Bagaimana cara kita mencintai produk Indonesia brainly

MARI, BANGGALAH TERHADAP PRODUK DALAM NEGERI

Oleh: Ikhwan Darusalam, ST., MSc

BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKARTA – KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Pendahuluan

Sepertinya telah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Indonesia sepertinya terlanjur menjadi “pemuja” produk-produk luar negeri. Kita cenderung lebih bangga terhadap produk orang lain daripada produk anak bangsa sendiri. Dan yang semakin memprihatinkan adalah, upaya untuk memuja produk luar negeri sepertinya ditanamkan melalui berbagai cara, berbagai media. Orang-orang yang lahir di era 70 atau 80an tentu familiar dengan lagu dari mendiang Gombloh berjudul Anak Singkong, dimana salah satu bait syairnya berbunyi, “sepatumu dari Italy… Kau bilang demi gengsi, semua serba luar negeri…”. Ketika mendengar lagu ini, secara tidak sengaja, kita sedang menanamkan pemahaman ke dalam pikiran kita bahwa produk sepatu Italy lebih berkualitas dari produk sepatu kita. Kemudian juga, ketika kita memakai produk luar negeri, itu berarti kita lebih bergengsi dibanding jika kita memakai produk dalam negeri, kita malu untuk memakai produk anak bangsa sendiri.

Contoh lain adalah berbagai percakapan di sinetron-sinetron atau film-film kita, banyak diantaranya yang lebih mengunggulkan produk luar negeri, seperti ungkapan “bikinan mana dulu dong, Jerman gitu loh…”. Disadari atau tidak, ungkapan-ungkapan di film itu mempengaruhi jutaan bahkan ratusan juta kepala orang Indonesia, hingga lapisan terbawah masyarakat kita terpengaruh untuk lebih membangga-banggakan produk luar negeri. Hal ini diperparah lagi dengan sikap pemerintah yang terkesan acuh terhadap hal tersebut. Seharusnya pemerintah dapat berperan dalam menanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri kita.

Ternyata Kita Keliru

Sampai sekarang, sering kita jumpai masyarakat kita berlomba-lomba untuk membeli produk luar negeri, entah itu disaat mereka bepergian ke luar negeri, maupun berupaya “titip beli” ketika ada kerabat yang pergi ke luar negeri. Bahkan orang kita rela berbondong-bondong pergi ke negeri jiran, hanya untuk berbelanja barang-barang yang “katanya” murah. Padahal, beberapakali penulis membuktikan sendiri datang ke negeri jiran tersebut, penulis dapati bahwa harga barang-barang yang dimaksud sebenarnya tidaklah terpaut jauh dengan ketika kita berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan besar di Indonesia, boleh dikatakan sama, tak sebanding dengan effort yang dikeluarkan untuk pergi ke jiran. Bahkan kenyataan berbicara lain, orang-orang dari Malaysia, Singapura, hingga Timur Tengah justru sebaliknya, berbondong-bondong datang ke pusat-pusat belanja kita seperti di Tanah Abang, Pasar Baru Bandung, dsb.

Apakah kebiasaan menjadi pemuja produk luar negeri tersebut keliru? Ya. Tanpa kita sadari, kita telah melakukan sebuah kesalahan besar bagi bangsa kita sendiri. Kita telah “membunuh” negeri kita sendiri.

Seorang wakil direktur sebuah perusahaan ternama di Jogja, yang bergerak di industri manufaktur, pernah bercerita kepada saya. Beberapa kali beliau kedatangan tamu rekanan perusahaan mereka dari Korea. Seperti laiknya seorang yang kedatangan tamu, maka beliau menjamu rekanan tersebut makan. Hari pertama, mereka mau diajak makan Gudeg. Hari kedua mereka masih mau diajak makan Soto. Hari ketiga mereka masih mau diajak makan Nasi Pecel. Tapi hari selanjutnya, mereka minta makan di restoran Korea. Ketika ditanya kenapa mereka tidak mau makanan Indonesia lagi? Maka jawaban mereka sangat mengejutkan, dimana intinya meskipun jauh lebih mahal, tapi mereka lebih memilih makanan Korea, karena uang yang dibayarkan pada akhirnya akan kembali juga kepada bangsa dan negara mereka sendiri. Sedemikian cintanya mereka pada bangsanya, sampai ketika berada di luar negeri pun, mereka mencari makanan dari negara mereka sendiri.

Sama dengan orang Korea, orang Jepang pun demikian. Produk-produk elektronik, mobil, sepeda motor, mesin, dsb dari Jepang, pada awalnya memiliki kualitas yang kurang baik. Namun karena bangsa Jepang memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap produk negeri sendiri, mereka tetap membeli produk tersebut meskipun masih kurang berkualitas. Karena produknya dibeli, maka perusahaan produsen pada akhirnya dapat melakukan riset untuk mengembangkan produknya, sehingga produk mereka akhirnya dapat memiliki kualitas yang bersaing dengan produk-produk dari negara maju di Eropa dan Amerika. Hal yang cukup mengejutkan adalah, ternyata orang Jepang memiliki falsafah, membeli produk dalam negeri adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar, mereka sangat anti dengan produk impor dan selalu berusaha mengkonsumsi produk-produk negeri mereka sendiri, meski harganya lebih mahal dan kualitasnya lebih rendah. Meski banyak barang-barang impor yang masuk, produk-produk dalam negeri Jepang pun tetap menjadi Raja di Negerinya sendiri. Yang menarik, saking loyalnya, mereka tak mudah goyah sedikitpun untuk beralih ke produk-produk impor yang lebih berkualitas, biarpun lebih murah harganya dari produk-produk dalam negeri. Bahkan, mereka dengan sangat percaya diri mempromosikan dan memasarkan produk-produk "Made in Japan" ke berbagai penjuru dunia.

Manfaat Menggunakan Produk Dalam Negeri

Sebenarnya, selain yang telah digambarkan di atas, apa saja manfaat jika kita bangga terhadap produk negeri sendiri? Dikutip dari berbagai sumber, manfaat yang diperoleh jika kita semakin bangga terhadap produk negeri sendiri adalah:

- Produksi dalam negeri meningkat

Menambah besar skala usaha dalam negeri

- Menambah jumlah investasi di Indonesia

- Meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan

- Mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas

- Menambah jumlah pendapatan nasional

- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara

- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

- Produk Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus raja di negeri sendiri

- Negara kita akan menjadi negara maju

- Semakin meningkatkan kebanggaan warga terhadap produk sendiri

- Negara kita semakin bermartabat di mata negara lain

Nah, ternyata keren kan, jika kita bangga dengan produk dalam negeri? Banyak sekali manfaat yang dapat kita petik, tidak hanya manfaat sesaat, tetapi seperti efek “bola salju” yang bergulir semakin jauh dan membesar. Kebanggaan kita terhadap produk negeri sendiri akan menimbulkan berbagai efek positif, mulai dari sisi perusahaan, dimana dengan dibelinya produk yang dibuat maka akan semakin membuat perusahaan tersebut dapat meningkatkan kualitas produknya, sehingga produk yang dijual akan semakin mengalami peningkatan kualitas. Kemudian, perusahaan akan semakin besar, yang tentunya akan semakin menyerap banyak tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja berarti akan mengurangi jumlah pengangguran, serta memperkuat perekonomian bangsa karena masyarakat memiliki daya beli yang tinggi. Uang akan lebih banyak berputar di negara kita, sehingga daya beli masyarakat meningkat. Kemudian, investor juga akan lebih tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, karena negara kita dengan jumlah penduduk hampir 250 juta merupakan pasar yang sangat seksi. Jumlah penduduk yang sangat banyak, ditambah dengan kondisi mereka yang loyal terhadap produk dalam negeri, akan membuat investor berdatangan untuk membuat produk yang “Made in Indonesia”. Pada akhirnya, negara kita akan menjadi negara besar yang disegani oleh negara lain, seperti halnya negara-negara Asia lainnya, Jepang dan Korea. Tentu kita mau kan, negara kita menjadi negara yang disegani oleh orang lain?

Langkah Kita Ke Depan

Satu hari, seorang teman saya dari Malaysia datang ke Jogja. Hingga 3 hari saya ajak berkeliling, sepertinya tak ada sedikitpun niatan atau keinginan untuk membeli batik, sekedar untuk oleh-oleh. Karena gatal (pengin promosi batik, meskipun pasti dia sudah kenal batik Indonesia), akhirnya saya tawarkan ke dia, “Nggak pengin beli batik Pak?” Dan ternyata jawabannya cukup membuat sesak dada saya, “Tak lah, nanti kalo saya pakai batik, kawan saya di office cakap, kau ni nak promosi produk Malaysia kah atau orang lain?” (Kamu ini, mau promosi produk Malaysia atau malah produk negara lain?).

Dan saya semakin tersadar bahwa selama ini Indonesia telah melenceng terlalu jauh dan semakin jauh. Makin hari makin banyak warga kita yang menjadi pemuja produk-produk negara lain, bahkan semakin dengan bangganya “memamerkan” barang tersebut di media sosial. Tak hanya itu, mereka sering dengan sengaja pergi ke luar negeri hanya untuk membeli barang-barang dari sana. Hal ini diperparah lagi oleh artis-artis kita yang gemar pamer barang-barang dari luar negeri, baik melalui TV atau media sosial mereka yang diikuti berjuta-juta penggemar.

Maka jika kita kembalikan kepada cerita warga Korea dan Jepang tadi, bahwa semakin kita banyak membeli produk dalam negeri, maka semakin berdaulat bangsa kita. Dan sebaliknya, semakin kita berbangga-bangga dengan produk luar negeri, maka itu artinya bahwa kita semakin “mengerdilkan” negara kita sendiri. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita pernah mengatakan, “Bila konsumen Indonesia lebih senang membeli barang-barang impor, maka yang akan memetik manfaat terbesar adalah produsen barang di luar negeri. Uang kita akan mengalir ke luar tanpa ada manfaat ekonomi ke dalam.”

Hitung-hitungan kasar yang disampaikan wakil direktur perusahaan manufaktur tadi, meskipun Honda, Toyota sudah membangun pabrik dan berproduksi di negara kita, ternyata sekitar 60 – 65% keuntungannya kembali ke Jepang. Artinya, meskipun sudah berlokasi dan dikerjakan oleh pekerja yang berwarga negara Indonesia, namun toh masih jauh lebih besar porsi yang didapat oleh negara produsen. Apatah lagi jika kita membeli barang yang diproduksi di luar negeri? Tentu akan semakin sedikit porsi yang kita dapatkan, negara kita hanya dijadikan “pasar” saja, hanya “dipakai lewat” bagi produk mereka, sementara semua keuntungan mengalir ke negara mereka. Hal ini tentu sangat meprihatinkan bagi kita.

Maka, sebagai warga negara yang ingin negaranya maju dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, mulai sekarang sebaiknya kita segera merubah mindset bahwa produk luar negeri lebih bagus, keren, berkualitas, bergengsi, dsb. Kita harus menjadi bangsa yang loyal dan bangga terhadap produk negara kita sendiri. Semakin banyak produk lokal yang kita beli, meskipun lebih mahal dan sedikit kurang berkualitas, maka produsen produk tersebut akan mengalami kenaikan keuntungan sehingga dapat mengembangkan produknya menjadi lebih berkualitas. Dan sebenarnya, yang lebih besar lagi adalah uang yang kita belanjakan tidak keluar ke negara lain. Hal ini tentunya akan semakin memperkokoh pondasi perekonomian bangsa kita tercinta.

Bagaimana peran pemerintah seharusnya?

Tak hanya melulu dari warganya, pemerintah juga punya andil yang sangat besar dalam mendorong kebanggaan terhadap produk sendiri. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat kebijakan dan kewajiban untuk bangga terhadap produk dalam negeri, yang tidak hanya sekedar slogan, tapi diwujudkan melalui action yang nyata.

Salah satu contoh action yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mewajibkan penggunaan produk anak bangsa bagi seluruh warga negara Indonesia, atau minimal seluruh kantor/instansi pemerintahan, ditambah lagi dengan pemberian subsidi dan berbagai kemudahan untuk setiap pembelian produk dalam negeri. Dengan diwajibkan dan dimudahkannya setiap pembelian produk dalam negeri, maka produk tersebut akan semakin laris dan perusahaan dapat meningkatkan mutu produk serta mutu pelayanan yang diberikan.

Selama ini, pemerintah terlihat kurang serius dalam menggarap produk dalam negeri. Hampir tak ada upaya serius dari pemerintah untuk menanamkan kecintaan dan kebanggan terhadap produk sendiri. Terlihat, hingga umur negeri ini yang sudah lebih dari 7 dekade, tak satupun kendaraan “Made in Indonesia” yang berkeliaran dijalan raya. Kita asyik dan lebih berbangga terhadap produk Jepang dibanding dengan produk kita sendiri. Era 90-an, ketika booming mobil Timor “buatan” Indonesia, kita sempat berbangga akan mengawali tonggak sejarah industri alat transportasi milik sendiri. Namun sayang, belum lagi berjalan, mobil Timor dihantam oleh isu politik dan sejenisnya. Kepadanya juga ditanamkan image bahwa Timor bukanlah produk asli Indonesia, melainkan Korea. Akhirnya Timor pun berhenti, seiring dengan pupusnya harapan untuk memiliki mobil nasional.

Padahal, jika kita lihat, adik dan murid kita, Malaysia, juga melakukan hal yang sama. Merk-merk mobil/motor nasional mereka seperti Proton, Perodua, Modena, dsb pun sebenarnya sama, hanya “mengganti baju” atau bahkan “mengganti nama” saja dari produk lain di luar negeri. Tapi toh mereka bisa melakukannya. Dengan “memulai”, perlahan mereka bisa membuat sendiri mobil/motor yang berbeda dari sekadar “mengganti baju”. Hampir semua mobil dan sepeda motor yang beredar di jalanan Malaysia merupakan produk “lokal” mereka, dan ini tentu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi negara, pemerintah dan bangsa mereka. Begitulah, tidak sekedar tidak bangga, kita bahkan cenderung lebih suka mencela produk dalam negeri kita.

Setali tiga uang dengan proyek mobnas, masih di era 90-an, kita juga sempat berbangga dengan proyek mewujudkan mimpi dari Bapak kita, Pak Habibie untuk memiliki pesawat sendiri. Namun, kembali kita dikecewakan dengan gagalnya proyek ini, atas intervensi dari IMF yang meminta negara kita menghentikan proyek tersebut. Habibie, pemegang 42 paten di bidang pesawat terbang, dan belum ada satu pun yang menandingi kejeniusan beliau di bidang pesawat, tentu sangat ditakuti oleh dunia internasional. Bisa dibayangkan jika proyek ini sukses, maka mungkin tak ada cerita pesawat bernama ATR berlalu lalang di langit Indonesia, dan betapa bangganya bangsa ini dengan pesawat-pesawat buatan anak bangsa sendiri.

Jika tidak memulai, maka kita hanya akan menjadi pasar bagi negara lain, di era yang serba mudah dan murah seperti sekarang. Negara kita tidak akan menjadi negara yang berdaulat di mata negara lain, dan kita semakin menjadi negara yang tak berdaya. Sekarang dapat kita lihat, hampir semua produk yang beredar adalah buatan negara lain atau merk milik negara lain. Jangankan membuat mobil nasional, mobil-mobilan dan mainan anak-anak saja, hampir tidak ada yang buatan negeri sendiri. Apakah sedemikian sulitnya hanya untuk sekedar membuat mainan anak-anak? Ironis memang. Negara yang produk alat tempurnya diakui dunia, sekedar membuat tank mainan anak-anak saja harus membeli dari negara lain. Pesawat dan kapal betulan saja kita bisa membuatnya, apalagi sekedar pesawat/kapal mainan?

Kesimpulan

Dari papaaran tersebut di atas, maka jelaslah bahwa menanamkan rasa bangga terhadap produk dalam negeri haruslah kita miliki, bukan sekedar slogan semata. Jika ingin negara kita berdaulat dan menjadi raja di negeri sendiri, serta segera beranjak menjadi negara maju, maka mulailah dari diri kita sendiri, tanamkan kecintaan terhadap produk-produk asli Indonesia, singkirkan produk negara lain dari keranjang belanjaan kita. Berbanggalah ketika kita menggunakan produk dalam negeri, bukan sebaliknya. Tak ada negara maju yang segalanya bergantung pada negara lain. Negara maju adalah negara yang berdaulat, yang industrinya bisa membuat semua produk kebutuhan dalam negeri sendiri.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memulai dengan menanamkan kecintaan terhadap produk Indonesia, tidak hanya melalui ajakan, tapi juga melalui kebijakan dan peraturan. Mewajibkan dan memudahkan warga dan instansi pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri, serta mendorong berdirinya industri-industri manufaktur dalam negeri. Jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri, kita hanya akan menjadi tamu di rumah kita sendiri.

Mari kita tanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri, sebagai wujud “Bela Negara”.

Penulis adalah Widyaiswara Balai Diklat Industri Yogyakarta – Kementerian Perindustrian

DAFTAR RUJUKAN          

Apa Manfaatnya Mencintai Produk Dalam Negeri? https://komunitas.bukalapak.com/news/7546-fwyihx. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

Cara Negeri Sakura Mencintai Produknya Sendiri. https://risehtunong.blogspot.co.id/2014/09/cara-negeri-sakura-mencintai-produk.html. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

3 Faktor Jepang Mencintai Produknya Sendiri. https://risehtunong.blogspot.co.id/2014/09/3-faktor-jepang-mencintai-produknya.html. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

Mendag Ajak Konsumen Bangga dan Cinta Produk Dalam Negeri. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/05/03/opddyj280-mendag-ajak-konsumen-bangga-dan-cinta-produk-dalam-negeri. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.


Page 2

SIAPA YANG DAPAT MENJADI PPK ?

Oleh: Ikhwan Darusalam, ST., MSc

BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKARTA – KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Pendahuluan

PPK boleh dikatakan merupakan ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan serta efektivitas penyerapan anggaran negara di sebuah instansi. Karena begitu pentingnya, maka dalam setiap siklus anggaran (budget cycle), akan selalu dijumpai peran serta dari PPK dalam setiap tahapan siklus ini, yaitu mulai tahap perencanaan anggaran, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawaban anggaran. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang PPK, diperlukan persyaratan-persyaratan yang mendukung kapasitas dan tugas yang diemban, guna keberhasilan dalam pelaksanaan setiap tahapan dalam budget cycle tersebut. Banyak orang yang tidak memahami berbagai persyaratan tersebut, sehingga terkadang kita jumpai ada orang yang memiliki keinginan untuk menjadi PPK, namun hanya berupaya untuk memenuhi persyaratan tertentu saja dan mengabaikan persyaratan lain yang bahkan jauh lebih penting.

Apa itu PPK?

Banyak pegawai di lingkungan instansi pemerintahan yang belum begitu paham apa arti dan fungsi keberadaan PPK. Menurut Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, maka PPK diartikan sebagai pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tatacara Pelaksanaan APBN, PPK dimaknai sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.

Sedangkan menurut PMK 190 Tahun 2012, maka PPK merupakan pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.

Maka, berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPK adalah pejabat yang berwenang untuk mengambil keputusan dan tindakan yang berakibat pada pengeluaran anggaran, dan bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Siapa yang dapat menjadi PPK?  

Sebagai ujung tombak keberhasilan pelaksanaan keuangan di sebuah instansi pemerintahan, maka tugas seorang PPK boleh dikatakan sangatlah berat. Sehingga, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan dipilih untuk menjadi PPK. Menurut Pepres Nomor 4 Tahun 2015, beberapa persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Memiliki integritas

Yang dimaksud dengan integritas adalah konsistensi atau keteguhan yang tidak dapat tergoyahkan dalam menjunjung nilai-nilai keyakinan dan prinsip. Jika pada etika, integritas dapat diartikan sebagai kebenaran dan kejujuran tindakan yang dilakukan seseorang.

Integritas mewajibkan seseorang dalam menjalankan profesinya untuk selalu bersikap jujur, terus terang dan konsisten. Misalnya seorang pemimpin harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat jadi percaya, jadi tidak boleh mengutamakan keuntungan pribadi.

Orang yang mempunyai integritas yang baik tentunya akan bersikap jujur kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Seorang yang mempunyai integritas akan bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, dan tidak mudah untuk menyalahkan orang lain di saat masalah dan kegagalan muncul.

Maka, berdasarkan pengertian tersebut, ketika seorang PPK memiliki integritas, maka dia akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran, karena dalam pekerjaannya, seorang PPK akan berhadapan dengan setiap pengambilan keputusan terkait pengeluaran keuangan, serta akan berhadapan dengan banyak pihak, termasuk diantaranya adalah penyedia barang/jasa. Seorang PPK yang tidak memiliki integritas tinggi akan sangat membahayakan bagi instansi dan negara, karena sumber-sumber in-efektivitas keuangan sangatlah mudah untuk diciptakan.

b. Memiliki disiplin tinggi

Seorang PPK dalam melaksanakan tugasnya selalu dituntut untuk disiplin dan tepat waktu, karena banyak sekali pekerjaan yang terkait dengan orang lain, baik itu BUN (Bendahara Uang Negara), Bank, pihak ketiga, narasumber, pegawai internal, dsb. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, pekerjaan akan dimulai dari tahap pra perencanaan dan perencanaan, pengajuan lelang ke LPSE, penunjukan pemenang lelang, pembuatan kontrak, pelaksanaan administrasi pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, pembayaran hasil pekerjaan, dsb yang tentunya memerlukan kedisiplinan waktu untuk setiap step pelaksanaannya.

c. Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas

Seorang PPK haruslah seorang yang memiliki tanggungjawab tinggi, dia tidak mudah untuk menyalahkan orang lain atau anggota timnya. Selain itu, PPK haruslah seorang yang memiliki kualifikasi teknis untuk melaksanakan tugas. Di era sekarang, maka PPK setidaknya haruslah memiliki kemampuan penggunaan komputer (notebook) dan internet, serta software Microsoft Word, Microsoft Excel dan Microsoft Power Point dengan baik, karena tuntutan pekerjaan sekarang menuntut seseorang untuk bekerja tanpa batasan waktu dan tempat. Sebagai contoh, suatu saat PPK diminta untuk segera mengumpulkan laporan realisasi anggaran, sementara dirinya sedang menjalani dinas luar kota. Maka tak ada alasan baginya untuk tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, dia atau timnya harus dapat menjawab permintaan tersebut dalam batas waktu yang ditentukan.

d. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN

Tugas seorang PPK tak pernah terlepas dari pengambilan keputusan, sehingga seorang PPK haruslah orang yang pandai dalam mengambil keputusan, dia bukanlah seorang yang selalu ragu-ragu dalam setiap langkahnya. Kenapa? Karena setiap keputusannya selalu dinanti oleh orang-orang di sekitarnya. PPK juga haruslah seorang yang dapat bertindak tegas dan memiliki keteladanan yang baik. Tidak selaiknya PPK dijabat oleh seorang yang tidak dapat bertindak tegas, karena tentu akan dapat merugikan keuangan negara. Iya. Karena PPK akan selalu berhadapan dengan banyak orang termasuk penyedia barang/jasa, sehingga jika seorang PPK tidak dapat bertindak tegas, dia dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajibannya terhadap instansi pemerintahan.

PPK juga harus terhindar dari keterlibatan KKN, karena dialah palang pintu utama keluarnya uang negara. Jika palang pintu itu bocor, maka tak ada harapan untuk terciptanya anggaran negara yang efektif dan efisien.

e. Menandatangani Pakta Integritas

Pakta integritas diperlukan sebagai syarat formal untuk menunjukkan bahwa seorang PPK akan patuh terhadap peraturan dan hukum, serta bertindak jujur dalam setiap melaksanakan tanggungjawabnya.

f. Tidak menjabat sebagai pengelola keuangan, dan

Persyaratan ini lebih memiliki maksud untuk menjaga pengeluaran uang negara, serta menjaga negara dari PPK yang dapat bertindak sewenang-wenang dalam mengeluarkan uang negara. Karena bagaimanapun, masing-masing pengelola keuangan seharusnya dapat berperan sebagai alat kontrol terhadap keuangan negara.

g. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

Karena tugasnya yang tak pernah lepas dari pembelian barang/jasa, maka seorang PPK harus memiliki sertifikat PBJ. Dengan memiliki sertifikat tersebut, setidaknya membutikan bahwa PPK sedikit paham mengenai dunia pengadaan barang/jasa. Meskipun begitu, memiliki sertifikat PBJ saja tentunya sangatlah tidak cukup untuk menunjukkan bahwa seseorang mengerti, memahami serta dapat melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, seorang PPK juga harus memenuhi persyaratan manajerial pada butir kedua, yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya dari tulisan ini.

Persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:

a. Berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan Seorang PPK dituntut untuk  memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup, sehingga seorang berpendidikan minimal di level S-1 lah yang dianggap cakap untuk melaksanakan peran sebagai PPK. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, tentunya akan berpengaruh terhadap kemampuan dia dalam pengambilan keputusan, berhadapan dengan staf pengelola keuangan, rekan kerja, serta berhadapan dengan penyedia barang/jasa

b. Memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegi atan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa, dan

Ini yang berkaitan langsung dengan persyaratan pada huruf (g) di atas, bahwa tidaklah cukup hanya bermodalkan sertifikat PBJ saja, seseorang dapat menjadi PPK. Dia haruslah memiliki pengalaman dan pernah terlibat langsung dalam kegiatan pengadaan barang/jasa. Kenapa? Karena pekerjaan dan tanggungjawab seorang PPK TIDAK PERNAH terlepas dari rutinitas pengadaan barang/jasa.

Banyak orang yang belum memahami persyaratan ini, sehingga kadang kita jumpai beberapa orang menjadi PPK hanya bermodal sertifikat PBJ, sekedar memenuhi persyaratan formal saja. Terlebih lagi, kadang dijumpai ada orang yang karena begitu berminatnya menjadi PPK, dia berusaha mati-matian untuk sekedar mendapatkan sertifikat PBJ tersebut, namun tidak mau dan tidak pernah terlibat langsung dalam urusan pengadaan barang/jasa. Hal ini tentunya salah, karena seorang yang akan bertanggungjawab penuh terhadap kegiatan pengadaan barang/jasa, dia haruslah merupakan orang yang mengerti dan memahami seluk beluk kegiatan PBJ, pernah terlibat langsung dan berhadapan dengan penyedia barang/jasa, serta memiliki pengalaman terlibat secara teknis dalam urusan pengadaan barang/jasa.

c. Memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya

Persayaratan ini juga sangat penting untuk dipenuhi, karena menjadi PPK boleh dikatakan sebagai team leader sekaligus fasilitator dalam sebuah pasukan keuangan di sebuah instansi. PPK akan secara terus berhubungan dengan PA/KPA sebagai “the big boss”, pejabat PBJ, bendahara, tim pengelola DIPA, serta tim pengelola keuangan. Selain itu, PPK juga pasti akan selalu berhubungan dengan semua pejabat struktural, karena dia juga berperan sebagai fasilitator yang juga memberikan arah kegiatan sesebuah instansi, karena hampir tak ada hal yang terjadi di sebuah instansi pemerintahan, melainkan pasti berhubungan dengan setiap pengeluaran keuangan yang pasti akan memerlukan kehadiran dan peran penting seorang PPK.

Selain beberapa persyaratan tersebut di atas, maka penulis menambahkan sebuah persyaratan lagi, dimana seorang PPK haruslah seorang yang memahami struktur anggaran dengan baik. Seorang PPK haruslah merupakan seorang good planner dalam merencanakan anggaran pada instansinya. Tidak boleh seorang PPK hanya mengandalkan tim pengelola DIPAnya saja dalam melaksanakan penyusunan dan perencanaan anggaran, karena hampir semua keputusan mengenai jalannya roda perekonomian instansi, akan di-handle langsung oleh seorang PPK, tentunya atas seijin dan sepengetahuan PA/KPA. Jadi, menjawab pertanyaan “Siapa yang dapat menjadi PPK?”, maka jawabannya adalah sesiapa saja yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan di atas.

Penulis adalah Widyaiswara pada Balai Diklat Industri Yogyakarta – Kementerian Perindustrian

DAFTAR PUSTAKA          

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, jo Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tatacara Pelaksanaan APBN

PMK 190 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Lestyowati, Jamila., Peran pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran., 2014.


Page 3

PERAN PPK SEBAGAI PENYELAMAT UANG NEGARA

Oleh: Ikhwan Darusalam, ST., MSc

BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKARTA – KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    PENDAHULUAN

      Pejabat Pembuat Komitmen atau lazim disebut dengan PPK, merupakan ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan serta efektivitas penyerapan anggaran negara, di sebuah instansi pemerintahan. Sayangnya, banyak pihak termasuk pegawai negeri di lingkungan institusi pemerintahan sendiri, yang kurang memahami arti dan peran penting PPK tersebut. Saking pentingnya, dalam setiap siklus anggaran (budget cycle) akan selalu dijumpai peran serta dari PPK, baik mulai tahap perencanaan anggaran, pelaksanaan, pengawasan, hingga tahap pertanggungjawaban anggaran. Karenanya, PPK memang sebaiknya dijabat oleh orang yang benar-benar berada dalam posisi yang tepat serta kuat. Kuat dalam artian bahwa orang yang menjadi PPK sebaiknya adalah orang yang memiliki kewenangan dan power di instansi tersebut, sehingga ada beberapa Kementerian/Lembaga/Instansi yang mensyaratkan bahwa PPK haruslah dijabat oleh seorang pejabat struktural, salah satu alasannya karena jabatan PPK merupakan jabatan yang powerful. Jabatan yang powerful akan lebih tepat jika diberikan kepada orang yang dalam tugasnya memang memiliki power. Dalam menjalankan roda perekonomian sebuah instansi, maka PPK haruslah berperan sebagai “penyelamat uang negara”. Maksudnya adalah PPK harus mengambil peranan utama dalam mengamankan keuangan, bertindak semaksimal mungkin dalam upaya menjaga efektivitas dan efisiensi belanja negara.

      Pengertian PPK

     Jika menurut Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, maka PPK diartikan sebagai pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tatacara Pelaksanaan APBN, PPK dimaknai sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. Sedangkan menurut PMK 190 Tahun 2012, maka PPK merupakan pejabat yang  melaksanakan  kewenangan  PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka PPK secara umum dapat dimaknai sebagai pejabat yang berwenang untuk mengambil keputusan dan tindakan yang berakibat pada pengeluaran anggaran, dan bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

     Jika kita melihat mekanisme pencairan anggaran belanja negara, maka peran PPK ada pada mekanisme uang persediaan dan mekanisme langsung (LS). Pada mekanisme UP, PPK berwenang untuk mengambil tindakan yang berakibat pada pengeluaran, sedangkan pada mekanisme LS, PPK bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan (Lestyowati, 2014).

      Salah Pengertian Mengenai Fungsi dan Peran PPK

     Jika mengacu pada beberapa pengertian tersebut, terutama Perpres Nomor 4 Tahun 2015, maka “sekilas” terlihat bahwa urusan PPK hanya berkutat pada masalah pengadaan barang/jasa. Hal ini tentu banyak benarnya, namun kitalah yang terkadang salah dalam memaknai. Secara awam, orang memaknai istilah “pengadaan barang/jasa” adalah “hanya” urusan lelang pengadaan barang/jasa. Yang paling tepat adalah fungsi PPK sesuai definisi yang tercantum dalam PMK 190 Tahun 2012, dimana PPK merupakan pejabat yang  melaksanakan  kewenangan  PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. Disini, peran PA/KPA perlu digarisbawahi, bahwa beliaulah sebenarnya yang memiliki kewenangan, namun karena PA/KPA telah menunjuk PPK, maka sebagian kewenangan secara tidak langsung telah dilimpahkan ke pundak PPK.

    Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka urusan pembelian barang tidak hanya seputar lelang, tetapi meliputi semua bentuk pembelian barang, baik lelang maupun tidak, baik yang sifatnya insidentil maupun pembelian keperluan sehari-hari, termasuk juga belanja pemeliharaan berbagai fasilitas negara yang tentunya rutin dilakukan sehari-hari. Demikian juga untuk urusan “pembelian” jasa, tentu tidak hanya seputar pengadaan jasa konsultan perencanaan/pengawasan bangunan, tetapi juga termasuk “pembelian jasa narasumber” untuk berbagai kegiatan, baik itu seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), diklat, maupun kegiatan belajar mengajar di lingkungan-lingkungan sekolah/perguruan tinggi, yang kesemuanya tentu telah diatur dan mengacu pada ketentuan yang terdapat di Peraturan Menteri Keuangan.

Sehingga dengan demikian, jelaslah bahwa peran PPK seperti yang tercantum dalam 3 (tiga) Peraturan tersebut tadi sangatlah luas, mencakup semua pengambilan keputusan/tindakan terkait dengan semua jenis pengeluaran anggaran belanja negara. 

     Apa yang menjadi Tugas dan Kewenangan Seorang PPK?

     Banyak hal yang menjadi tugas dan kewenangan seorang PPK. Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor 4 Tahun 2015, PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:

  1. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi spesifikasi teknis Barang/Jasa, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan rancangan Kontrak.
  2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
  3. menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kwitansi/Surat Perintah Kerja (SPK)/surat perjanjian
  4. melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa
  5. mengendalikan pelaksanaan Kontrak
  6. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA
  7. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/ Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan
  8. melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan
  9. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

     Kemudian, dalam hal diperlukan, maka PPK dapat:

  1. mengusulkan kepada PA/KPA perubahan paket pekerjaan, perubahan jadwal kegiatan pengadaan
  2. menetapkan tim pendukung
  3. menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk membantu pelaksanaan tugas ULP
  4. menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.

Sedangkan berdasarkan PMK 190 Tahun 2012 dinyatakan bahwa dalam rangka melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara, PPK memiliki tugas dan wewenang:

  1. menyusun rencana pelaksanaan Kegiatan dan rencana pencairan dana
  2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
  3. membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian dengan Penyedia Barang/Jasa
  4. melaksanakan Kegiatan swakelola
  5. memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian yang dilakukannya
  6. mengendalikan pelaksanaan perikatan
  7. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara
  8. membuat dan menandatangani SPP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPP
  9. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Kegiatan kepada KPA
  10. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan Kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan
  11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Kegiatan
  12. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Jika dilihat, maka dua peraturan tersebut masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Jika Perpres Nomor 4 Tahun 2015 menekankan mengenai tugas dan kewenangan PPK dalam hal pengadaan barang dan jasa, maka PMK 190 tahun 2012 menekankan mengenai tugas dan kewenangan PPK dalam hal pelaksanaan anggaran. Selama ini, kebanyakan pegawai hanya mengetahui peranan PPK dalam hal pengadaan barang dan jasa saja, seperti apa yang dijelaskan dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015. Padahal dalam pelaksanaan di lapangan, peran PPK tidak hanya meliputi hal tersebut tetapi juga terlibat dalam mekanisme pencairan dalam pelaksanaan anggaran, seperti yang tertera dalam PMK 190 tahun 2012. 

      Peran PPK Sebagai Penyelamat Uang Negara

     Terkait dengan peran penting seorang PPK dalam hal belanja uang negara, maka seorang PPK haruslah menjadi agen utama dalam upaya efisiensi pembelanjaan anggaran negara. PPK berperan penting dalam mencegah terjadinya pemborosan keuangan negara mengingat PPK terlibat aktif dalam setiap tahapan Budget Cycle terutama karena PPK-lah yang merencanakan serta melaksanakan anggaran. Memiliki sedikit pengalaman menjadi PPK membuat saya dapat sedikit bercerita mengenai betapa penting peran seorang PPK dalam menjaga efektivitas dan efisiensi belanja uang negara, dan jika diibaratkan sebagai seorang pembeli barang, maka pembeli yang dapat berperan sebagai penyelamat uang negara dapat disebut sebagai seorang good buyer. Maksud dari belanja yang efektif dan efisien itu seperti apa? Kurang lebih secara sederhananya adalah setiap satu rupiah uang negara yang kita belanjakan akan benar-benar mendapatkan barang/jasa senilai dan sekualitas satu rupiah juga. Banyak didapati kenyataan di luar sana, yang sering memperlihatkan bahwa uang negara sering tidak dimanfaatkan secara tepat, efektif dan efisien. Salah satu contohnya adalah bantuan-bantuan mesin/peralatan yang tidak tepat sasaran, atau mesin/peralatan yang diberikan kepada pihak penerima hibah tidak sesuai dengan kebutuhan, atau tertinggal secara teknologi. Contoh lainnya adalah pembangunan/pemeliharaan gedung yang seharusnya hanya menghabiskan satu rupiah, namun pada kenyataannya kemudian menghabiskan anggaran lebih dari satu rupiah. Pemborosan anggaran seperti contoh tersebut dapat terjadi karena kurangnya wawasan PPK dalam hal teknis.

      Contoh lainnya adalah PPK dapat mengefisienkan pengeluaran keuangan negara dalam hal “pembelian” jasa narasumber untuk kegiatan seminar, workshop, diklat, dsb., dimana seharusnya honor yang diminta adalah senilai X rupiah per jam, dapat ditekan melalui proses negosiasi sehingga menjadi Y rupiah yang lebih murah dibanding harga penawaran mereka, serta sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Oleh karena itu, PPK seharusnya berperan menjadi seorang good buyer dalam proses pelaksanaan belanja anggaran negara, mereka berperan sebagai agen-agen penyelamat anggaran negara, sehingga dalam setiap rupiah yang dikeluarkan, negara akan mendapatkan barang/jasa yang senilai dan sekualitas dengan rupiah yang dikeluarkan tersebut. Secara ringkasnya, penyelamat uang negarayang dimaksud adalah bahwa seorang PPK harus berupaya untuk meminimalkan terjadinya pemborosan keuangan negara. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk meminimalkan terjadinya pemborosan keuangan negara tersebut diantaranya adalah dengan meningkatkan wawasan di bidang keteknisan, meng-hire konsultan/berkonsultasi dengan lebih banyak tim kerja, selalu berupaya untuk melihat efektivitas dari sebuah kegiatan, serta selalu berusaha untuk melakukan proses negosiasi harga & kualitas dengan pihak penyedia barang/jasa. Akhirnya, seperti dikutip dari tulisan Lestyowati (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Yogyakarta, 2014), bahwa “PPK kuat, instansi hebat”.

     DAFTAR PUSTAKA  

  1. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, jo Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tatacara Pelaksanaan APBN
  3. PMK 190 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Lestyowati, Jamila., Peran pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran., 2014.


Page 4

Peluang dan Tantangan Industri Kreatif Nasional

Oleh : Indrani Dharmayanti

Overview

   Sejalan dengan laju perubahan zaman dan modernisasi yang diiringi dengan meningkatnya kemampuan dan kecanggihan teknologi menjadikan kehidupan sosial kemasyarakatan mengalami perubahan, baik menyangkut kebutuhan material atau non material. Situasi ini membawa perubahan pula pada gaya hidup dan kebutuhan sekunder, tidak hanya pada masyarakat perkotaan juga pada masyarakat desa, baik pada masyarakat lapisan atas, maupun di kalangan masyarakat menengah kebawah.

Bentuknya bisa berbeda-beda. Mulai dari sekedar cara dan model berpakaian (fesyen), intensitas keterlibatan dalam permainan interaktif di video game, pertunjukkan seni dan budaya, hingga tayangan program televisi ataupun film dan iklan. Keseluruhannya bermuara pada tampilnya hal-hal yang bersifat kreatif. Saat ini, kondisi tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern yang tidak terelakkan dan mengikat satu sama lain serta menjadi kebutuhan yang tidak lagi bersifat sekunder, namun terkadang menjadi kebutuhan primer dikalangan atau lapisan masyarakat tertentu.

Pada titik tertentu hal tersebut akhirnya menjadi kebutuhan ekonomi yang memiliki nilai jual tersendiri. Dari sinilah muncul produk-produk ekonomi kreatif yang secara perlahan bergerak menjadi sebuah industri yang berasal dari kreatifitas individu atau kelompok yang pada akhirnya menjadi industri kreatif.

Pengertian Industri Kreatif

Belum ada kesepakatan baku mengenai apa sebenarnya industri kreatif, namun secara umum dipahami bahwa industri kreatif adalah sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang mendasarkan diri pada pemikiran kreatif individu atau kelompok yang menghasilkan produk-produk ekonomi yang menggunakan pengetahuan, informasi dan teknologi sebagai dasar pemikiran dan penciptaan sebuah karya yang menghasilkan sebuah produk yang memiliki nilai jual.  

Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Sementara Kementerian Perindustrian melalui Dirjen Industri Kecil dan Menengah menjelaskan bahwa “Industri kreatif merupakan kegiatan usaha yang fokus pada kreasi dan inovasi”.  

Apapun pengertiannya indutri kreatif sesungguhnya merupakan gagasan   kreatif yang direalisasikan seseorang atau sekelompok orang menjadi sebuah produk yang diminati, disukai dan digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari kebutuhan hidup mereka yang pada akhirnya memiliki nilai ekonomis atau komersial yang diperjualbelikan hingga menghasilkan keuntungan. Dari sini bisa dipahami bahwa industri kreatif merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk dan usaha kreatif yang memiliki nilai jual ekonomis.       

Jenis-Jenis Industri Kreatif

Belum ada kategori atau klasifikasi yang seragam mengenai jenis produk atau usaha kreatif, hal ini terjadi karena beragamnya jenis industri kreatif dan berbagai hal yang melingkupinya. Ini dimungkinkan tidak hanya karena banyaknya jenis bahan atau alat yang digunakan, tetapi juga karena luasnya kreatifitas yang terkait dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun demikian, dalam skala tertentu, sebagian jenis-jenis industri kreatif dapat digeneralisasikan sebagai berikut :

Merupakan kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian atau mode, termasuk didalamnya asesoris yang menyertainya.

Semua usaha kreatif yang terkait dengan program yang ditampilkan kepada publik, baik yang bersifat off air ataupun on air, termasuk didalamnya program kuis, games, reality show, talkhsow, infotainment dan sejenisnya.

  1. Film, video dan fotografi

Kegiatan kreatif yang bersinggungan dengan kreasi produksi video, film atau fotografi termasuk didalamnnya penulisan script, skenario, dubbing, sinematografi, sinetron dan sejenisnya.

Kegiatan kreatif berupa penyampaian produk ke publik melakui jasa komunikasi iklan yang melingkupi promosi produk, kampanye publik, melalui media massa atau outdoor. Proses ini melingkupi proses kreasi, produksi dan distribusi

Merupakan bentuk kegiatan kreatif yang berkaitan dengan produksi dan distribusi atas sebuah karya yang dilakukan oleh pengrajin dari berbagai bahan dasar mulai dari batu, rotan, kulit, bambu, kayu, logam, kaca, dan tanah liat. Kerajinan kreatif ini umumnya berskala kecil dan bersifat tradisional.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi musik mulai dari produksi hingga produksi rekaman suara.

Kegiatan kreatif terkait pertunjukkan, baik yang bersifat kebudayaan atau tradisional atapun pertunjukkan kontemporer. Didalamnya termasuk konten pertunjukan, desain, dekorasi tata panggung dan sejenisnya

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain grafis, desain interior, desain produk, desain industrri mulai dari jasa konsultasi, produksi hingga pemasaran.

Permainan interaktif yang bersifat hiburan, ketangkasan dan edukasi dengan basis komputer atau gawai/gadget yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusinya.

  1. Percetakan dan penerbitan

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan penulisan konten dan penerbitan, mulai dari buku, jurnal, surat kabar, majalah, tidak hanya yang bersifat cetak, tetapi juga digital.

Potensi Industri Kreatif Nasional

Potensi industri kreatif di Indonesia cukup besar, terutama yang berkaitan dengan kultur dan  kebudayaan Indonesia yang tersebar di segenap penjuru negeri. Beragamnya kebudayaan yang dimiliki Indonesia merupakan kekayaan yang tak ternilai dan tidak dibatasi waktu. Setiap daerah di Indonesia memiliki berbagai etnik budaya, tradisi, desain khas daerah, serta berbagai seni baik rupa dan gerak. Selain itu banyak juga kearifan lokal yang dapat dikembangkan menjadi suatu karya yang bernilai tinggi seperti seni tenun, pahat, lukis, kerajinan dan sebagainya.

Keseluruhan kekayaan budaya itu menjadi source industri kreatif yang tidak habis-habisnya, terutama yang berkaitan dengan seni dan budaya dengan beragam nilai etnik dan kerajinan yang menyertainya. Sebagian dari seni dan budaya Indonesia ini sangat unik dan tidak terdapat di belahan dunia lain, termasuk didalamnya juga kuliner daerah yang memiliki cita rasa berbeda-beda disetiap tempat di wilayah Indonesia.

Potensi lain terdapat dibidang animasi, film dan karya produksi yang terkait dengan dunia sinematografi. Bahkan sejumlah animator Indonesia sukses di luar negeri dan terlibat dalam sejumlah film box office seperti Terminator, Transformer, GI Joe, Tintin dan sebagainya. Belum lagi kemampuan sejumlah anak muda Indonesia yang berhasil menciptakan game interaktif yang diakui kemampuannya oleh negara-negara lain, bahkan karya mereka menjadi produk dagang merek-merek perusahaan game ternama di dunia.

Sumberdaya manusia, khususnya dari kalangan anak muda Indonesia ini mempunyai nilai luar biasa bagi pengembangan industri kreatif nasional, jika kemampuan mereka terus terasah dan diberi kesempatan luas untuk mengembangkan kemampuannya, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi kampiun di sektor industri kreatif ini.

Industri kreatif lain yang potensial adalah di bidang fesyen. Dalam beberapa tahun belakangan fesyen menjadi trend di Indonesia tidak hanya di lapisan atas, tetapi juga di lapisan bawah. Sejumlah karya desainer Indonesia telah berkibar, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di mancanegara. Bukan hanya itu, pasar industri fesyen atau mode di Indonesia juga cukup besar dengan banyaknya jumlah penduduk dan meningkatnya kemampuan daya beli seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus bergerak naik.

Masih banyak potensi industri kreatif Indonesia yang perlu dikembangkan lebih jauh, source, sumberdaya manusia, pasar komersial seluruhnya ada di negeri ini. Tidak hanya yang berkaitan dengan teknologi modern, seni budaya, pertunjukkan tradisonal, kontemporer, bahkan hingga makanan tradisional atau kuliner yang dapat dikembangkan menjadi industri kreatif.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perindustrian dan instansi terkait telah menegaskan dukungannya untuk mengembangkan industri kreatif dengan berbagai cara mulai dari kebijakan yang mendukung pengembangan industri kreatif hingga membuka akses yang luas untuk perolehan source industri kreatif hingga penanganan sumberdaya manusia unggul untuk industri kreatif.

Mengenai hal ini, Menteri Perindustrian, Saleh Husin mengatakan bahwa “Industri kreatif akan terus didorong karena sarat potensi menembus pasar dalam negeri maupun ekspor. Industri kreatif itu multi-impact, menciptakan lapangan kerja terlatih, terdidik, mendongkrak nilai tambah dan bahan mentah hingga dijual dalam dolar untuk ekspor.

Kendala Pengembangan Industri Kreatif Nasional

Ditengah harapan terciptanya industri kreatif nasional yang mumpuni dan mampu menjadi industri besar, kendala itu muncul secara internal di kalangan industri kreatif itu sendiri serta faktor eksternal yang terkait dengan keberadaan industri kreatif.

Secara internal faktor utama yang menghambat industri kreatif ini adalah kemampuan manajemen di industri tersebut yang masih bersifat ‘tradisionil’. Manajemen disini tidak hanya terkait manajemen usaha, termasuk didalamnya pengadaan bahan baku, produksi, distribusi hingga marketing. Satu hal yang perlu disoroti didalam industri ini adalah kelemahan manajemen keuangan, dimana sistem keuangan di industri kreatif masih bersifat ‘kekeluargaan’ yang berdampak pada kesulitan pengaturan cash flow keuangan hingga kesulitan meraih keuntungan secara maksimal karena terhambat manajemen keuangan yang buruk.

Kondisi ini berdampak secara eksternal berupa keengganan pihak perbankan untuk memberikan pinjaman atau kredit kepada industri kreatif dalam skala besar. Hal ini dimungkinkan pihak perbankan melihat kemampuan keuangan dan sistem keuangan industri kreatif yang lemah sehingga menyulitkan pihak perbankan untuk menyetujui permohonan kredit dari para pengusaha industri kreatif.

Dalam suatu kesempatan mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengakui kesulitan dan kendala ini, menurutnya “ Hampir semua industri kreatif awalnya sulit untuk berkembang karena perbankan melihat cash flow perusahaan yang tidak capable ‘. Karena itu Marie mengusulkan adanya pendampingan pada usaha industri kreatif agar manajemen mereka dapat diperbaiki hingga perbankan mau mengucurkan kredit.

Ketiadaan pendamping atau Mentor dalam industri kreatif ini membuat industri kreatif seolah berjalan sendiri tanpa pegangan dan terkesan tertatih-tatih. Pengusaha industri menjalankan usahanya dengan cara ‘tradisional’ seperti ini mengakibatkan laju pengembangan usaha berjalan lambat dan akan sulit bersaing di kancah global, karena itu keberadaan mentor atau pendamping dalam industri kreatif mutlak diperlukan.

Kendala eksternal lain yang juga menghambat laju industri kreatif adalah kelemahan data industri kreatif itu sendiri, baik menyangkut nilai yang diperjualbelikan ataupun keberadaan usaha industri kreatif itu sendiri beserta nilai pertumbuhan yang ada. Mantan wakil menteri perdagangan Bayu Krisnamurthi menegaskan pertumbuhan industri kreatif industri ini cukup signifikan, namun sangat disayangkan hal itu tidak terdata dengan baik.

Salah satu yang disorotinya adalah industri kreatif sektor jasa yang lemah pada sektor pendataan. Seharusnya Indnesia lebih terbuka dan update mengenai data perdagangan jasa, karena hal itu mencerminkan salah satu nilai ekonomi kreatif yang sebenarnya. Kelemahan ini dimungkinkan terjadi karena lemahnya sinergi antar instansi terkait yang menangani sektor industri kreatif.

Arah Kebijakan Industri Kreatif

Bertitiktolak dari pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa pengembangan industri kreatif nasional masih terbuka lebar dan memiliki peluang untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Meski terdapat berbagai kendala yang menyertainya, hal itu justru menjadi tantangan untuk perbaikan dan pengembangan industri yang potensial ini.

Pada titik inilah perlu ada arah kebijakan yang tepat sasaran agar industri kreatif ini dapat diarahklan dan berkembang sesuai harapan dan menjadi salah satu motor penggerak roda perekonomian nasional, sekaligus menjadi sumber kehidupan masyarakat yang memadai. Tak pelak lagi keterlibatan semua pihak terkait mutlak diperlukan.

Diluar hal itu arah kebijakan juga harus didasarkan pada potensi industri ini khususnya dalam pengembangan pasar dalam negeri. Hal ini penting karena dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia dan beragamnya industri kreatif membuat produk yang muncul di industri kreatif mendapatkan pasar terutama di dalam negeri juga pasar luar negeri.

Industri kreatif harus diarahkan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan jalan kampanye mencintai produk dalam negeri. Bila hal ini dilakukan, bukan hanya industri kreatif mendapat tempat yang baik untuk tumbuh dan berkembang, tetapi juga membuka peluang terciptanya sektor industri kreatif yang menguntungkan secara ekonomis bagi seluruh elemen masyarakat.

Salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam sektor industri kreatif adalah soal Sumber Daya Manusia. Pada dasarnya, SDM industri kreatif ini cukup memadai, ini terbukti dengan banyak ide kreatif mereka yang terwujud dalam produk kreatif yang banyak digunakan di masyarakat termasuk didalamnya jasa kreatif yang mereka hasilkan. Disamping itu sejumlah SDM industri kreatif kita sudah diakui kualitasnya di sejumlah negara, ini terbukti dengan keikutsertaan mereka dalam sejumlah karya industri kreatif di mancanegara, terutama di bidang animasi, game interaktif, fesyen dsb. Meski demikian pengembangan SDM tetap diperlukan untuk menjaga kreatifitas dan meningkatkan kualitas mereka agar produk mereka di terima pasar dalam negeri serta mampu bersaing di mancanegara. Selebihnya pengembangan SDM diperlukan untuk meningkatkan kuantitas jumlah pelaku industri kreatif agar tercipta lapangan pekerjaan yang mampu memperbaiki taraf hidup mereka sekaligus memperkaya industri kreatif nasional.

Hal yang perlu dilakukan untuk perbaikan industri kreatif nasional adalah keharusan pemerintah memberi insentif fiskal dan non fiskal bagi pelaku usaha industri kreatif. Hal ini penting agar industri kreatif bisa berkembang dengan baik dan kelak mandiri secara ekonomis. Dukungan kebijakan insentif fiskal dan nonfiskal dari pemerintah ini akan sangat membantu industri kreatif menjadi lebih hidup, berkembang dan prospektif dalam .

Satu hal yang tidak boleh dilewatkan dalam pembangunan dan pengembangan industri kreatif nasional adalah membangun kerjasama dengan fihak lain di mancanegara, kondisi ini dapat tercipta jika pengusaha industri kreatif mampu membentuk jejaring bisnis ke mancanegara. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan kegiatan promosi industri kreatif Indonesia di luar negeri melalui pameran-pameran internasional, simposium internasional dan berbagai hal sejenisnya. Keikutsertaan industri kreatif indonesia dalam hal semacam ini akan menguatkan jejaring bisnis, sekaligus mencari celah untuk menerobos pasar internasional yang dapat meningkatkan keuntungan ekonomis bagi industri kreatif nasional.

Secara keseluruhan, bila langkah-langkah tersebut dilakukan, industri kreatif Indonesia akan tumbuh dan berkembang secara baik dan akan menjadi salah satu motor penggerak perekonomian nasional. Keseluruhannya kembali kepada pelaku industri kreaif itu sendiri serta peran serta pemerintah dan instansi terkait lainnya untuk secara bersama membangun industri kreatif Indonesia menjadi lebih baik, tuan rumah di negeri sendiri dan berdaya saing tinggi di mancanegara.


Page 5

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK)

DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG

oleh : Achmad Rawangga Yogaswara, ST, MSE

        Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui dan mengevaluasi pembangunan suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauh mana kinerja pemerintah pada berbagai sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kinerja perekonomian, dan sebaliknya bila negatif berarti menunjukkan adanya penurunan kinerja perekonomian.

         Saat ini, pola pertumbuhan ekonomi yang beragam sangat umum ditemukan di berbagai negara. Berbagai macam pendapat telah dikemukakan untuk menganalisa faktor-faktor penyebab perbedaan pertumbuhan ekonomi tersebut. Todaro (2000) menjelaskan tiga komponen utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

  1. Akumulasi barang modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal manusia.
  2. Pertumbuhan penduduk, yang selanjutnya akan menambah jumlah angkatan kerja.
  3. Kemajuan teknologi, dapat terjadi karena ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani suatu pekerjaan.

          Akumulasi barang modal menjadi penting dalam perkembangan ekonomi, karena dengan barang modal sebagian produk dari berbagai industri dapat dihasilkan. Barang modal dapat mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi. Jumlah barang modal akan menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan, semakin bertambah barang modal akan semakin tinggi pula produksi yang dihasilkan dalam perekonomian.

           Selain itu, pertumbuhan penduduk yang bekerja memungkinkan perekonomian suatu negara mengalami peningkatan. Semakin tinggi tingkat angkatan kerja, semakin banyak pula pilihan lapangan kerja yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian suatu negara.

           Sedangkan kemajuan teknologi ditandai dengan adanya investasi dalam teknologi baru yang berpotensi meningkatkan perekonomian suatu negara, karena teknologi baru pasti lebih efisien daripada teknologi lama. Terjadinya revolusi industri pada abad 18 hingga 19 memungkinkan Inggris untuk menghasilkan output yang relatif besar dengan sumber daya yang sedikit, dan menjadi industri ekonomi pertama di dunia. Selain itu, teknologi mampu menciptakan barang modal baru dan menghasilkan barang dengan mutu tinggi yang bernilai ekonomi tinggi.

            Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satu faktor utama yang membedakan tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara adalah perkembangan teknologi. Teknologi yang saat ini sedang berkembang pesat adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). TIK merupakan teknologi pengolahan dan penyebaran data menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). TIK telah menjadi fasilitas utama bagi berbagai kegiatan sektor kehidupan, dimana memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan, transportasi, kesehatan maupun penelitian.

             Selama dua dekade terakhir, sektor TIK di seluruh dunia telah berkembang pesat. Output perekonomian dunia juga telah tumbuh pada tingkat yang lebih cepat selama periode tersebut. Secara khusus, banyak negara berkembang telah mengalami pertumbuhan yang cepat.

Saat ini kita hidup di dunia dimana TIK telah mengambil peran utama, TIK membawa perubahan drastis tidak hanya untuk ekonomi tetapi juga untuk seluruh masyarakat. Kita telah bergerak menuju sebuah negara dimana masyarakatnya membutuhkan informasi yang semakin global, negara-negara di seluruh dunia telah mencurahkan sumber daya yang lebih besar untuk pengembangan TIK untuk mendorong munculnya kegiatan perdagangan secara elektronik dan meningkatkan lingkup ekonominya.

Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan TIK adalah salah satu kekuatan pendorong globalisasi dan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Perkembangan satelit, serat optik, teknologi mobile dan internet telah sangat meningkatkan komunikasi global dan memfasilitasi pertukaran informasi antara individu di dunia. Inovasi teknologi di bidang TIK telah mengurangi biaya komunikasi dan memfasilitasi globalisasi pasar.

         Untuk menyelidiki faktor-faktor penentu kontribusi TIK terhadap pertumbuhan ekonomi pada suatu negara, penulis mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengidentifikasikan bahwa tingkat pendidikan, keterbukaan perdagangan serta investasi TIK adalah faktor-faktor utama.

           Penelitian-penelitian antar negara yang dilakukan Dewan & Kraemer (1998), Pohjola (2000) dan Schreyer (2000) telah menemukan bahwa investasi TIK terkait dengan peningkatan output yang signifikan bagi negara maju tetapi tidak untuk negara-negara berkembang. Meskipun kurangnya bukti peningkatan output, negara-negara berkembang telah meningkatkan investasi mereka di bidang TIK secara signifikan. Misalnya, Cina memiliki kurang lebih dari 10 juta komputer pada tahun 1998 dan hampir 1 juta pengguna internet. Satu dasawarsa kemudian, Cina adalah pasar terbesar kedua di dunia untuk komputer dengan penjualan sekitar 40 juta pada tahun 2009 dan pengguna internet terbesar dengan lebih dari 400 juta pengguna. Pertumbuhan yang sama pesatnya dapat ditemui juga di India, Amerika Latin, Asia Tenggara yang telah menggunakan TIK di negara-negara berkembang. Mengingat semua investasi ini, ada kebutuhan penelitian untuk mempelajari apakah investasi sudah mulai berkontribusi dalam output yang lebih besar untuk negara-negara berkembang.

           Menurut Vu (2001), pesatnya penyerapan TIK telah mengubah dunia menjadi masyarakat yang selalu berkaitan dengan TIK. Hal ini jelas bahwa masyarakat, dunia bisnis maupun pemerintah sekarang memiliki akses yang lebih baik ke informasi dan pengetahuan. Baik dalam hal skala, ruang lingkup, dan kecepatan. Selain itu, kekayaan informasi dan pengetahuan tanpa henti tumbuh secara cepat, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

             Kita dapat menyoroti tiga hal utama yang berkaitan dengan efek positif TIK pada pertumbuhan ekonomi, yaitu:

  1. Mendorong inovasi dan penyerapan teknologi;
  2. Meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya; dan
  3. Mengurangi biaya produksi.

            Dalam hal mendorong peningkatan inovasi dan penyerapan teknologi, telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa aktivitas riset dan pengembangan (research and development) sebagai mesin utama dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Barro & Sala-i-Martin (1995) menyajikan model leader-follower sederhana untuk menguji bagaimana inovasi dan teknologi tiruan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi negara leader didorong oleh inovasi, sementara pertumbuhan ekonomi negara follower tergantung pada tiruan dari inovasi yang telah dibuat dalam ekonomi negara leader. Model ini dapat ditafsirkan sebagai cara baru untuk mengungkapkan bagaimana penetrasi TIK dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik negara leader dan negara follower.

            TIK pada negara leader dapat meningkatkan pertumbuhan dengan cara:

  1. TIK dapat mengurangi biaya pembelajaran dan komunikasi yang terkait dengan aktivitas inovasi, yang akan mengurangi biaya riset dan pengembangan.
  2. Memperbesar peran tenaga kerja dengan membuat pengetahuan lebih mudah diakses oleh orang banyak dan memfasilitasi pembelajaran mereka, TIK secara tidak langsung mampu meningkatkan tingkat rata-rata pengetahuan angkatan kerja.
  3. TIK meningkatkan kualitas tata kelola dengan cara penggunaan aplikasi secara on-line, kemitraan pemerintah-swasta dan proses pembelajaran dari seluruh dunia, sehingga TIK dapat meningkatkan produktivitas pekerja dan negara secara agregat.

           Karena adanya proses adaptasi teknologi oleh negara follower terhadap inovasi teknologi pada negara leader, maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi pada negara leader, akan berdampak secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara follower. Dengan adanya peran serta penduduk sebagai tenaga kerja, maka negara yang memiliki jumlah populasi lebih banyak akan mendapatkan keuntungan dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

           Dalam hal efisiensi alokasi sumber daya, TIK dapat menyediakan sektor bisnis alat yang lebih efisien dan efektif untuk riset pasar, komunikasi dengan pelanggan dan pemasok. Dengan memperdalam penetrasi TIK akan meningkatkan rata-rata kinerja bisnis perusahaan, dan akibatnya akan memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

           Sedangkan dalam hal pengurangan biaya produksi, TIK memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk mengurangi biaya produksi secara signifikan karena biaya komunikasi yang jauh lebih rendah dan akses yang lebih baik kepada pemasok.

            Pada dasarnya infrastruktur TIK di negera-negara berkembang sudah mengalami peningkatan signifikan, ditandai dengan kapasitas bandwidth internet yang meningkat di Afrika Selatan dan Brasil serta penurunan tarif di Turki. Namun dampak ekonominya masih stagnan, khususnya di Afrika Selatan, Brasil dan Meksiko. Hal ini salah satunya disebabkan rendahnya kualitas sistem pendidikan, sehingga hanya menghasilkan dampak kecil terhadap perekonomian. Walaupun begitu, Brasil merupakan pasar terbesar kelima di dunia untuk telepon seluler.

            Lain halnya di Filipina yang telah memiliki industri telepon seluler canggih dan konsentrasi pengguna yang tinggi. Lebih dari lima juta pengguna ponsel juga menggunakan ponsel mereka sebagai dompet virtual, sehingga menjadikan Filipina sebagai salah satu negara berkembang yang terbanyak dalam menyediakan transaksi keuangan melalui jaringan selular. Peran TIK dalam menciptakan produk-produk baru dan layanan tidak dapat diabaikan dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

           Begitu juga di Malaysia yang mencoba untuk meniru keberhasilan Korea Selatan, pemerintah Malaysia telah mengejar rencana transformasi jangka panjang dengan ambisi mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada akhir dekade ini, dengan TIK memainkan peran penting. Jaringan telekomunikasi adalah yang kedua terbesar setelah Singapura di Asia Tenggara, dengan 4,7 juta pelanggan sambungan tetap dan lebih dari 30 juta pelanggan seluler.

            Dalam hal pengguna, TIK mengalami peningkatan baik pengguna individu, perusahaan dan dunia bisnis, maupun dari sisi pemerintah. Seperti halnya di India, banyak perusahaan telah mengadopsi teknologi baru yang relatif cepat. Meskipun begitu, tingkat penetrasi dari internet dan telepon di antara penduduk India tetap yang paling rendah di antara negara berkembang Asia. Meskipun telepon seluler telah banyak dijumpai, hanya satu dari sepuluh penduduk yang menggunakan internet secara teratur.

            Sama halnya di Indonesia yang ditunjukkan oleh sektor swasta yang semakin agresif dalam mengadopsi teknologi terbaru. Perusahaan cepat menyerap teknologi terbaru dan menjadi semakin inovatif. Telepon seluler sudah di mana-mana, teknologi broadband mobile meningkat drastis antara tahun 2010 dan 2011, mencapai 22 pelanggan per 100 penduduk. Penggunaan TIK oleh pemerintah juga memberikan kontribusi terhadap tren positif.

           Namun investasi TIK pada negara-negara berkembang belum sepenuhnya berperan signifikan terhadap peningkatan output perekonomiannya, hal tersebut dikarenakan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pada negara-negara berkembang. Meskipun peningkatan akses dan infrastruktur telah terlihat secara signifikan, namun keterbatasan sumber daya manusia menyebabkan mayoritas masyarakatnya lebih memilih untuk melakukan kegiatan media sosial dan hanya sedikit yang menggunakan fasilitas TIK untuk kegiatan komersial yang dapat meningkatkan tingkat perekonomian.

  1. Barro, R. J., & Sala-i-Martin, X. (1995). Economic Growth. New York: McGraw-Hill.
  2. Dewan, S., & Kraemer, K. L. (1998). Information Technology and Productivity: Evidence from Country-Level Data. Management Science, 46(4), 548–562.
  3. Pohjola, M. (2000). Information Technology and Economic Growth: A Cross-Country Analysis. World Institute for Development Economics Research Working Paper No. 173.
  4. Schreyer, P. (2000). The Contribution of Information and Communication Technology to Output Growth: A Study of the G7 Countries. OECD Science, Technology and Industry Working Papers.
  5. Todaro, M. P. (2000). Economic Development. Michigan: Addison Wesley.
  6. Vu, K. M. (2011). ICT as a Source of Economic Growth in the Information Age: Empirical Evidence from the 1996-2005 period . Telecommunication Policy 35, 357-372.


Page 6

Menumbuhkan enterprenuer-enterpreneur baru kelas menengah di Indonesia

Oleh : Etmawati Bulkia

Widyaiswara Pusdiklat Industri

Laporan berjudul World Wealth Report 2011 yang diterbitkan secara berkala oleh Merrill Lynch dan Capgemini menunjukkan dua tipikal orang-orang kaya di kawasan asia-Pasifik. Pertama, jumlah orang-orang super kaya (Highly Net Worth Individuals-HNWls) tumbuh sangat pesat dengan proporsi terbesar usia relatif muda 31-45 tahun (sebanyak 38%) kedua orang-orang sangat kaya menempatkan investasinya paling besar dalam bentuk kas dan deposito (sebesar 61%).

Apa bedanya orang-orang kaya dengan usia tua dan muda? Usia muda (umur produktif) umumnya memiliki kebutuhan konsumsi lebih tinggi. Misalnya seorang eksekutif muda dengan gaji jutaaan rupiah perbulan, ketika ada mobil Lexus jenis baru, dia akan lebih mudah tergoda untuk membeli. Atau yang lebih sederhana orang usia produktif mengkonsumsi makanan lebih banyak, sehingga semakin banyak orang kaya berusia muda, bisnis seperti restoran mewah, pusat kebugaran, tempat hiburan elit serta kebutuhan-kebutuhan lain menjadi bisnis yang tumbuh sangat pesat.

Di Indonesia pengusaha-pengusaha muda bermunculan. Mereka berangkat dari profesional yang kemudian menjadi pemilik (owners) dari sebuah bisnis. Umumnya mereka sangt sukses dan berhasil enduduki posisi tertinggi dalam usia yang relatif muda. Mereka memilih untuk keluar dari perusahaan dari pendapatan berlimpah yang mereka peroleh ketika duduk sebagai eksekutif. Ada pula kelompok pengusaha muda yang berangkat dari kelompok perusahaan (holding company) keluarga yang semakin besar, sehingga membutuhkan lebih banyak anggota keluarga terlibat dalam bisnis. Atau meneruskan apa yang sudah dirintis oleh orang tua mereka. Prospek perekonomian Indonesia yang sangat menggairahkan, tumbuhnya kelas menengah serta bermunculannya pengusaha muda akan terus meningkat di masa mendatang. Data Kementerian Koperasi dan usaha Kecil dan menengah (Kemenkop UKM) menunjukkan bahwa dari puluhan ribu lulusan perguruan tinngi hanya sekitar 17% yang berminat untuk menjadi wirausahan. Kajian Kemenkop UKM januari 2012 juaga menyebutkan jumlah wirausahawan di tanah air baru mencapai 1,56% dari total jumlah penduduk. Kenyataan ini membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara Asia lainnya seperti : China dan Jepang dengan jumlah wirausahawan 10% dari total populasi. Malaysia 5% dan Singapura 7%. Terlebih di Amerika Serikat lebih dari 12% penduduknya menjadi entreprenuer. Menurut sosiolog David McCleiland untuk membangun ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan populasi. Dengan kata lain idealnya saaat ini Indonesia sudah memiliki 4.8 juata wirausahawan. Dengan adanya pengusaha baru akan semakin membuka lapangan kerja baru, menurunkan tingkat kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraaan yang ditopang oleh lulusan yang produktif dan berwawasan global.

Diharapkan nantinya dengan potensi yang dimiliki dari sumber daya manusia Indonesia bisa melewati fase transformasi lanjutan menjadi negara maju. Hal ini ditandai dengan mengembangkan inovasi. Negara maju ditandai dengan kemampuan teknologi, kemampuan organisasi dan manajerial, serta rekayasa pengetahuan (human knowledge). Jikabangsa Indonesia hanya puas menjadi pasar bai produk-produk asing tanpa menyiapkan diri melakukan alih teknologi serta mengembangakan inovasi, maka negara kita akan menjadi penonton saja atas produk-produk yang ditawarkan oleh produsen tanpa kita mampu melakukan suatu perubahan maupun kemampuan untuk memproduksi sendiri. Sudah saatnya para pengusaha dan pemerintah memikirkan berbagai bentuk investasi untuk mendorong kapasitas inovasi.

Target pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik yang dilansir ADB, memang cukup tinggi bahkan melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju. Negara-negara di Asia Pasifik perlu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara inklusif. Keberhasilan Asia Pasifik menggenjot pertumbuhan ekonominya justru meningkatkan disparitas di antara negara-negara di kawasan tersebut. peningkatan investasi di sektor pendidikan untuk mengurangi kesenjangan kualitas sumber daya alam dan investsi di sektor infrastuktur sangat diperlukan untuk memperluas aksesbilitas dan memperbaikai layanan bagi semua pihak.

Fakta bahwa pola berfikir dan budaya kreatif talah lama tumbuh dan berkembang dalam bangsa ini, dapat kita temu kenali dari warisan-warisan yang kita nikmati. Dari catatan-catatan sejarah, epos-epos, artefak, pahatan-pahatan pada candi-candi, dan peninggalan situs-situs kuno. Sejatinya sebagai sebuah keunggulan semua kreasi terjadi tidak dengan sendirinya, tidak jatuh dari langit tetapi terungkit dari kreasi, keingintahuan, kemauan, dan daya juang tangan-tangan dan otak-otak minoritas kreatif. Aristoteles menyatakan “ kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan ketidakbiasaan”. Patut disadari oleh kita semua bahwa sesungguhnya sebuah produk kreativitas itu tidak bersifat universal, tidak stagnan, tidak statis, tetapi memiliki batas kejayaan, umur (limitation), eksistensi dan keberlakuan. Kebutuhan, selera manusia, permasalahan, tantangan dan perubahan yang tidak terbatas yang senantias berputas adalah kedinamisan dan kehadiran produk kreatifitas baru yang meredupkan dan menjenuhkan produk kreativitas lama.

Berbicara mengenai kewirausahaan memang tidak dapat dilepaskan dari soal kemandirian bangsa. Kedua hal itu saling mempengaruhi satu sama lain. Jika kuantitas dan kualitas kewirausahaan suatu negara baik, maka dapat dipastikan bahwa kemandirian negara bersangkutan baik pula. Kehadiran para wirausahawan penting untuk menopang keberlanjutan kehidupan sosial ekonomi bangsa, seperti peningkatan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran.Untuk itu, pemerintah harus mulai secara serius memberikan perhatian terhadap masalah kewirausahaan di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Diperlukan peran konkret pemerintah melalui penciptaan program pendidikan kewirausahaan bagi pemuda guna memberikan kesempatan belajar kepada mereka agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan.

 Namun, perlu disadari pula bahwa pemerintah agaknya tidak mampu melakukan hal itu sendiri mengingat segala keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh pemerintah. Karena itu, dibutuhkan kontribusi dan peran pihak-pihak lain untuk mewujudkan hal itu.Guna memacu jumlah entrepreneur di Tanah Air, perguruan tinggi harus berperan. Dengan kekuatan analisis, pengembangan teknologi, dan kecepatan penguasaan informasi, perguruan tinggi dapat mendorong tumbuhnya technopreneur, yaitu entrepreneur yang menggunakan teknologi untuk mentransformasi bahan bernilai relatif rendah menjadi produk bernilai tinggi.

 Hal ini sangat strategis, karena cepatnya perkembangan teknologi dan terbukanya arus informasi menyebabkan konsumen menuntut produk berkualitas. Siklus hidup produk semakin pendek. Hanya produk penuh inovasi yang akan bertahan dan berkembang. Sayang, selama ini banyak perguruan tinggi Indonesia memiliki proses pendidikan yang terbatas mencetak lulusan profesional atau pencari pekerja. Karena itu, perlu reorientasi pendidikan untuk menumbuhkan technopreneur melalui integrasi proses akademik dan nonakademik.

Inovasi Dosen dan Mahasiswa Budaya inovasi mutlak ditumbuhkembangkan melalui proses belajar mengajar dan kurikulum yang memadai. Mahasiswa hanya mampu berinovasi jika diberi kesempatan. Saat ini, banyak mahasiswa dan dosen bidang inovasi, namun semuanya masih berskala laboratorium dan belum siap dikomersialkan.Kondisi ini perlu ditingkatkan pada skala ganda atau pilot plant sehingga kelayakan produksinya semakin jelas. Jika belum ada laboratorium skala ganda di kampus, perguruan tinggi perlu menjalin kerja sama dengan pengusaha besar dan industri kecil menengah (IKM). Upaya ini diharapkan mampu menjawab dinamika di industri.

 .Menumbuhkan technopreneur hanya mengandalkan mata kuliah kewirausahaan dirasa kurang memadai. Muatan technopreneurship dapat dimasukkan berbagai mata kuliah yang terkait erat dan memilikilearning outcome (dampak pembelajaran) untuk menumbuhkan technopreneur. Misalnya pengetahuan bahan agroindustri, teknologi pengolahan, hingga pemasaran.Technopreneurship dapat dijadikan soft skill yang dikelola sebagai kegiatan nonakademik. Sudah selayaknya program studi menganggarkan biaya untuk magang di industri, sehingga pengusaha tidak dirugikan. Bahkan pengusaha dapat memperoleh ide pengembangan usaha dan calon mitra bisnis. Pengusaha juga dapat dilibatkan sebagai dosen tamu.

Mentor pendidikan berorientasi technopreneur sangat penting. Karena itu, perlu dibangun hubungan yang baik dengan pengusaha dan alumni untuk menjamin terlaksananya pendidikan berorientasitechnopreneurship. Geliat perguruan tinggi untuk menumbuhkan technoprenur perlu didukung stakeholder lain, yaitu pemerintah, pengusaha, dan lembaga keuangan. Pemerintah mutlak memberikan kemudahan berusaha dan kepastian hukum. Insentif dan proteksi terhadap technopreneur pemula layak diberikan. Keamanan investasi perlu dijaga. Berbagai pungutan liar mutlak dihilangkan. Aspek pembiayaan seluas-luasnya kepada siapa saja (financial inclusion) menjadi faktor penting untuk menumbuhkantechnopreneur.

 Pengusaha menengah hingga besar berperan penting sebagai mentor bagi teknopreneur pemula dan kecil. Sayang, budaya mentoring pengusaha besar pada technopreneur pemula, masih termarjinalkan aksi akuisisi dan ekspansi usaha dari hulu ke hilir pengusaha besar. Kondisi ini tak boleh diteruskan, jika pengusaha besar ingin menciptakan iklim usaha yang kondusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.


Page 7

MODEL ALTERNATIF PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) DI INDONESIA

oleh: Chandra Bachtiyar

Kawasan ekonomi khusus (KEK) menurut Johanson dan Nilson (1997) adalah suatu kawasan yang secara geografis dan jurisdiktif merupakan kawasan dimana perdagangan bebas, termasuk kemudahan dan fasilitas duty free atas impor barang-barang modal untuk bahan baku komoditas eskpor. Sedangkan menurut undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kawasan ekonomi khusus, menyebutkan bahwa KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK merupakan wilayah yang lebih khusus mencakup daerah perdagangan bebas (free trade zone /FTZ), daerah penanganan ekspor (export processing zone/EPZ), daerah bebas (free zone/FZ), Kawasan industri (industrial estate/IE), pelabuhan bebas (free port).

Inspirasi pembentukan KEK yang ditujukan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi berasal dari kisah sukses pembentukan special zone di awal tahun 1950an, pasca perang dunia kedua sebagaimana diidentifikasi oleh Rondinelli (1987). Motif pembentukan KEK dapat dilihat dari sisi negara yaitu adanya kesempatan dalam memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional dan regional (daerah), berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan sebagai sarana alih teknologi. Sementara disisi investor, munculnya ketertarikan terhadap KEK adalah karena berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan. Misalnya dalam hal infrastruktur dan kemudahan dalam kepebeaan serta kelonggaran-kelonggaran dalam hal perpajakan dan perizinan dan investasi.

Negara-negara di kawasan Asia mulai membangun KEK sejak tahun 1970an. Hongkong dan Singapura menerapkan konsep KEK dalam bentuk kebijakan free trade zone sehingga menjadi pendorong munculnya export processing zone dan free trade zone pada 30 negara di kawasan Asia, hal ini diungkapkan oleh Rondinelli (1987). Sedangkan pemerintah China dan India membentuk KEK untuk mendorong pembangunan ekonomi. Data empiris menunjukkan KEK di kedua negara ini muncul sebagai stimulus yang penting dalam menarik investor khususnya investor asing (PMA). Untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pembentukan KEK, pemerintah China dan India memberikan prioritas kepada investasi industri yang berorientasi ekspor dan jenis industri yang akan memberikan manfaat dalam hal transfer teknologi pada industri local sperti industri IT (Hidayat, 2010).

Bagi daerah, keberadaan KEK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan performa perekonomian. Sebagai ilustrasinya adalah di China, seperti kota Shenzen, Shantou, Zhuhai, Xiamen, dan Hainan yang semula merupakan daerah miskin, saat ini menjadi daerah pusat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di India yaitu Kandla dan Surat (Gujarat), Cochin (Kerala), Santa Cruz (Mumbai-Maharastra), Falta (West Bengal), Chennai (Tamil Nadu), Visakhapatnam (Andra Pradesh) maupun Noida (Uttar Pradesh) berubah dari daerah periphery yang tidak menarik untuk investasi menjadi daerah yang menarik sangat diminati oleh para investor khususnya investor asing (Adam, 2007).

Kondisi KEK yang diamati oleh Wong dan Chu (1985) menunjukkan bahwa salah satu faktor keberhasilan KEK adalah efisiensi manajemen. Sementara KEK di kawasan Asia kebanyakan merupakan tanggung jawab pemerintah yang dikelola secara tidak efisien dan tidak fleksibel. Disisi yang lain pemerintah memiliki kepentingan dalam mendorong keberhasilan KEK. Fakta yang lain menunjukkan bahwa bentuk peran pemerintah yang berlebihan dalam KEK menurut Rondinelli (1987) akan menuai kondisi yang kontra produktif. Fakta lain yang ada adalah sebagain besar KEK yang dikelola pemerintah memperlihatkan rate of return yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan KEK yang dikelola swasta. Melihat akan kondisi kontradiktif antara kurang efisiensinya manajemen pemerintah dalam mengelola KEK dan peran yang berlebihan dari pemerintah dalam KEK yang berdampak tidak berhasilnya pembangunan KEK maka tulisan ini akan melihat posisi pemerintah Indonesia dalam pembagunan KEK.

II. Model KEK yang berhasil  

Menurut Santoso (2010), secara umum terdapat dua model generik pelaksanaan KEK yaitu

  1. KEK sebagai sebuah terminology generik untuk kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari hambatan berusaha dalam memacu peningkatan ekspor nasional. Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal dengan tiga jenis umum SEZ, meliputi: SEZ for multi product, SEZ for specific sectordan SEZ for free trade and warehouse. Sedangkan di Filipina KEK dapat berupa : Industrial Estate (IE), Export processing Zone (EPZ), Free Trade Zone (FTZ), dan Tourist/Recreation Center.
  2. KEK sebagai sebuah model kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang didalamnya mencakup Free Trade Zone (FTZ), Export processing Zone (EPZ), Pelabuhan (Port), High Tech Industrial Estate dan lain sebagainya, atau dikenal dengan sebutan zones within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk mengoperasionalkan KEK secara penuh atas mandat dari pemerintah pusat, model seperti ini ditemukan di China.

Untuk model KEK yang dikembangkan di kawasan Asia, relatif bervariasi satu dengan lainnya, namun secara umum dapat dikelompokkan dengan enam kharakteristik utama menurut Wong dan Chu (1985) dan Rondinelli (1987) yaitu

  1. Lokasi KEK memiliki akses yang prima terhadap sarana transportasi khususnya transportasi udara dan laut
  2. Infrastruktur pendukung tersedia dengan baik
  3. Adanya komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam memberikan kelonggaran perizinan dan perpajakan
  4. Tersedianya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan dengan upah yang relatif murah
  5. Adanya sistem pelayanan administrasi public yang efisien
  6. Hadirnya iklim politik dan ekonomi yang relatif stabil

Sedangkan factor-faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan KEK oleh Prabowo (2010) adalah sebagai berikut

  1. Keseimbangan ekonomi makro, khususnya nilai tukar yang mencerminkan keseimbangan pasar.
  2. Lokasi geografis yang mendukung akses pasar ekspor dan kaitannya dengan ekonomi domestic.
  3. Skema insentif yang ditawarkan.
  4. Manajemen kawasan yang efektif dan efisien.
  5. Keterkaitan dengan ekonomi domestic.
  1. III. Peran Pemerintah dalam KEK

Berdasarkan kharakteristik KEK dan faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan KEK, tidak menunjukkan peran pemerintah secara langsung baik dalam tahapan persiapan maupun tahap pengelolaan. Namun, untuk memenuhi kriteria KEK yang berhasil diperlukan sentuhan pemerintah yang komprehensif, sebagai contohnya adalah peran pemerintah China mulai dari pemilihan dan penetapan lokasi sampai dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan serta dalam penetapan berbagai regulasi untuk memberikan kemudahan kepada investor. Pada tahap persiapan KEK di Shenzhen, pemerintah China melakukan investasi sebesar US$ 265 juta guna membangun sarana infrastruktur, dimana hanya satu pertiga dari total inveatsi tersebut berasal dari kontribusi pihak investor (Whong dan Chu : 1985). Selanjutnya untuk menarik investor multinasional, pemerintah China mengeluarkan sejumlah kelonggaran regulasi antara lain kemudahan visa, kemudahan dalam hal rekruitmen dalam tenaga kerja dan sistem pengupahan, mempekerjakan staff teknis dan staf administrasi asing serta kemudahan memperoleh lahan untuk lokasi kegaiatan usaha. Selain itu menurut Rondinelli (1987), pemerintah China dalam menyakinkan para investor juga mengintrodusir sejumlah formulasi pembiayaan yang disebut dengan financial participation. Formula ini meliputi antara lain sole proprietorship, joint venture, co-operative production, dan intermediate processing and compensation trade (Whong dan Chu : 1985). Selain itu pemerintah China juga menetapkan regulasi terkait dengan pembangunan infrastruktur dan peraturan terkait dengan manajemen ketenagakerjaan. Dimana hubungan antar pemilik perusahaan dan tenaga kerja didasarkan atas kontrak. Oleh karenanya perusahaan memiliki hak penuh untuk memperkerjakan dan memberhentikan buruh sesuai dengan kepentingan perusahaan (Nishitatemo, 1983). Bentuk regulasi lainnya adalah tentang insentif pajak penghasilan. Bagi perusahaan di lokasi KEK hanya dikenakan pajak penghasilan sebesar 15% sedangkan pajak penghasilan bagi perusahaan di luar KEK adalah 33%. Sedangkan, Korea Selatan yang mengimplementasikan kebijakan export processing zone (EPZ) di Seoul mengeluarkan investasi besar dalam hal infrastruktur. Sedangkan untuk menarik minat para investor multinasional digunakan sejumlah insentif antara lain pembebasan bea masuk untuk barang-barang impot, bahan baku industri dan barang setengah jadi serta bebas tarif bagi produk ekspor manufaktur di lokasi EPZ (Rondinelli, 1987).

Hingga tahun 2014, terdapat tujuh lokasi yang telah ditetapkan sebagai KEK yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Bitung, KEK Tanjung Api-Api, KEK Mandalika dan KEK Morotai.

Tabel 1. Lokasi KEK di Indonesia

No

Nama KEK

Lokasi

Bisnis

1

Sei Mangkei

Simalungun, Sumut

Industri pengolahan kepala sawit dan pariwisata

2

Tanjung Lesung

Pandeglang, Banten

Pariwisata dan Resort.

3

Palu

Palu, Sulawesi Tengah

Industri pengolahan pertambangan, kakao, karet, rotan, dan rumput laut, manufaktur alat-alat berat dan logistik

4

Bitung

Bitung, Sulawesi Utara

Industri pengolahan perikanan dan kelapa serta logistik

5

Tanjung Api-Api

Banyuasin, Sumatera Selatan

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

6

Mandalika

Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Pariwisata, Pengembangan industry agro dan eko wisata

7

Morotai

Morotai, Maluku Utara

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

Sumber : http://kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html

Sedangkan dilihat dari best practice pengelolaan KEK, terlihat adanya tiga fungsi/peran utama pemerintah yaitu

(1) fungsi pengaturan. Pada peran ini pemerintah melakukan pelaksanaan persiapan pembangunan KEK mulai dari konsep KEK, menyiapkan sarana dan prasarana serta menyiapkan lokasi.

(2) Fungsi pembinaan. Pada bagian ini pemerintah akan pembinanan dengan memfasilitasi semua proses baik dalam fase persiapan maupun operasional KEK nantinya. Hal terpenting dalam fasilitasi adalah pemerintah sebagi pemilik kekuasaan atas regulasi memberikan dukungan dalam hal penetapan payung hukum, menetapkan regulasi pendukung dan pelayan administrasi di KEK. Selain itu pada peran ini, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan semua stakeholder terkait dengan KEK sehingga KEK dapat terbangun.

(3) Sedangkan fungsi ketiga dari pemerintah dalam KEK adalah melakukan upaya pencegahan atas dampak yang tidak menguntungkan dengan adanya penerapan KEK di suatu wilayah.

Peran Alaternative Pemerintah  

Dilihat dari letak geografisnya (posisi), KEK yang akan dibangun harus memiliki posisi strategis yang ditunjukkan dengan akses terhadap jalur internasional baik jalur darat, laut maupun udara. Oleh karenanya, pengembangan setiap KEK akan sangat spesifik bergantung keunggulan yang dimilikinya. Namun dalam pelaksanaanya, setidaknya dua hal yang harus di persiapkan pemerintah dalam mendorong keberhasilan pengembangan di KEK yaitu pelibatan secara langsung adan aktif dari a) stakeholder utama yang terlibat dan b). konsep bisnis yang dijalankan.

A. Stakeholder yang terlibat

Dilihat dari upaya pengembangan bisnis KEK, maka pemetaan akan stakeholder yang ada merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemilihan stakeholder utama, yang ditunjukkan dengan kemampuan dan komitmen dalam bisnis serta jaringan bisnis baik dalam dan internasional dapat diusulkan sebagai stakeholder utama guna mensukseskan pembangunan KEK.

B. Konsep bisnis yang dikembangkan

Dalam mengembangkan konsep bisnis di KEK, maka faktor lokasi strategis akan setiap KEK wajib untuk ditonjolkan. Lokasi KEK yang dekat dengan jalur pedagangan internasional maka konsep bisnis yang dapat dikembnagkan adalah pengembangan bisnis pelabuhan yang terintegrasi dengan infrastruktur pendukung (transportasi 3 moda yaitu jalan, kereta api, sungai) merupakan syarat sukses sebuah KEK. Selain itu integrasi infrastruktur dengan dan menuju bandara serta pelabuhan interasional wajib tersedia. Hal ini akan memudahkan perpindahan barang dan orang guna mendukung roda bisnis yang cepat.

Selain itu dalam upaya pembangunan KEK, peran pemerintah juga diharapkan mampu menghilangkan hambatan teknis birokrasi dengan membangun system pelayanan terintegrasi dan satu pintu dalam hal perizinan. Serta untuk mempercepat berjalannya KEK maka pemerintah diharapkan:

  1. Menentapkan pembangunan KEK sebagai bagian integral strategi pembangunan nasional.
  2. Pengelolaan administrasi oleh pemerintah dan pengelola kawasan adalah profesional dalam bisnis kawasan.

Daftar pustaka

  1. Adam, Latif, 2007, Perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) : Kasus di beberapa negara.
  2. Hidayat, Agus Syarif, 2010, Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta.
  3. Johansson, Helena and Nilson, 1997, Export Processing Zone as Catalyst, World Development, Vol. 125, No.12, pp. 2115-2128.Prabowo, 2010.
  4. Prabowo, 2010, Kawasan Ekonomi Khusus : Landasan Konseptual dan pengalaman dari negara-negara lain, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta
  5. Rondinelli,D.A, 1987, Export Processing Zone and Economic Development in Asia : A Review and Reassesment of Means of Promoting Growth and jobs, American Journal of Economic and Sociology, Vol 46 (1). Pp 89-105.
  6. Santoso, Budi, 2010, Rencana nasioanl pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta.
  7. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
  8. Wong, Kwan-Yiu and Chu, David K.Y, 1985, The Special Economic Zone-Economic, Political and Geographical factor- The Case of Shenzen Special Economic Zone, New York : Oxford University PressWong dan Chu, 1985.
  9. http://kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html.