Aranyaka atau upanisad berisi tentang mantra-mantra yang membahas tentang

(Sebelumnya)

Upanisad dan Rg-veda

Di atas sekilas telah dicoba dikemukakan hubungan Upanisad dengan Rg-veda, terutama bagian Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Ada bermacam kontinuitas arus pemikiran dari Mantra hingga Upanisad, sebagai bagian akhir Veda Samhita. Adalah menarik menelusuri hubungan Upanisad sebagai "teks mistik" dengan Reg-veda, puisi awal bangsa Arya yang telah mendahuluinya kira-kira seribu tahun. Menurut Renade pertama-tama kita catat bahwa Reg-veda merupakan sebuah himnologi agung bagi personifikasi kekuatan-kekuatan alam, dan sehingga mencerminkan fase terawal di dalam evolusi kesadaran religius, yaitu fase objektif agama. Upanisad, pada sisi lainnya, menandakan fase subjektif agama.

Tidak ada lagu-lagu pujian ke hadapan deva-deva di dalam kitab-kitab upanisad, tetapi, mereka mengandung pencarian ilmiah lagi substarum yang melandasi kekuatan-kekuatan fenomenal alam. Tidak juga ada persembahan sesaji pemujaan kehadapan deva-deva di dalam kitab-kitab upanisad, tidak juga ada ketakutan terhadap kekuatan-kekuatan alam yang dipersonfikasikan sebagai deva-deva. Dengan kata lain, kita mungkin katakan karena kita pergi dari masa Veda ke masa upanisad, kelihatan pada setiap tahapan proses transferensi mengenai minat dari Tuhan ke roh. Dengan kata lain, kita melampaui dari Veda ke upanisad, kita lampaui dari doa-doa pujaan ke filosofi, dari himnologi ke refleksi, dari henothesik-polithisik ke monothestik-mistik. Kedua, adanya proses konsepsi kosmogoni pada beberapa himne-himne Rg-veda. Ketiga, dari sudut pandang psikologis, kita boleh katakan bahwa Rg-veda boleh dipandang sebagai sebuah karya tentang emosi dan imajinasi, upanisad boleh dipandang sebagai karya pikir dan nalar.

Banyak wacana di dalam Reg-veda membicarakan pemujaan meminta ampun dan maaf, dan sebagainya tetapi upanisad mengungkapkan dengan cara yang lebih lugas, "Carilah bukan dari bantuan kedevataan; bukan kedevataan yang engkau sembah-nedam yad idam uvasate; penjaga hukum bukan dari luar; tatanan alam dan moral tidak datang dari kekosongan; ia memancar dari Atman, yang merupakan sintheisis keduanya baik luar maupun dalam". Nuansa pemikiran rsi-rsi upanisad lebih mandiri dengan mengedepankan rasa percaya diri, mendorong bangkitnya kemampuan diri untuk memahami kebenaran. Pemujaan tidak lagi eksternal terhadap suatu kebenaran. Pemujaan yang jauh berbeda di atas, tetapi dekat di dalam diri, kekuatan yang meresapi, menghidupi, menghidupkan dan menggerakkan setiap saat. Kekuatan inilah yang ingin selalu direalisasikan melalui kontemplasi metafisika.

Upanisad dan Atharva-Veda

Ketika kita melewati arus pemikiran dari Reg-veda ke Atharva-veda, kita terlalu dari himne-himne alam semesta ke pengucapan-pengucapan kata-kata atau mantra berkekuatan magis tentang alam semesta. Roh-roh jahat, hantu, penyakit dan kematian mengambil bentuk deva halilintar, deva hujan, deva api, deva dan deva cahaya. Atharva-veda merupakan gudang seni hitam orang-orang India kuno. Tidak ada keraguan unsur pengobatan bagi Mantra-sastra Atharva-veda ketika jampi-jampi mengambil alih yaitu jampi-jampi yang bersifat dapat menghancurkan.

Tidak diragukan di sini dapat ditemukan di dalam himne-himne kehadapan Kala, tidak pula kita dapat mengatakan bahwa upanisad tidak mengandung jejak apapun pada pengarang Atharva-veda sepanjang pengucapampengucapan magis dan jampi-jampi menjadi perhatian kita, tetapi perbedaan umum cukup jelas, bahwa ketika kita berlalu dari Atharva-veda ke upanisad, kita berlalu dari wilayah pengucapan-pengucapan mantra-mantra magis ke wilayah filsafat. Oleh karena itu Atharva-veda sangat kental dengan mantra-man¬tra yang apabila diucapkan dengan magis yang sangat diperlukan oleh manusia menghadapi kedsulitan-kesulitan hidup, misalnya sakit, Walaupun demikian benih-benih nilai filsafat ditenggarai ada di dalam pengucapan-pengucapan tersebut dengan memperhatikan perkembangan pemikiran manusia pada Zaman tersebut.

Upanisad dan Brahmana

Renade mengatakan bahwa ketika kita datang ke zaman Brahmana, kita datang ke suatu masa seremonialisme dan ritualisme. Karena topik utama Atharwa-veda adalah pengucapan mantra-mantra, maka topik utama kitab-kitab Brahmana adalah kurban suci (yajna) dengan segala tata aturannya. Kita diberikan pengertian bagaimana kesucian murni himnologi, yang hanya mencoba membentuk struktur super seremonialisme tak bermakna atas dasar himnologi Veda dan menekankan ke dalam wacana-wacana pelayanan dan teks-teks dari Veda yang mereka kedepankan di dalam suatu cara untuk mendukung kehidupan orang yang melaksanakan kurban suci.

Wacana-wacananya bergabung dengan legenda, dogma, filologi, spekulasi-spekulasi filsafat untuk memperlihatkan kemampuan mantra-mantra yang bermanfaat bagi kehidupan praktis orang yang melaksanakan kurban. Disayangkan betapa keintelektualan para Brahmana waktunya habis untuk memikirkan atau menformulasikan aturan-aturan. Spirirt upanisad, pada sisi lainnya memperlihatkan beberapa perkecualian di dalam hal ini pada berbagai tempat, seluruhnya antagonistik terhadap doktrin kurban suci Brahman.

Sikap ragu-ragu Mundaka Upanisad dalam pandangan kekuaan rialitas Brahmana merupakan sebuah perkecualian bagi reaksi umum upanisad dalam hal pemikiran filsafat berlawanan dengan formalisme kering dan kosong kesusastraan Brahmana. Sementara pada suatu wacana, Mundaka Upanisad mengatakan kepada kita bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan tujugo hidup terdiri atas mengikuti dengan patuh rutinitas yajna yang dianjurkan kepada kita oleh leluhur kita; pada wacana lainnya, kita diberi tahu bahwa "yajna seperti sebuah but pincang di tengah-tengah samudra yang bisa saja menyebabkan pada suatu saat tenggelam ke dasar samudra. Mereka yang memandang kurban yajna sebagai tujuan tertinggi hidup manusia, pergi dan pergi dari usia tua ke kematian.

Hidup di dalam kegelapan, orang-orang arif ini bergerak seperti orang buta dipandu oleh orang buta. Mereka yang memandang mereka sendiri mencapai tujuan hidup bahkan ketika hidup di tengah-tengah ketidak tahuan. Penuh dengan keinginan, mereka jatuh dari surga begitu simpanan kebaikannya habis. Berfikir bahwa yadjna merupakan tujuan hidup tertinggi manusia, mereka tidak dapat membayangkan bahwa ada tujuan tertinggi manusia, mereka tidak dapat membayangkan bahwa ada tujusn lain. Dengan menikmati kenikmatan-kenikmatan di surga sebagai ganjaran atas perbuatan baiknya, mereka turun ke dunia ini, atau dunia yang lebih rendah. Adalah hanya mereka yang melaksanakan tapa dan memusatkan pikiran hidup di dalam hutan, yang mampu menenangkan perasaannya, mengarahkan hidup berpengetahuan dan hidup atas dharma-hanya dialah pergi menuju Atman abadi melalui pintu matahari".

Upanisad yang membahas pengetahuan seperti dikontraskan dengan filosofi Brahmana sangat jarang memperlihatkan balikan sikap ragu-ragu terhadap ritualitasme ditemui di dalam Mundaka Upanisad. Kesan umum mencoba menemukan tujuan filosofi hidup manusia. Dengan demikian kita melihat bagaimana ide-ide Brahmana tentang yajna dibentuk kembali pada zaman upanisad seluruhnya ditranformasikan menjadi sebuah konsep baru tentang kurban suci, yaitu kurban mental, yang sangat berguna di dalam memperoleh pengetahuan spiritual, seperti diperlihatkan oleh Chandogya Upanisad bahwa "kurban dalam" adalah membuat persembahan kepada Prama didalam diri kita. Jadi, bukan abu sebagai sisa yajna tetapi pembakaran pikiran-pikiran atau emosi-emosi yang menghalangi kemajuan spiri¬tual. Ada pemaknaan baru konsep yang bersifat ritualistik di dalam kitab-kitab brahmana menjadi konsep spiritualistik di dalam kitab-kitab Upanisad.

Masing-masing Veda mempunyai bagian Mantra, Brahmana, Aranyaka dan Upanisad. S. Radhakrishna mengatakan bahwa Veda merupakan kumpulan himne-himne yang ditujukan kepada deva-deva; Brahmana menjelaskan seremoni kurban suci dan membicarakan nilai-nilainya; Aranyaka melepaskan kurban-kurban yang demikian rumit tetapi menjelaskan meditasi pada simbul; dan upanisad berhubungan dengan jalan pengetahuan, jnana dari pada jalan kerja atau tindakan. Pada zaman dulu kala mereka ini tidak ditulis tetapi diteruskan secara lisan dari guru ke murid. Mereka didengar oleh murid-murid dan disebut dengan Sruti. Tabel berikut iani memperlihatkan bagian-bagian Veda, Brahmana, Aranyaka dan Upanisad.

Upanisad Brahma-sutra

Keterkaitan upanisad dengan Brahma-sutra sangat jelas dan pasti. Ajaran-ajaran esensial upanisad direkapitulasikan di dalam Brahmana-sutra karya Bhadarayana. Ajaran-ajaran yang masih terpencar disistematiskan di dalam di dalam Brahma-sutra sehingga lebih mudah dimengerti. "Bramana-sutra merupakan ringkasan berbentuk sutra ajaran upanisad, dan guru-guru agung filsafat Vedanta mengembangkan pandangannya melalui pembahasan-pembahasan atas karya ini. Dengan menginterpretasikan sutra-sutranya yang bentuknya singkat dan sulit dipahami tanda interpretasi, guru-guru menjustifikasi pandangan-pandangan mereka agar bisa diterima oleh kekuatan nalar". Semua pembahasan-pembahasan agung, seperti Samkara, Ramanuja dan Madhva, telah membuat Brahmana-Sutra merupakan ringkasan berbentuk sutra dari doktrin-doktrin upanisad.

Komentator-komentator berbeda mencoba menemukan di dalam brahma-sutra sebuah doktrin tunggal dan koheren, sebuah sistem filsafat yang berbeda dari kontradiksi. Contoh, Bharataprapanca, yang hidup lebih dulu dari masa Samkara, mempertahankan bahwa roh-roh alam semesta fisik adalah riil, walaupun tidak bersama-sama berbeda dari Brahman. Mereka keduanya identik dan berbeda dari Braman, ketiga secara bersama-sama membentuk suatu kesatuan di dalam kebhinekaan.' Realitas tertinggi berevolusi ke dalam penciptaan universal, sristi, dan alam semesta kembali ke dalamnya pada saat pralaya, peleburan dalam semesta ke asalnya.

Advaita (monisme) yang diperkenalkan oleh Samkara menegaskan bahwa hakikat transendental brahmana yang non dual dan dualisme dunia termasuk Isvara yang berkuasa atas alam ini. Realitas adalah Brahman atau Atman. Tidak ada prediksi yang mungkin dilakukan mengenai Brahman karena prediksi melibatkan dualisme Brahman bebas dari semua dualisme. Dunia dualisme adalah impiris atau fenomenal. "Tat Tvam Asi" (aku adalah Engkau) adalah sebuah fakta fundamental eksistensi. Kebhinekaan alam semsta adalah riil tetapi hanya bersifat fenomenal. Ramanuja, Madhva Bhaskara, Nibarka, Baladeva dan lain-lain juga memberikan interpretasi mereka masing-masing berdasarkan kitab yang sama tadi. Interpretasi-interpretasi ini melahirkan paham-paham yang saling berbeda di dalam sistem filsafat Vedanta sendiri.

Upanisad dan Kebudayaan India

Tradisi India menempatkan manusia sebagai titik sentral. Pemikiran yang dikembangkan sejak zaman kuno oleh para rsi adalah bagaimana menggap potensi "dalam" manusia agar ia mampu mengangkat kejati-diriannya ke tahapan yang lebih tinggi. Kitab Rg-veda berisi rekaman betapa intimnya pengalaman ketuhanan dan kekuatan abadi yang ada di dalam diri kita masing-masing. Upanisad berisi pergulatan intensif manusia memahami kekuatan dalam ini dan hubungannya dengan alam dan kehidupan. Upanisad memberitahukan kepada kita ketakjuban yang luar biasa suatu wilayah pencarian yang sangat dalam, dan ketakjuban tersebut teras berlanjut hingga sekarang.

Upanisad menekankan penetrasi in-ternal, seperti yang juga belakangan menjadi perhatian orang-orang Yunani kuno. Segala bentuk kebudayaan India diberikan spirit dan legasi dari kitab-kitab upanisad. Para pemimpin agama maupun formal mendapatkan inspirasii dan dorongan di dalam warisan ini. Setiap wacana yang disampaikan oleh kitab-kitab ini memperlihatkan kesan anugrah, ciinta kasih, perdamaian, persamaan, seperti disampaikan oleh Swami Vivekananda.

Esensi Kebudayaan diberikan di dalam jenis manusia dimana kebudayaan tersebut menemukan manifestasi terbaiknya. Hegel mengatakan bahwa sebuah kebudayaan tanpa Filosofi -dengan mana ia maksudkan metafisika adalah seperti sebuah kuil tanpa kesucian. Sebuah kebudayaan bersifat duniawi, jika keberhasilan duniawi adalah apa yang ditampilkan oleh pahlawan-pahlawannya. Jika ada suatu kebenaran di dalam menyebut kebudayaan India bersifat sfiritual, ia mengambil dari suatu kenyataan bahwa pahlawan yang paling dikagumi oleh orang-orang adalah manusia Tuhan (man of God). Sementara S. Radhkrishnana mengatakan: "Manusia ideal India bukanlah manusia yang murah hati seperti yang terjadi pada peradaban Yunani atau perjaka pemberani pada masa Eropa Pertengahan, tetapi manusia spirit yang bebas, yang telah mencapai pandangan ke dalam sumber alam semesta melalui disiplin dan praktek yang ketat atas nilai-nilai ketakmelekatan yang telah membebaskan dirinya dari pransangka waktu dan tempat.

Adalah kebanggaan India bahwa ia telah menyadarkan dirinya kepada ideal ini dan telah mampu menghasilkan di dalam setiap generasinya dan di setiap bagian negeri, sejak zaman rsi upanisad dan Budha hingga Ramakhisna dan Gandhi, manusia-manusia yang secara sukses mampu merealisasikan ideal ini". Memang kebudayaan lain juga mengkaji manusia, tetapi India mengkajinya secara mendalam, tidak hanya fisik tetapi intelektual, spiritual dam mistik. Ia mengembangkan hakikat kemanusiaannya ke tahap yang paling penuh dan final.

Kesusastraan Veda sangat luas terdiri dari banyak cabang pada kitab. Hanya sebagian yang sempat kita warisi sekarang. Dalam jumlah besar kesusastraan tersebut telah hilang atau hancur baik oleh faktor manusia maupun oleh alam. Diperkirakan banyak kesusastraan Veda hancur pada zaman Buddha. Tradisi oral diperkirakan tidak sepenuhnya membudaya dan pada akhir ini, kita temukan jejak kecendrungan yang berkembang untuk melihat roh manusia sebagai prins " tertinggi yang maha ada, dan dengan mengetahuinya dapat membuat manusia bebas dosa dan murni.

Kitab Suci Veda khususnya Rg-Veda dokumen tertulis tertua umat manusia merupakan sumber dari mana filsafat India berkembang. Kitab suci dan kesusatraan Veda selanjutnya merupakan juga sumber jiva peradaban India.
Posisi Veda sebagai titik sentral memperlihatkan bahwa menentukan sekali di dalam perkembangan darsana. Ada semacam perkembangan gradual pemikiran-pemikiran ke arah yang lebih filsafat dari Mantra-mantra Veda, kemudian Brahmana, Aranyaka dan Upanisad. Konsep-konsep politheisme berkembang menjadi monothéisme pada upanisad.

Sebelumnya berkembangnya peradaban Veda telah berkembang peradaban lembah sungai Sindhu yang bercorak Sivaitis. Melalui politik kebudayaan orang-orang Arya yang datang ke India (Bharata), membawa peradaban Veda dan bahasa Sansekerta-nya, unsur-unsur lokal diadaptasi sehingga unsur-unsur pemujaan Siva dalam wujud Rudra masuk ke alam Veda.

Oleh: I B.P. Suamba
Warta Hindu Dharma NO. 531 Maret 2011

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA