang menyisakan rasa pahit. Meskipun begitu, namun dulsin masihlah kalah populer dari sakarin.

Dulsin awalnya dinyatakan aman untuk dikonsumsi, namun FDA sendiri akhirnya mempertanyakan terkait keamanan zat ini. Meskipun tidak lebih manis dari sakarin, yang 300 kali lebih manis dari gula tebu, namun seiring dengan waktu, dulsin diketahui memiliki sifat karsinogenik setelah pengujian pada hewan uji. Di Jepang, sebelum dilarang penggunaannya pada tahun 1969, sudah sering muncul kasus keracunan dulsin.

Formalin

Zat ini adalah salah satu zat yang memiliki banyak nama lain, seperti paraformaldehid, metil aldehid, metilen glikol, karbonil hidrat, dan lain sebagainya. Formalin diketahui memiliki bau yang menusuk.

Selain itu, zat ini bersifat korosif, dapat mengiritasi, beracun, dan mudah terbakar. Sehingga orang yang terlibat dalam distribusi formalin harus ekstra hati-hati untuk menghindari kecelakaan.

Selain terkenal sebagai pengawet mayat, zat ini juga memiliki berbagai fungsi lain. Seperti insektisida, disinfektan, serta masuk ke dalam komposisi parfum, kosmetik, dan bahan kebersihan rumah tangga.

Namun dengan karakternya yang efektif dalam pengawetan, terdapat oknum yang memakai formalin untuk mengawetkan berbagai makanan, seperti halnya ikan, ayam, tahu, dan mie kuning.

Sebenarnya cukup mudah untuk mengidentifikasi makanan mana yang sudah terpapar dan belum, khususnya untuk tahu, ayam, dan juga ikan. Karena tampilan fisik dari tiga makanan ini akan berbeda jika sudah terkontaminasi formalin. Namun pastinya, bahan yang sudah terkontaminasi oleh formalin akan awet hingga beberapa hari.

Asam Salisilat

Bahkan dalam pengobatan, asam salisilat tidak pernah dipakai sebagai obat minum. Karena asam salisilat sendiri adalah obat luar yang bekerja untuk meredakan peradangan di kulit, bisa dipakai untuk anti jamur, juga bisa membersihkan pori-pori yang tersumbat.

Tetapi turunan dari asam salisilat, yaitu asam asetil salisilat atau asetosal, atau yang lebih dikenal dengan nama aspirin, merupakan obat pereda nyeri dan salah satu obat pengencer darah yang ampuh.

Karena hal ini, asam salisilat juga dipakai untuk mencegah tumbuhnya jamur pada buah dan dipakai dalam produksi cuka. Namun tentunya, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan sama sekali tidak diperbolehkan. Karena asam salisilat ini adalah zat iritan yang kuat dan bisa menyebabkan berbagai masalah pencernaan hingga pengerasan pembuluh darah.

Kalium Bromat

Zat satu ini adalah salah satu oksidator kuat, yaitu senyawa yang bisa menghilangkan elektron dari zat yang dicampurkan dengan zat oksidator ini. Lalu pengertian lainnya adalah penambahan senyawa elektro negatif seperti oksigen ke dalam zat. Dalam hal ini, ledakan atau proses pembakaran bisa terjadi. Tapi di sisi lain, kalium bromat adalah zat peningkat kualitas tepung yang praktis dan efektif.

Karena penggunaan zat ini bisa membuat serta mempertahankan tekstur roti menjadi sangat bagus. Selain dalam industri bakery, kalium bromat bisa digunakan dalam bahan pengolahan woll serta bahan tambahan dalam makanan kaleng.

Selain sebagai oksidator yang bagus, kalium bromat adalah zat yang bersifat karsinogenik dan beracun. Paparan jangka pendek diketahui bisa menimbulkan iritasi hingga gangguan pencernaan dan gangguan sekresi.

Jika terpapar oleh zat ini di kulit atau mata, segera pergi ke fasilitas kesehatan terdekat setelah memastikan tidak ada zat sisa yang terdapat di kulit atau mata. Jika tertelan atau terhirup, jangan ragu untuk segera pergi ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan yang tepat.

Kalium Klorat

Bisa dikatakan jika zat ini adalah versi yang lebih heboh dari kalium bromat. Sekalipun sama-sama oksidator kuat, tapi kalium klorat lebih sering dipakai dalam pembuatan bahan peledak, sehingga lebih berbahaya dan juga rentan untuk merusak lingkungan sekitar. Zat ini juga bisa digunakan sebagai pemutih pakaian dan pestisida.

Zat ini juga terdapat dalam komposisi herbisida, yaitu zat yang bisa menghentikan pertumbuhan tanaman liar. Selain itu, kalium klorat juga berguna untuk membuat oksigen murni. Zat ini diketahui lebih efektif dan lebih tahan air daripada mesiu, tapi bisa menjadi sangat tidak seimbang saat berada di dekat belerang dan fosfat.

Sementara di sisi pangan, Kalium Klorat sendiri banyak ditemukan di atas permukaan makanan, atau bahkan minuman. Zat ini ditemukan lebih banyak pada makanan beku. Di Eropa sendiri, mencuci produk hewani dengan air yang mengandung kalium klorat sudah dilarang, sementara mencuci buah dan sayur dengan air yang mengandung klorat masih diperbolehkan walaupun disertai dengan syarat.

Kalium klorat yang berlebihan diketahui akan dikeluarkan melalui urine. Namun ada penelitian pada hewan uji yang menyatakan jika kalium klorat memiliki sifat karsinogenik, serta kerusakan pada ginjal. Sehingga meskipun takaran serta sensitivitas antara dosis hewan dan manusia berbeda, ada baiknya jika kita menghindari zat satu ini sebis mungkin.

Kloramfenikol

Zat ini adalah antibiotik dengan rasa yang sangat pahit, sehingga kloramfenikol yang dipakai untuk obat minum biasanya berbentuk kapsul. Tidak hanya itu, antibiotik satu ini juga digunakan sebagai injeksi, salep, salep mata dan tetes mata.

Kloramfenikol sendiri biasa dipakai untuk memberantas bakteri S. typhi, H. influenzae, E. coli, C. psitacci, serta beragam spesies bakteri Neisseria, Staphylococcus, Streptococcus, dan Rickettsia. Bakteri ini diketahui dapat menyebabkan penyakit tipoid, antrax, konjungtivitis, otitis eksterna, dan lain sebagainya. Kloramfenikol sendiri idealnya harus ditebus memakai resep dokter, sehingga terhindar dari kemungkinan resistensi antibiotik.

Namun rasa pahit dari kloramfenikol ini justru dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk membuat madu hitam palsu yang terkenal karena rasa pahit. Selain itu, madu hitam juga memiliki harga yang lebih mahal. Karena idealnya, madu hitam berasal dari lebah yang mengonsumsi nektar dari bunga mahoni, atau bunga yang aromanya pahit.

Sehingga meskipun obat-obatan dan madu akan saling menetralisir jika dikonsumsi dalam jeda waktu yang berdekatan atau bersamaan, namun kemungkinan untuk mengalami resistensi karena madu hitam palsu sangatlah besar. Karena kita tidak tahu sebanyak apa kloramfenikol yang ditambahkan pada madu.

Kita juga biasanya mengonsumsi madu pahit hanya jika dibutuhkan saja. Lalu jika kita sudah mengalami resistensi kloramfenikol, maka kita harus memakai antibiotik lain dalam pengobatan, yang biasanya memiliki derajat yang lebih tinggi dari kloramfenikol.

Minyak Nabati yang Dibrominasi

Sesuai namanya, minyak nabati yang dibrominasi adalah minyak nabati yang ditambahkan dengan senyawa brom. Hal ini berguna untuk mencegah minyak nabati terpisah dari emulsi, yaitu sebuah larutan yang terdiri dari minyak dan air yang telah bersatu di dalamnya.

Padahal nyatanya, meskipun membutuhkan  usaha dan perhitungan yang lebih, banyak cara dan bahan yang bisa dipakai untuk membuat emulsi yang stabil dan aman. Seperti penambahan gom Arab dan juga agar-agar.

Sebagai bahan tambahan pangan, minyak ini dipakai sebagai stabiliser dan pengemulsi pada minuman ringan, khususnya minuman bersoda. Hal ini dilakukan untuk melarutkan berbagai komposisi yang tidak bisa larut dalam air, sehingga cita rasa dari minuman kemasan menjadi utuh.

Lalu meskipun penelitian terhadap minyak yang dibrominasi masihlah terbatas, tetapi minyak ini akan terakumulasi di dalam lemak tubuh. Brom juga terkenal bisa mengganggu kinerja sistem endokrin, dan membuat tubuh mengalami gangguan sistem syaraf serta sistem reproduksi. Kelebihan brom juga diketahui bisa menimbulkan defisiensi iodine dan meningkatkan kemungkinan tumbuhnya kanker pada sistem reproduksi.

Dulkamara

Berdasarkan klasifikasinya, zat ini berasal dari tanaman Solanum dulcamara, yang masih satu keluarga dengan Atropa belladonna atau biasa dikenal dengan tanaman deadly nightshade. Tanaman dulkamara ini berasal dari Eropa dan Asia, lalu menyebar ke seluruh dunia. Tanaman ini juga bisa tumbuh di banyak tempat, namun lebih menyukai tempat lembab dan kaya akan hidrogen.

Dulkamara biasanya digunakan untuk melawan penyakit kulit yang kronis, khususnya eksim. Namun sekalipun memiliki sifat anti bakteri, namun kandungan lain dalam tanaman ini, seperti halnya solanin, solasodin, dan juga beta-solamarin bisa menyebabkan gangguan syaraf pusat hingga kematian.

Nitrofurazon

Selain kloramfenikol, penyalahgunaan obat-obatan sebagai bahan tambahan pangan turut dialami oleh nitrofurazon. Zat ini adalah antibiotik kelas nitrofuran, yang biasanya dipakai sebagai obat luar seperti salep dan krim. Zat ini sebenarnya sudah dilarang di Amerika Serikat karena terbukti bersifat karsinogenik pada hewan uji. Namun di Rusia, zat ini masihlah populer untuk mengobati tonsillitis.

Nitrofurazon sendiri kerap disalahgunakan sebagai pengawet daging, madu, dan pakan hewan karena bersifat anti bakteri. Namun sebenarnya, selain beresiko menimbulkan kanker, nitrofurazon bisa merusak ginjal dan paru-paru, menimbulkan gangguan syaraf tepi, serta sensasi terbakar dan gatal.

Kokain

Setelah dari golongan antibiotik, kini muncul bahan tambahan pangan dari golongan narkotika, yaitu kokain. Serbuk putih ini berasal dari daun berjenis Erythroxylum coca atau pohon koka. Tempo hari kokain memang dipakai sebagai perisa dalam minuman, khususnya minuman berkarbonasi. Bahkan kokain sempat dijadikan bahan tonik di Amerika pada awal abad ke-20.

Namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, terbukti jika kokain adalah bahan yang sangat mudah membuat kecanduan. Semakin sering memakainya, maka otak akan beradaptasi dengan kokain, sehingga butuh dosis lebih untuk mencapai euforia yang dicari. Di Indonesia sendiri, Kokain digolongkan dalam narkotika level satu, yang berarti hanya bisa dipakai dalam penelitian dan dilarang untuk penggunaan medis.

Nitrobenzena

Hal menarik dari zat beracun yang mudah terbakar ini adalah aromanya yang seperti kacang almond. Sehingga zat ini juga sangat rawan digunakan sebagai perisa makanan, baik itu dalam produk susu ataupun daging. Padahal efek samping jika terpapar zat ini tergolong berat, seperti masalah pencernaan, sakit kepala, anemia, bahkan hingga kematian.

Idealnya, nitrobenzana ini dipakai dalam skala industri untuk membuat anilin, yang bisa diproses lagi untuk menjadi berbagai zat. Selain itu, nitrobenzena juga juga dipakai sebagai salah satu pelarut di laboratorium.

Sinamil Antranilat

Lain halnya dengan nitrobenzena yang memang sudah dilarang, sinamil antranilat, atau memiliki nama lain asam antranilat ini sempat diizinkan sebagai perisa permen, roti, dan minuman.

Tapi setelah penelitian lebih lanjut, penggunaan zat ini akhirnya dilarang oleh pemerintah Indonesia. Karena zat ini diketahui memiliki sifat karsinogenik jika telah terakumulasi di dalam tubuh dalam dosis tinggi. Kemungkinan kanker yang menyerang juga adalah kanker liver, paru-paru, pankreas dan ginjal.

Dihidrosafrol

Sama halnya dengan sinamil antranilat, dihidrosafrol sebelumnya juga pernah digunakan sebagai perisa makanan, khususnya pada root beer. Selain itu, karena aromanya yang khas, dalam kadar tertentu dihidrosafrol juga pernah dipakai sebagai penambah aroma dalam kosmetik, sabun, detergen dan juga parfum di Amerika.

Kini dihidrosafrol tidak lagi digunakan sebagai perisa pangan. Di Indonesia juga, zat ini sudah sama sekali tidak dipakai. Karena setelah penelitian lebih jauh, zat ini bersifat iritan terhadap sistem pernapasan, pencernaan, kulit dan mata. Diketahui jika zat ini juga memiliki sifat karsinogenik, khususnya pada saluran pencernaan.

Biji Tonka

Jika dilihat secara singkat, biji tonka memiliki tampilan yang sangat mirip dengan kurma yang biasa kita lihat di pasaran. Namun biji ini memiliki bentuk yang lebih panjang dari kurma pada umumnya. Warna dari biji yang berasal dari hutan hujan Amazon ini juga didominasi oleh warna hitam, menjadikannya seperti Kurma Ajwa versi lebih lonjong.

Biji satu ini adalah kegemaran dari banyak koki profesional dan produsen makanan di Amerika hingga saat ini. Bahkan sekarang, setelah peredaran biji tonka dilarang pada tahun 1954, FDA atau BPOM versi Amerika masih harus melakukan inspeksi rutin ke dapur banyak restoran. Alasannya sendiri sangatlah sederhana, karena biji tonka masih beredar di antara para koki profesional, khususnya koki dari restoran mewah.

Alasan mereka tetap memakai biji tonka juga tergolong sederhana. Karena biji tonka memiliki rasa dan aroma yang khas serta rumit. Biji tonka diketahui memiliki aroma vanila yang bercampur dengan kayu manis. Para koki mendeskripsikan jika biji tonka memiliki rasa seperti rumput yang baru dipotong, yang juga bercampur dengan vanila, licorice, karamel dan cengkeh, lalu akan terasa hangat dengan sedikit sensasi magnolia.

Meskipun memiliki aroma dan rasa yang nikmat, biji tonka pada dasarnya telah dikategorikan beracun. Biji ini mengandung kumarin dalam dosis yang luar biasa tinggi. Zat kumarin ini diketahui bisa merusak liver hewan pengerat dan kambing hanya dengan takaran sebanyak 5 gram.

Sebagai catatan, kumarin juga terkandung di dalam kayu manis, namun dalam kadar yang jauh lebih rendah dari biji tonka. Bahkan kumarin dalam kayu manis jauh lebih banyak manfaatnya daripada efek sampingnya. Kumarin juga diketahui bisa terserap melalui kulit dan pernapasan, namun sistem penyerapannya tidak seefektif saat dimakan. Meskipun begitu, Uni Eropa telah menetapkan kadar aman untuk konsumsi kumarin, sehingga kayu manis juga memiliki ambang batasnya tersendiri di Benua Biru tersebut.

Minyak Tansi

Minyak yang mendapatkan namanya dari kata athanasia, yang berarti keabadian ini bisa diperoleh dari dua tanaman yang berbeda, dan manfaat yang dimiliki oleh dua jenis minyak ini juga berbeda. Jenis pertama dari minyak tansi adalah minyak yang berasal dari tanaman Tanacetum vulgare.

Minyak jenis ini diketahui mengandung thujone dosis tinggi pada bagian yang tumbuh di dalam tanah. Thujone sendiri adalah zat beracun yang jika sampai termakan bisa menyebabkan gangguan pencernaan, gangguan syaraf, hingga kematian.

Lain halnya dengan bagian tanaman yang tumbuh di atas tanah, yang digunakan sebagai obat-obatan dari berbagai penyakit, mulai dari penyakit pada sistem pencernaan, sistem syaraf, dan masalah kecantikan.

Selain sebagai obat tradisional, minyak tansi juga digunakan sebagai perisa makanan. Sementara kegunaan lainnya, selain untuk pembalseman, minyak ini kini dipakai sebagai salah satu komposisi parfum dan sumber warna hijau alami.

Sementara saudaranya, yaitu minyak yang berasal dari tanaman Tanacetum annuum, atau lebih dikenal dengan nama Blue Tansy, adalah salah satu minyak esensial termahal di dunia.

Minyak tansi biru, sekalipun saat ini masih diteliti lebih lanjut tentang kegunaannya, namun telah ditemukan banyak bukti jika minyak ini bisa menenangkan syaraf. Selain itu, minyak yang belakangan ini sedang populer juga diketahui memiliki efek anti radang dan bagus untuk perawatan kulit.

Minyak Kalamus

Minyak ini adalah minyak esensial yang berasal dari rimpang Acorus calamus. Meskipun memiliki aroma yang manis, tapi minyak kalamus tidak bisa dikonsumsi. Karena sekalipun belum ada penelitian lebih lanjut, kandungan beta-asarone memiliki kemungkinan kecil untuk bersifat sebagai karsinogenik. Lalu jika dipakai sebagai inhalasi ataupun aromaterapi, minyak kalamus bisa menimbulkan halusinasi dan kejang-kejang.

Namun di luar sifat karsinogenik lemah dan halusinogennya yang kuat, minyak kalamus sangatlah bermanfaat sebagai obat luar. Minyak ini diketahui memiliki sifat insektisida yang kuat. Lalu dalam pengobatan Ayuverda, minyak kalamus diketahui berkhasiat sebagai anti kejang, anti bakteri, dan membantu meringankan penyakit psikologis.

Minyak Sasafras

Bahan ini didapatkan dari pengolahan tanaman sasafras, yang keseluruhannya memiliki khasiat tersendiri. Diketahui jika sasafras ini memiliki 3 spesies yang masih hidup, dan 2 spesies yang telah punah. Bunga sasafras juga secara spesifik memiliki jenis kelaminnya sendiri.

Tanaman ini telah lama digunakan sebagai obat tradisional, insektisida, dan bahan tambahan pangan. Sebagai obat herbal, tanaman yang berasal dari Amerika Utara dan Asia Timur ini digunakan sebagai salep untuk menyembuhkan luka. Sementara dahannya digunakan untuk keperluan meubel dan konstruksi.

Dalam dunia kuliner, minyak sasafras yang berasal dari Sasafras albidum banyak dipakai dalam pembuatan root need dan sasafras root tea. Selain itu,daun dan bunganya juga pernah dijadikan salad serta dipakai untuk membumbui daging. Sasafras tidak lagi dipakai karena diketahui memiliki sifat karsinogenik

Auramine

Pewarna buatan yang akan memberikan warna kuning pada makanan ini bekerja dengan sangat baik, bahkan pada bahan yang tidak memiliki warna kuning sedikitpun. Bahkan warna yang dihasilkannya bisa menjadi kuning elektrik yang menyala.

Auramine ini sebenarnya tidak larut dalam air, tapi bisa larut dalam etanol dan dimetil sulfoksida. Sehingga jika dilarutkan menggunakan air, maka proses pewarnaan akan menimbulkan beberapa gumpalan warna. Zat pewarna ini diketahui bisa merusak ginjal dan liver jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama.

Alkanet(Alkanin/E103)

Zat pewarna yang memiliki 3 nama ini berasal dari akar tanaman Alkanna tinctoria, yaitu sebuah tanaman perdu asli dari Mediterania. Akar dari tanaman ini diketahui menghasilkan warna merah, dan memiliki sifat tidak larut dalam air, namun larut dalam lemak serta stabil dalam tekanan dan suhu normal.

Alkanet biasanya dipakai sebagai cat kayu, dan pernah dipakai sebagai pewarna tincture dan salep. Dalam industri kuliner, alkanet digunakan untuk mewarnai arak, sehingga warnanya menjadi merah. Namun seiring dengan waktu, akhirnya alkanet dilarang untuk digunakan sebagai kosmetik atau pewarna pangan.

Hal ini karena alkanet terbukti memiliki sifat karsinogenik. Selain itu, jika alkanet bersentuhan dengan kulit, mukosa atau mata, maka bisa menyebabkan kemerahan dan iritasi parah dan gatal-gatal.

Butter Yellow

Zat pewarna ini memiliki nama lain Metil Yellow. Normalnya, pewarna ini dipakai sebagai pewarna plastik dan indikator keasaman. Jika keasaman di bawah 2,9, maka warna metil yellow akan berubah menjadi merah. Tapi jika di atas 4,0, maka metil yellow tidak akan berubah warna.

Sebagai bahan aditif, butter yellow atau metil yellow pernah dipakai sebagai pewarna butter di Jerman. Namun setelah penelitian lebih lanjut, yang menyimpulkan jika metil yellow bersifat karsinogenik, sehingga bahan pewarna ini dilarang untuk digunakan dalam komposisi sebuah pangan.

Black 7984

Zat pewarna yang memiliki nama lain Food Black 2 dan C.I. 27755 ini adalah salah satu bahan yang sudah tidak dipakai di Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Karena diketahui jika pewarna ini bisa menimbulkan reaksi alergi, terutama untuk seseorang yang alergi terhadap aspirin. Zat pewarna ini juga bisa memperburuk gejala asma.

Chrysoidine

Zat warna oranye berbentuk serbuk ini diketahui bersifat korosif, berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan mahluk hidup. Zat pewarna ini sebenarnya adalah pewarna kain, jadi secara keseluruhan, zat ini sama sekali tidak cocok untuk kosmetik ataupun bahan tambahan pangan.

Chrysoidine tidak hanya berbahaya jika tertelan atau tersentuh. Zat ini juga berbahaya jika terhirup. Terutama jika zat ini harus dipanaskan. Karena chrysoidine akan menghasilkan karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen klorida dan nitrogen oksida.

Citrus Red No 2

Sebelumnya di tahun 1956, pewarna dengan nama lain C.I. Solvent Red 80 dan C.I. 12156 ini pernah digunakan untuk mewarnai kulit jeruk di Amerika Serikat. Pewarna ini tidak dimaksudkan untuk penggunaan skala industri, terutama untuk pembuatan jus jeruk atau bahan olahan lainnya di pabrik.

Namun kemudian seiring berjalannya waktu, pewarna ini digolongkan ke dalam golongan 2B, yaitu golongan dari zat yang bersifat karsinogenik pada hewan, dan dikhawatirkan bisa menimbulkan kanker pada manusia jika zat ini telah terakumulasi di dalam tubuh.

Chocolate Brown FB

Dalam dosis kecil, sebenarnya pewarna jenis ini tidak menimbulkan efek apapun pada kesehatan hewan. Namun dalam dosis 3 gram perhari, ditemukan penumpukan pigmen di beberapa organ tubuh mencit. Jika dalam konteks manusia, zat pewarna ini akan menimbulkan masalah setelah terakumulasi dalam tubuh seseorang dengan jumlah yang banyak.

Magenta

Sebenarnya pewarna jenis ini diwaspadai karena terbukti pernah menimbulkan kanker saluran kandung kemih pada dua orang subjek. Namun pada hewan, meskipun cukup banyak tikus, mencit dan hamster yang mati karena penelitian terhadap pewarna ini, namun tidak bisa diambil kesimpulan jika pewarna ini beresiko tinggi menimbulkan kanker.

Methanil Yellow

Sama seperti kembarannya metil yellow, metanil yellow juga digunakan sebagai indikator keasaman. Namun berbeda dari metil yellow yang bersifat karsinogenik, metanil yellow akan menyerang sistem syaraf pusat. Kerusakan yang diakibatkan oleh zat pewarna ini juga bertahan lama terhadap aktifitas otak dari hewan uji.

Oil Orange SS

Pewarna ini adalah pewarna golongan azo. Pewarna dari golongan azo, diazo, dan azido memiliki kemungkinan untuk meledak. Namun di samping itu, pewarna ini diketahui telah menimbulkan kanker pada hewan uji. Sehingga untuk manusia, kemungkinan terjangkit kanker oleh bahan yang digolongkan 2B oleh FDA, akan terjadi jika zat yang bersangkutan telah terakumulasi dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat pada tubuh manusia.

Orange G

Berbeda dengan pewarna lainnya yang tidak larut dalam air, zat warna ini diketahui sangat larut dalam air. Orange G idealnya digunakan untuk mewarnai kain, khususnya woll.

Selain itu, Orange G juga dipakai dalam proses elektroforesis. Tapi tentunya sebelum dilarang, Orange G pernah dipakai untuk pewarna makanan dan kosmetik. Sebenarnya pewarna jenis ini bisa diekskresikan melalui urine. Namun zat pewarna ini akan mengiritasi mata, kulit dan saluran pencernaan, sehingga ada baiknya untuk dihindari.

Ponceau 3R

Zat pewarna ini adalah golongan azo yang akan memberikan warna merah pada makanan. Pewarna ini bisa menimbulkan iritasi, sehingga sebenarnya tidak cocok untuk dipakai sebagai kosmetik dan makanan. Selain itu, pewarna ini biasa dipakai untuk mewarnai kain.

Ponceau 3R juga berpotensi untuk menimbulkan kanker terhadap manusia. Karena sebelumnya, pewarna ini diketahui bisa menimbulkan kanker pada hewan uji. Sehingga Ponceau 3R sendiri digolongkan pada golongan 2B oleh FDA.

Ponceau SX

Memiliki nama lain Scarlet GN, zat pewarna ini juga dipakai sebagai pewarna kain, kosmetik, dan makanan sebelum pelarangannya. Namun di Amerika Serikat, penggunaan pewarna ini dibolehkan sebagai pewarna Ceri Maraschino yang sifatnya hanya untuk seni.

Pewarna ini bisa membuat anak menjadi hiperaktif, dan dianggap bersifat karsinogenik di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Finlandia. Pewarna ini juga bisa meningkatkan penyerapan aluminium dalam tubuh hingga batas normal.

Rhodamine B

Zat pewarna ini idealnya dipakai dalam industri kertas, kosmetik, kain, sabun, serta pembersih mulut. Senyawa ini sama sekali tidak diperuntukkan untuk bahan tambahan pangan, mengingat rhodamin b sendiri mengandung klorin, yang akan mengikat zat-zat lain di dalam tubuh untuk mencapai kestabilan.

Selain itu, rhodamin b juga bersifat karsinogenik kuat. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang, zat pewarna ini bisa menimbulkan berbagai masalah pada liver dan ginjal, seperti pembengkakan, atau bahkan kanker liver.

Sudan 1

Zat pewarna ini biasanya dipakai untuk mewarnai lilin, kain dan pengkilap. Namun oknum yang tidak bertanggung jawab juga sering memakainya sebagai pewarna dari bubuk kari dan bubuk cabai, sehingga warna yang didapatkan akan lebih menarik.

Zat pewarna satu ini diketahui bisa menimbulkan iritasi pada kulit, karena pekerja di pabrik tekstil juga mengalaminya. Selain itu, Sudan I diketahui menimbulkan kanker pada hewan uji. Sehingga jika Sudan I telah terakumulasi dalam tubuh manusia, zat warna ini kemungkinan bisa menimbulkan kanker.

Metil Violet

Sebenarnya zat ini memiliki 3 macam warna lagi, yaitu 2B, 6B dan 10B. Namun ketiga pewarna ini memiliki kegunaan yang sama, yaitu dalam pewarnaan tinta, indikator hidrasi silica gel, dan pewarnaan tekstil.

Semua zat warna ini diketahui berbahaya jika tertelan. Jika bersentuhan dengan kulit, maka zat pewarna ini akan mewarnai bagian kulit yang bersentuhan selama beberapa hari. Selain itu, metil violet juga diketahui bersifat karsinogenik jika zat ini memiliki kontak dengan manusia secara berkelanjutan.

Lalu selain 35 zat ini, ada 18 zat pewarna lagi yang juga masuk ke dalam daftar zat pewarna yang dilarang dalam makanan. Seperti halnya Burn Umber, Crysoine S, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indrathrene Blue RS, Oil Orange XO, Oil Yellow AB, Oil Yellow OB, Orange GGN, Orange RN, Orchil, Ponceau 6R, Jingga K1, serta Merah K3, K4, K10 dan juga K11.


Dengan hadirnya artikel ini, diharapkan agar kita bisa lebih selektif lagi dalam memilih makanan atau minuman yang kita beli dari luar. Cara paling sederhana dalam membedakan pewarna makanan yang dilarang atau tidak biasanya terdapat pada intensitas warnanya. Sementara pemanis buatan, biasanya akan meninggalkan kesan pahit di lidah.

Sehingga sangat disarankan, terutama dalam masa pandemi ini, agar kita memasak makanan kita sendiri di rumah. Selain bisa meminimalisir masuknya bahan tambahan pangan yang tidak diinginkan, dengan memasak di rumah juga kita bisa menghemat uang dan mengatur porsi makanan kita sesuka hati.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA