Bagaimana kehidupan manusia purba pada masa berburu dan meramu jelaskan

Kehidupan suatu masyarakat dari masa ke masa selalu berkembang dan mengalami perubahan. Begitu pula dengan cara bertahan hidup manusia pada zaman prasejarah yang menempuh tiga tahapan utama, yaitu masa berburu dan meramu (food gathering), masa bercocok tanam (food producing), dan masa perundagian. Dimana, ketiga tahapan itu menunjukan pengaruhnya masing-masing di bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun kepercayaan.

Nah, pada materi kali ini yang akan kita bahas adalah mengenai kehidupan budaya pada masa berburu dan meramu (food gathering). Dimana, akan membahas mengenai cara dan alat-alat yang dipakai oleh manusia purba Indonesia dalam bertahan hidup mencari makanan.

Corak kehidupan manusia purba di Indonesia yang paling sederhana adalah pada masa berburu dan meramu (food gathering). Pasalnya, pada periode awal munculnya peradaban manusia ini, kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan bahan yang disediakan oleh alam masih sangat terbatas.

Secara umum, kehidupan budaya masyarakat purba yang paling jelas tampak adalah dari alat-alat yang mereka hasilkan. Alat tersebut digunakan untuk menunjang dan mempermudah pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. umumnya, peralatan yang digunakan tersebut terbuat dari batu, kayu, atau pun tulang yang masih sederhana.

(Baca juga: Melihat Pengaruh Kebudayaan Dongson di Indonesia)

Jika menilik berdasarkan karakteristik alat-alat yang dihasilkan, maka corak kehidupan budaya pada masa berburu dan meramu terbagi ke dalam dua kebudayaan yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Sampung Bone.

Kebudayaan Pacitan

Diperkirakan manusia purba pelaku kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus Erectus. Ada beberapa alat kebudayaan mereka yang digunakan antara lain sebagai berikut :

  • Kapak perimbas, masih kasar buatannya, tidak bertangkai, dan digunakan dengan cara digenggam. Alat ini berfungsi menghaluskan kayu, memecah tulang binatang buruan, dan sebagai senjata.
  • Kapak penetak, bentuknya menyerupai kapak perimbas, namun berukuran lebih besar dan lebih tajam bilahnya. Alay ini berfungsi membelah kayu, menggali umbi, dan memotong serta menguliti binatang.

Kebudayaan Sampung Bone

Sampung Bone Culture atau kebudayaan Tulang dari Sampung. Alat lainnya serupa dengan kebudayaan kjokkenmoddinger seperti Sumatralith, kapak pendek, pipisan, tanduk rusa, gerabah, dan alat serpih atau flake.

Please follow and like us:

Ilustrasi masa prasejarah. Foto: Pexels.com

Masyarakat mengalami masa berburu dan meramu untuk bertahan hidup. Aktivitas itu terjadi pada zaman dahulu kala atau disebut dengan masa pra-aksara, yakni kehidupan sebelum ditemukannya tulisan.

Berdasarkan corak kehidupannnya, masyarakat pra-aksara digolongkan menjadi masa hidup berburu dan meramu makanan, masa bercocok tanam dan beternak, kemudian masa perundagian atau masa kemahiran teknik.

Sementara itu, berdasarkan pola kehidupannya, corak kehidupan masa berburu dan meramu dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu masa berburu dan meramu tingkat awal dan masa berburu maupun meramu tingkat lanjut.

Tulisan ini akan menjelaskan secara khusus mengenai masa berburu dan meramu makanan. Agar lebih paham, simak penjelasan di bawah ini!

Corak Kehidupan Manusia Pra-Aksara pada Masa Berburu dan Meramu

Masa berburu dan meramu kerap dikatakan sebagai masa mengumpulkan makanan atau food gathering. Pada masa ini masyarakat mengumpulkan makanan yang bahannya langsung dari alam.

Menurut buku Kehidupan Masyarakat Praaksara Indonesia Sejarah Indonesia Kelas X, masa berburu dan meramu diperkirakan terjadi pada zaman batu tua atau Paleolitikum. Pada masa itu perkakas masih terbuat dari batu yang utuh dan belum dimodifikasi.

Umumnya masyarakat yang tinggal di hutan akan meramu dan berburu binatang seperti kerbau liar, rusa, gajah, banteng, serta badak. Sedangkan manusia yang hidup di sekitar pantai menangkap hasil laut seperti ikan dan kerang.

Masa Berburu dan Meramu Tingkat awal

Ilustrasi peninggalan sejarah. Foto: Pexels.com

Manusia purba yang hidup pada masa berburu dan meramu tingkat awal adalah dari jenis Pithecanthropus dan Homo Wajakensis. Pada masa ini keadaan lingkungan masih liar dan keadaan bumi belum stabil sehingga banyak gunung berapi yang masih aktif dan meletus.

Masyarakat berburu dan meramu tingkat awal hidup secara berkelompok-kelompok dalam jumlah yang sedikit. Kegiatan berburu dilakukan oleh laki-laki, sedangan wanita mengolah makanan, mengurus anak, dan mengajari anak cara meramu makanan.

Mengutip Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia oleh Dra. Veni Rosfenti, M.Pd, ciri masyarakat berburu dan meramu tingkat awal, antara lain:

  1. Masyarakatnya hidup secara nomaden, yaitu hidup dengan berpindah-pindah tempat tinggal.

  2. Masyarakat sangat bergantung dengan alam.

  3. Alat-alat bantu yang digunakan untuk beraktivitas terbuat dari batu yang masih kasar.

  4. Masyarakat berburu dan meramu tingkat awal belum mengenal bercocok tanam.

Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut

Masa berburu dan meramu tingkat lanjut diprediksi berlangsung ketika masa Mesolithikum. Kehidupan pada masa ini sedikit lebih maju daripada masa sebelumnya, tetapi seluruh kehidupan masih mengandalkan alam.

Hal itu ditandai dengan adanya perubahan tradisi yang awalnya mengumpulkan makan (food gathering) lalu berubah menjadi memproduksi bahan makanan sendiri (food producing). Alat perkakas yang digunakan pada masa ini adalah kapak genggam (pebble).

Berdasarkan Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia, ciri masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut antara lain:

  1. Masyarakat pada zaman ini meninggalkan sampah dapur bekas sisa makanan atau disebut dengan Kjokkenmoddinger.

  2. Masyarakat sudah mulai mengenal bercocok tanam, tetapi masih dengan metode yang sangat sederhana, yakni berpindah-pindah tergantung kesuburan tanah.

  3. Masyarakat hidup secara berkelompok di dalam gua secara semi-sedenter, yaitu menetap cukup lama di suatu tempat. Pada bagian atas gua yang ditempati terlindungi karang atau disebut juga Abris Sous Roche.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA