Bagaimana tahapan dalam menyusun peraturan pemerintah jelaskan?

Substansi utama Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembentukan hukum tertulis. Proses itu harus melalui beberapa tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan

Tahapan ini merupakan awal dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Perencanaan ini dilakukan inventarisasi permasalahan yang ingin diselesaikan. Hal itu juga disertai dengan latar belakang dan tujuan dari penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut. Masalah itu harus melalui kajian dan penyelerasan, selanjutnya akan dituangkan ke dalam naskah akademik. Naskah akademik ini diusulkan untuk dimasukkan dalam program penyusunan peraturan. Penyusunan ini berbeda penyebutannya berdasarkan jenis peraturan perundang-undangannya:

Naskah akademik yang telah disusun sedemikian rupa diusulkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas ialah merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Prolegnas memuat program pembentukan Undang-Undang dengan judul Rancangan Undang-Undang, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Terkait dengan proses penyusunan Prolegnas, dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.

Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Pemerintah yang memuat daftar judul dan pokok materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari kementerian dan/atau lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Perencanaan penyusunan Peraturan Presiden dilakukan dalam suatu program  penyusunan Peraturan Presiden. Adapun ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Pemerintah berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Peraturan Presiden, dengan kata lain perencanaan penyusunan Peraturan Presiden sama persis dengan perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah.

Hampir serupa dengan perencanaan Undang-Undang, perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi, di mana proses penyusunan Prolegda Provinsi dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi.

Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota, di mana proses penyusunan prolegda ini dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dengan kata lain perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sama persis dengan perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi. Perencanaan tidak hanya mengatur sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Nah Rencang, begitulah tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Yuk ikuti bahasan kita mengenai peraturan perundang-undangan melalui artikel ini.

#TerbaikTercepatTerpercaya

#KlinikHukumTerpercaya

#SemuaAdaJalannya

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (“UU”) ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”). Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Proses pembentukan UU diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 15/2019”). Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU MD3”) dan perubahannya.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah:

  1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
  2. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
  3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
  4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
  5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

pembentukan peraturan perundang-undangan melalui tahapan yang panjang. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan pertama-tama harus dengan melakukan perencanaan, atas dasar hukum yang lebih tinggi serta aspirasi dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Rancangan peraturan perundang-undangan yang diusulkan eksekutif dan legislatif  di bahas bersama-sama di dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Badan Anggaran, Rapat Panitia Khusus, dan Paripurna.. Setelah rancangan undang-undang disetujui oleh legislatif, rancangan undang-undang tersebut diberikan kepada legislatif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Secara Garis Besar  berikut tahapan yang harus dipenuhi dalam pembentukan undang-undang:

  • Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan

Perencanaan untuk penyusunan undang-undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional yang merupakan skala prioritas untuk pembentukan UU dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Selanjutnya undang-undang dapat diajukan berasal dari eksekutif ataupun legislatif.

  • Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang.

Pembahsan tentang RUU ini dilakukan oleh eksekutif dengan legislatif. Rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama oleh legislatif dan eksekutif diajukan oleh legislatif kepada eksekutif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Peraturan perundang-undangan harus disahkan secara resmi dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, Penyusunan  Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan, hingga Pengundangan Undang-Undang. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta pemangku kepentingan.

Berdasarkan tahapan tersebut, secara lebih detail proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:

  1. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU. Lihat Pasal 16 UU 12/2011 jo. Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU 15/2019
  2. RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD. Lihat Pasal 163 ayat (1) UU MD3
  3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. Llihat Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU 12/2011
  4. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi. Lihat Pasal 164  ayat (1)
  5. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Lihat Pasal 165 UU MD3
  6. Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR. Lihat Pasal 166 ayat (1) dan (2) UU MD3
  7. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. Lihat Pasal 168 UU MD3
  8. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. Lihat Pasal 169 huruf a UU MD3
  9. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini. Lihat Pasal 170 ayat (1) UU MD3
  10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:    Lihat Pasal 171 ayat (1) UU MD3
    1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
    2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
    3. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
  11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak. Lihat Pasal 171 ayat (2) UU MD3
  12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Lihat Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1), (3), dan (4) UU 12/2011
  13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan. Lihat Pasal 71A UU 15/2019

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA