Bagaimana perkembangan keperawatan di Indonesia pada masa penjajahan?

Perkembangan keperawatan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kolonialismen pada masa penjajahan. Perawat pada mulanya disebut sebagai verpleger dengan dibantu oleh zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara belanda, sehingga akhirnya pada masa penjajahan Belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan masyarakat. Pada masa tersebut juga didirikan  beberapa rumah sakit seperti rumah sakit stadsverband yang sekarang dikenal dengan nama Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo.

Setelah kemerdekaan pada tahun 1952 untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan maka didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun 1962 dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk pertama kalinya pendidikan keperawatn setingkat sarjana ada di Indonesia. Setelah lokakarya pada tahun 1983, proses menjadika perawat sebagai tenaga profesional sudah mulai dirasakan dengan adanya proses pengakuan dari profesi lainnya.

Mengikuti perkembangan keperawatan di dunia, keperawatan di Indonesia juga terus berkembang, adapun perkembangannya adalah sebagai berikut :

  1. Seperti halnya perkembangan keperawatan di dunia, di Indonesia pada awalnya pelayanan perawatan masih didasarkan pada naluri, kemudian berkembang menjadi aliran animisme, dan orang bijak beragama.
  2. Penjaga orang sakit (POS/zieken oppasser) Sejak masuknya Vereenigge oost Indische Compagine di Indonesia mulai didirikan rumah sakit, Binnen Hospital adalah RS pertama yang didirikan tahun 1799, tenaga kesehatan yang melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat diambil dari putra pertiwi. Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan dermawan atau intelektual, melainkan pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh prajurit yang bertugas pada kompeni. Tugas perawat pada saat itu adalah memasak dan membersihkan bagsal (domestik work), mengontol pasien, menjaga pasien agar tidak lari/pasien gangguan kejiwaan.
  3. Model keperawatan Vokasional (abad 19) Berkembangnya pendidikan keperawatan non formal, pendidikan diberikan melalui pelatihan-pelatihan model vokasional dan dipadukan dengan latihan kerja.
  4. Model keperawatan kuratif (1920)Pelayanan pengobatan menyeluruh bagi masyarakat dilakukan oleh perawat seperti imunisasi/vaksinasi, dan pengobatan penyakit seksual.
  5. Keperawatan semi profesional tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (keperawatan) yang bermutu oleh masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan. Pendidikan-pendidikan dasar keperawatan dengan sistem magang selama 4 tahun bagi lulusan sekolah dasar mulai bermunculan.
  6. Keperawatan preventif  Pemerintahan belana menganggap perlunya  hygiene dan sanitasi serta penyuluhan dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah, pemerintah juga menyadari bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi masyarakat dan hanya ditujukan bagi mereka yang sakit. Pada tahun 1937 didirikan sekolah mantri higene di Purwokerto, pendidikan ini terfokus pada pelayanan kesehatan lingkungan dan bukan merupakan pengobatan.
  7. Menuju keperawatan profesional sejak Indonesia merdeka (1945) perkembangan keperawatan mulai nyata dengan berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan sekolah bidan di RS besar yang bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu diberuntukan bagi mereka lulusan SLTP ditambah pendidikan selama 3 tahun, disamping itu juga didirikan sekolah bagi guru perawat dan bidan untuk menjadi guru di SPR. Perkembangan keperawatan semakin nyata dengan didirikannya organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 1974.
  8. Keperawatan profesional melalui lokakarya nasional keprawatan dengan kerjasama antara Depdikbud RI, Depkes RI dan DPP PPNI, ditetapkan definisi, tugas, fungsi dan kompetensi tenaga perawat professional di Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu maka didirikanlah akademi keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI (1985) dan kemudian didirikan pula program paska sarjana (1999)

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 11 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 15 to 20 are not shown in this preview.

Disepanjang sejarahnya yang istimewa, perawat dan ilmu keperawatan telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam kehidupan umat manusia.

Seiring dengan perubahan yang pesat pada area keperawatan dan sistem layanan kesehatan terkait, perawat memiliki lebih banyak kesempatan untuk ikut berperan aktif dalam peningkatan kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Kini, perawat dapat menerapkan pengetahuan, kepemimpinan, semangat, dan keahlian yang vital bagi perluasan peran yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan partisipasi, tanggung jawab, dan penghargaan dalam berbagai aspek kehidupan.

Perkembangan Perawat di Indonesia

Keberadaan perawat di Indonesia dimulai dari datangnya penjajah Belanda ke Indonesia. Pada saat itu, pemerintah Belanda membentuk Velpeger, yaitu perawat yang berasal dari penduduk pribumi, untuk merawat orang sakit dibantu oleh Zieken Oppaser.

Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah Belanda dengan mendirikan rumah sakit yang bernama Binen Hospital di Jakarta pada tahun 1799.

Pada jaman penjajahan Inggris (1812 – 1816), walaupun saat itu pimpinan VOC – Raffles – sangat memperhatikan kondisi kesehatan rakyat, namun dunia keperawatan tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

Baru pada tahun 1816 – 1942, dunia keperawatan di Indonesia mulai berkembang. Hal ini bisa dilihat dari gencarnya pembangunan rumah sakit yang beridiri hampir bersamaan pada kurun waktu tersebut yang mana diantaranya adalah RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.

Tahun 1942 – 1945, tepatnya saat penjajahan Jepang, dunia keperawatan di Indonesia kembali mengalami kemunduran akibat dari kurangnya perhatian pemerintahan Jepang.

Baru pada 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit dan balai pengobatan, diantaranya;

  • Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setingkat SMP.
  • Tahun 1962 pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan, yaitu Akper milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula.
  • Tahun 1985 didirikan PSIK ( Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia.
  • Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dan lain-lain.

1995 – sekarang, dunia keperawatan Indonesia terus berbenah diri. Mulai dari semakin bertambahnya pendidikan tinggi keperawatan, tenaga pendidik profesional sekelas profesor mulai bertambah, lahirnya Undang-undang keperawatan serta perangkat-perangkat penunjang profesi keperawatan yang semakin kesini semakin eksis di belantika keperawatan Indonesia.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan keperawatan di dunia dan Indonesia, teman-teman bisa baca artikel dibawah ini ;

Profesi Perawat di Indonesia

Perawat disebut profesi karena sejatinya perawat memenuhi seluruh syarat untuk disebut sebagai suatu profesi, yang mana menurut syafruddin Nurdin ada sepuluh kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut dengan suatu profesi, yaitu :

  • Panggilan hidup yang sepenuh waktu
  • Pengetahuan dan kedakapan atau keahlian
  • Kebakuan yang universal
  • Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
  • Otonomi
  • Kode etik
  • Klien
  • Berprilaku pamong
  • Pengabdian
  • Bertanggung jawab

Sementara Ahmad Tafsir mengemukakan krateria/syarat sebuah pekerjaan yang bisa disebut profesi adalah sebagai berikut    :

  • Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus
  • Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup
  • Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal
  • Profesi diperuntukkan bagi masyarakat
  • Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi yang aplikatif
  • Profesi memegang otonomi dalam melakukan profesinnya
  • Profesi memiliki kode etik
  • Profesi memiliki klien yang jelas
  • Profesi memiliki organnisasi profesi
  • Profesi mengenali hubungan profesinya degan bidang-bidang lain

Dari keduanya, perawat memenuhi kesemua ciri dan kriteria tersebut yang mana ;

1. Perawat berdasar kepada ilmu dan kiat keperawatan

  • Ilmu keperawatan: sintesa dari ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinik, ilmu biomedik, ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu sosial.
  • Kiat Keperawatan (Nursing Arts) lebih difokuskan pada kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan sentuhan seni (menggunakan kiat-kiat tertentu) dalam upaya memberikan kepuasan dan kenyamanan pada klien.

  • Pelayanan keperawatan bersifat komprehensif karena asuhan keperawatan yang diberikan bersifat menyeluruh meliputi aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual dalam kehidupan manusia.

3. Merupakan Bagian Integral dalam Pelayanan Kesehatan

  • Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medis (kedokteran), pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang kesehatan (gizi, farmasi, laboratorium, dsb). Pelayanan keperawatan merupakan subsistem dari pelayanan kesehatan dan tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan.

4. Mencakup Siklus Kehidupan Manusia

  • Asuhan keperawatan dapat diberikan pada klien sejak dalam kandungan sampai sakaratul maut. Atas dasar ini dikenal spesialisasi pelayanan keperawatan.

Ke empat hal tersebut, kembali ditegaskan dengan lahirnya Undang-undang nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang mana menjelaskan bahwa ;

  • Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, atau kelompok baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
  • Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik didalam maupun di luar negeri yang diakui pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  • Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan kepada individu, kelompok, atau masyarakat dalam keadaan sehat maupun sakit.

Karenanya, sebagai sebuah profesi yang melaksanakan asuhan dan praktik keperawatan, seorang perawat dituntut untuk memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai bukti tertulis dan pencatatan resmi yang dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia.

Untuk Memperoleh STR tersebut, seorang calon perawat profesional harus memilikidua jenis sertifikat terlebih dahulu, yaitu ;

  1. Sertifikat kompetensi : sebagai surat tanda pengakuan kompetensi perawat yang sudah lulus uji kompetensi.
  2. Sertifikat profesi : yang diperoleh lulusan pendidikan keperawatan sebagai surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik keperawatan.

Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Profesi Keperawatan terdiri dari ;

  1. Perawat Vokasi : Lulusan minimal D3 Keperawatan
  2. Perawat Profesi : Lulusan S1 Keperawatan. Yang terdiri dari Ners dan Ners Spesialis.

Jenjang Pendidikan Keperawatan di Indonesia dimulai dari ;

Ditempuh dalam waktu 3 tahun untuk diploma 3. Bentuk pendidikan Akademi dengan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep), dan 4 tahun untuk vokasi khusus dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)

2. Pendidikan Profesional

Ditempuh dalam waktu 4 tahun untuk program Sarjana Keperawatan (S.Kep) dan tambahan sekitar 1 tahun untuk pendidikan profesi Ners (Ns).

3. Pendidikan Magister dan Spesialis

Yaitu Master Keperawatan (M.Kep) ditempuh dalam waktu 2 tahun dan tambahan sekitar 1 tahun untuk spesialis keperawatan yang terdiri dari ;

  • Spesialis Keperawatan Anak
  • Spesialis Keperawatan Jiwa
  • Spesialis Keperawatan Maternitas
  • Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

4. Pendidikan Doktoral atau S3 Keperawatan

Merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang dapat ditempuh oleh perawat dengan melakukan riset tentang keperawatan.

Saat ini, baru ada 8 Profesor Keperawatan yang ada di Indonesia. Mereka adalah ;

  1. Prof. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
  2. Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc – Universitas Indonesia
  3. Prof. Dra. Setyowati, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., DBO., RN – Universitas Indonesia
  4. Prof. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
  5. Prof. Dra. Elly Nurachmah, D.N.Sc – Universitas Indonesia
  6. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) – Universitas Airlangga
  7. Prof. Dr. Paul Sirait, MM, M.Kes – Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Sumatera Utara
  8. Prof. Dr. Yati Afiayanti, MN – Universias Indonesia.

Data dan Fakta Perawat Indonesia

Menurut data dari InfoDATIN Kemenkes Republik Indonesia 2017, jumlah perawat di Indonesia yang bekerjadi fasilitas kesehatan pada tahun 2016 mencapai 49% dari total keseluruhan tenaga kesehatan yang ada.

Yang mana menurut data rekapitulasi BPPSDMK pada Desember 2016, total fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia mencapai 15.263 unit dengan jumlah sumber daya manusia kesehatan mencapai 1.000.780 orang.

Dari 1.000.780 orang tersebut, 601.228 orang diantaranya adalah tenaga kesehatan medis (dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi), paramedis (bidan dan perawat), dan tenaga farmasi.

Jika dipersentasikan menurut data diatas, maka statistik tenaga kesehatan di Indonesia yang berada didayagunakan di faskes adalah ;

  • Perawat (49%) : 296.876 orang
  • Bidan (27%) : 163.451 orang
  • Dokter Spesialis (8%) : 48.367 orang
  • Dokter Umum (7%) : 42.085 orang
  • Farmasi (7%) : 42.085 orang
  • Dokter Gigi (2%) : 12.025 orang.

Dari jumlah 298.876 orang perawat tersebut, hampir setengahnya atau sekitar 125.659 orang perawat bekerja di Pulau Jawa ;

  • Jawa Tengah : 35.773 orang perawat
  • Jawa Barat : 33.527 orang perawat
  • Jawa Timur : 33.377 orang perawat
  • DKI Jakarta : 22.982 orang perawat

Sisanya, tersebar diseluruh penjuru nusantara dengan jumlah tenaga keperawatan paling sedikit yaitu berada di Provinsi Kalimantan Utara sebanyak 1.184 orang perawat, diikuti oleh Papua Barat 1.478 orang perawat, dan Sulawesi Barat sebanyak 1.675 orang perawat.

Walaupun demikian, ternyata jumlah tersebut masih jauh dari target Rasio Perawat per 100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebesar 180 per 100.000 penduduk.

Saat ini, berdasarkan data tahun 2016 nasional, rasio tersebut masih berada diangka 113,40 per 100.000 penduduk. Artinya, jumlah tenaga keperawatan Indonesia masih kurang.

Berdasarkan data BPPSDMK Kemenkes RI 2017, baru 8 provinsi yang sudah memenuhi target 180 orang perawat per 100.000 penduduk, diantaranya ;

  • DKI Jakarta
  • Kalimantan Timur
  • Kep. Bangka Belitung
  • Aceh
  • Maluku
  • Sulawesi Utara
  • Bengkulu
  • Jambi.

Tiga provinsi dengan rasio perawat tertinggi yaitu;

  • DKI Jakarta : 221,5 per 100.000 penduduk
  • Kalimantan Timur : 202,9 per 100.000 penduduk
  • Kep. Bangka Belitung : 202,4 per 100.000 penduduk

Sedangkan, provinsi dengan rasio perawat terendah dipegang oleh;

  • Lampung : 48,90 per 100.000 penduduk
  • Jawa Barat : 68,9 per 100.000 penduduk
  • Banten : 72,1 per 100.000 penduduk

Yang mengejutkan, hanya satu provinsi di Pulau Jawa yang sudah memenuhi target 2019 tersebut. Sisanya, Jawa Barat – Jawa Tengah – Jawa Timur – Banten, masih belum memenuhi target. Bahkan Jawa Barat dan Banten termasuk kedalam provinsi dengan rasio perawat terendah.

Padahal, jumlah tenaga keperawatan di keempat provinsi tersebut sudah membludak.

Ini dikarenakan, membludaknya jumlah penduduk yang berada di ketiga provinsi tersebut. Yang mana menurut data perhitungan proyeksi penduduk Indonesia 2010-2045, pada tahun 2015, penduduk di Pulau Jawa lebih padat dibanding pulau lainnya, yakni sekitar 149.162 juta dengan luas wilayah 128.297 km persegi.

Dari angka tersebut, bisa kita simpulkan bahwa hampir 60-70% penduduk Indonesia berada di tanah Jawa dengan luas tanah hanya 6% dari total area Indonesia.

Cerminan Dunia Kesehatan di Indonesia

Dengan jumlah tersebut diatas, seharusnya dunia keperawatan Indonesia bisa melesat jauh mengungguli tenaga kesehatan lainnya. Khususnya dalam hal kesejahteraan.

Kenapa?

Karena jika menilik target pemerintah tahun 2019, jumlah perawat di Indonesia masih sangat kurang. Artinya, kebutuhan akan profesi perawat tidak akan menurun. Malah sebaliknya.

Jika seperti itu, perawat yang ada saat ini, harus bisa masuk kedalam radar pencarian tenaga keperawatan dengan cara meningkatkan kualitas skill dan attitude sehingga mempunyai daya saing.

Untuk itu, diperlukan pembinaan dan pendidikan yang komprehensif sejak dini. Dimulai dari saat pertama calon perawat bersentuhan dengan dunia keperawatan.

Sehingga, terjadi peningkatan kualitas yang kontinyu terhadap para lulusan pendidikan keperawatan. Namun, apa yang terjadi masih jauh dari harapan.

Ada baiknya teman-teman juga membaca artikel dibawah ini. Sebuah “eradiksi” dari saya tentang kondisi dunia keperawatan Indonesia. Opini subjektif namun disertai fakta yang sudah menjadi rahasia umum mengenai kesejahteraan profesi perawat di negeri ini serta maraknya persekusi, pelecehan dan penghinaan terhadap perawat.

Memang, jika dibandingkan dengan profesi lain, tenaga keperawatan masih bisa disebut profesi yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

Setiap tahun, bahkan setiap bulan selalu ada saja lowongan pekerjaan untuk perawat. Baik itu di rumah sakit, puskesmas, klinik, ataupun homecare.

Namun, sangat sedikit faskes yang mampu membayar tenaga keperawatan secara “adil”.

Adil disini dalam artian, seimbangnya antara beban kerja – biaya hidup – dan resiko yang ditanggung oleh perawat itu sendiri.

Ada kalanya, dengan jumlah jam kerja yang sama, jumlah pasien yang sama, namun besaran gaji yang diterima sangat jauh berbeda, walaupun dalam satu kota yang sama.

Ini merupakan rahasia umum yang walaupun belum ada data dan fakta dalam uraian angka, kami – perawat Indonesia – mengamini hal tersebut.

Kasar, jika seandainya saya menyebut bahwa hanya tenaga keperawatan yang mempunyai nasib malang seperti ini. Namun itulah yang terjadi.

Ibarat sebuah mobil …

… jika ingin tetap melaju, maka semua sistem yang ada dalam mobil tersebut haruslah dalam keadaan yang optimal.

Bensinnya harus ada, bannya harus dalam keadaan mengembang sempurna, mesinnya terawat dengan baik, dan lain sebagainya.

Pun dengan dunia kesehatan, Indonesia khususnya.

Kita tidak bisa hanya menganak-emaskan satu profesi dan meng-anaktirikan profesi lainnya. Semuanya harus sama, harus adil dalam tugas, wewenang, dan angka kesejahteraan sesuai dengan beban kerja dan tupoksi profesi masing-masing.

Baru, dunia kesehatan di Indonesia bisa melaju kearah yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Ada sebuah penelitian, yang diterbitkan bulan Oktober 2003 lalu yang berjudul Nursing and Health Care in Indonesia, yang dilakukan oleh Department of Nursing and Midwifery, University of Limerick, Limerick, Ireland. .

Ini link penelitian tersebut : Nursing and Health Care in Indonesia

Apa yang mereka temukan? Berikut kutipan asli dari penelitian tersebut, yang saya copy-paste dari NCBI ;

FINDINGS: Nursing education is primarily conducted at senior high school, while medical education is similar to the university education offered in many countries, and allied health professionals are educated to varying standards. Indonesian health officials recognize that the low standard of nursing education contributes to poor health statistics, and they are working hard to improve this. There has been strong support from the government for the implementation of university education for nurses, and for courses within academies that bridge the gap between current standards and the levels of education required for the delivery of optimum health care.

15 tahun berlalu, apakah “gap” dan permasalahan tersebut sudah teratasi? Anda semua bisa menjawabnya sendiri.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA