Bahan bakar berbentuk gas yang berasal dari limbah peternakan maupun pertanian dinamakan

Artikel YUNI ERLITA, S.Pt(Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan) 21 Januari 2016 19:43:22 WIB

CARA MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakin meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus ditanggung oleh APBN. Yang menjadi pertanyaan adalah jika BBM mahal, apakah kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan bahan bakar minyak tersebut. Ternyata tidak demikian. Sumber energi alternatif telah banyak ditemukan sebagai pengganti bahan bakar minyak, salah satunya adalah Biogas.

Pemerintah sudah saatnya mengalokasikan sebagian dari pengurangan subsidi BBM untuk mengembangkan biogas dari kotoran ternak keseluruh pelosak pedesaan.

Sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan kreatifitas untuk mengembangkan energi alternatif dari kotoran ternak, karena sudah banyak hasil penelitian ilmiah yang berhasil. Kegiatan yang harus kita lakukan sekarang adalah mengaplikasikan hasil penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat. Usaha ini juga harus didukung dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk menerima kehadiran teknologi baru.

PRINSIP PEMBUATAN BIOGAS
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.

Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55°C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat dibawah ini:

Komposisi biogas : kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis gas: Biogas, Campuran kotoran + sisa pertanian: Metan (CH4), Karbon dioksida (CO2), Nitrogen (N2), Karbon monoksida (CO), Oksigen (O2), Propena (C3H8), Hidrogen sulfida(H2S), sedikit Nilai kalor (kkal/m2).

MEMBANGUN INSTALASI BIOGAS
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yang dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan.

Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:

1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.

Pengolahan limbah ternak menjadi energi bersih mampu menciptakan kemandirian masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan energi sehari-hari. Hal tersebut turut berkontribusi dalam menekan laju perubahan iklim.

Bahan bakar biogas

Pengembangan sumber energi ramah lingkungan atau biasa disebut energi bersih sejak lama menjadi fokus pembahasan kalangan akademisi UGM. Misalnya pengembangan tenaga listrik ramah lingkungan berbahan bakar biogas yang telah dilakukan oleh Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) dan Fakultas Peternakan UGM, saat ini bernama Pusat Inovasi dan Agroteknologi (PIAT). Bahan bakar pembangkit tenaga listrik ramah lingkungan yang dikembangkan (biogas) merupakan hasil proses fermentasi kotoran sapi secara anaerob dalam suatu wadah tertutup yang biasa disebut digester.

Biogas tidak hanya dihasilkan dari limbah ternak sapi namun juga dihasilkan dari limbah organik lainnya, sampah organik misalnya. UGM sebagai lembaga pendidikan yang menerapkan konsep Education for Sustainable Development (ESD), di bawah KP4, telah mengimplementasikan konsep 7R dalam berbagai proses pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan.

Terobosan teknologi tepat guna oleh Tim biogas UGM (Ir. Ambar Pertiwiningrum., M.Si., Ph.D, Chandra Purnomo., ST., M.Sc. pada tahun 2007 dengan pendanaan Hi-Link JICA Pada tahun tersebut, Gama Bioporta (biogas portable) berhasil didesain untuk mengatasi permasalahan limbah skala kecil khususnya untuk rumah tangga. Alat tersebut mampu untuk mengolah limbah organik khususnya kotoran ternak menjadi biogas yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, memasak, bagi rumah tangga dan hasil samping dari proses tersebut berupa pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian.

Gas yang dihasilkan dapat meningkat secara signifikan apabila kotoran sapi dicampur dengan limbah tahu. Implementasi teknologi tepat guna telah diaplikasikan di berbagai tempat. Salah satu pilot project teknologi tepat guna tim UGM berada di Dusun Banyakan Kecamatan Piyungan yang merupakan desa yang terkena dampak gempa 2006 dan dengan adanya implementasi teknologi biogas porta ini bertujuan untuk membantu pemulihan ekonomi desa tersebut.

Keterlibatan masyarakat

Pilot project tersebut diawali dengan pelatihan dan pengenalan kepada masyarakat tentang pentingnya pengolahan limbah. Keterlibatan masyarakat dalam proses pemanfaatan energi bersih memberikan dampak positif yang sangat besar. Keberhasilan pemanfaatan energi bersih dengan melibatkan masyarakat, salah satunya terbukti dari terbentuknya Desa Mandiri Energi di Desa Situmulyo pada tahun 2008. Desa Mandiri Energi tersebut dicanangkan oleh Rektor UGM, Prof. Sudjarwadi, yang didampingi oleh wakil bupati Bantul.

Setelah implementasi penerapan Gama Porta biogas di Kabupaten Bantul, selanjutnya teknologi ini diterapkan di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten sebagai sentra ternak dan industri tahu. Keberhasilan dalam pengolahan limbah menjadi energi bersih membuat Kabupaten Klaten menerapkan implementasi University-Community. Antusiasme masyarakat, dukungan pemerintah, dan peran perguruan tinggi, UGM, membuat masyarakat mampu memproduksi secara mandiri 20 digester bioporta.

Implementasi teknologi

Lebih dari itu, masyarakat juga mampu memproduksi kompor biogas yang siap untuk dipasarkan. Kabupaten Klaten juga mendukung penuh teknologi tepat guna melalui pengembangan implementasi mini reactor. Limbah tahu yang dulunya tidak bernilai dan mencemari lingkungan saat ini menjadi nilai tambah dan upaya untuk melestarikan lingkungan. Hal tersebut tidak terlepas dari berbagai dukungan pihak terkait termasuk perguruan tinggi, dalam hal ini UGM.

Biogas juga menjadi salah satu pilihan teknologi tepat guna dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Tahun 2010-2011, LPPM UGM dengan tim (Ir. Ambar Pertiwiningrum., M.Si., Ph.D., dan Rachmawan Budiarto., ST., M.Sc. bekerja sama dengan Balihristi, Provinsi Gorontalo membangun Desa Mandiri Energi berbasis Biogas di Kec. Boalemo, Prov. Gorontalo yang merupakan daerah belum dialiri listrik. Pada tahun yang sama LPPM UGM (Ir. Ambar Pertiwiningrum, M.Si., Rachmawan Budiarto., ST., M.Sc., Dr. Wiratni. ST., M.Sc., bekerja sama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) mengimplementasikan teknologi biogas di Kab. Banjarnegara yang merupakan daerah tertinggal. Hingga tahun 2012-2013, bekerja sama dengan SME dan SR Pertamina membangun instalasi biogas di Kabupaten Bima dan Kabupaten Sorong.

Program yang dipilih adalah perubahan skema peternakan sapi rakyat sebagai media penyedia energi di desa sehingga menjadi desa mandiri energi. Kotoran sapi yang sebelumnya tidak bernilai dapat menjadi bahan bakar biogas bagi masyarakat di desa tertinggal. Berbagai dampak positif tercipta dari proses pengolahan limbah ternak menjadi energi bersih. Berbagai permasalahan isu-isu lingkungan terjawab melalui pengolahan limbah ternak menjadi energi bersih. Secara tidak sadar kegiatan masyarakat tersebut turut berkontribusi dalam menekan laju perubahan iklim.

Seiring berjalannya waktu, melihat hasil samping dari biogas yang lebih dikenal dengan nama sludge biogas atau bio-slurry, mulai tahun 2014sampai sekarang, sludge biogas diteliti dan diimplementasikan menjadi beberapa produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti media jamur tiram, media cacing (vermicompost), pupuk kompos dan biochar sebagai adsorben karbondioksida untuk meningkatkan nilai kalor dari biogas. Konsep ini akan menunjukkan bahwa limbah kotoran ternak akan bernilai ekonomi untuk mendukung kemandirian energy dan pangan dari skema peternakan terintegrasi dengan ZERO WASTE atau lebih kita kenal dengan Circular Economy.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA