Apakah UU Nomor 13 Tahun 2003 masih berlaku?

09 Nov 2020, 09:08 WIB - Oleh: Anggara Pernando

Bisnis / Radityo Perjalanan UU Cipta Kerja.

Bisnis.com, JAKARTA - UU Cipta Kerja telah diteken Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 lalu. Dengan penetapan ini apakah hubungan pekerja dan perusahaan mengacu kepada UU Cipta Kerja dan bukan lagi UU Ketenagakerjaan? 

Theodore Manurung, Managing Patner TM&P Law Office menyebutkan secara umum, sesuai dengan Pasal 186 UU Cipta Kerja disebutkan beleid ini langsung berlaku sejak diundangkan. 

"Yakni sejak 2 November 2020," ulas Theodore dalam laman Linkedin yang dikutip Senin (9/11/2020). 

Menurutnya, meski secara aturan telah berlaku namun dalam klaster ketenagakerjaan ini masih cukup banyak ketentuan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam UU Cipta Kerja. 

"Yang mana akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, seperti ketentuan PKWT, Outsourcing dan lainnya. Maka saat ini masih banyak kekosongan hukum ketenagakerjaan," katanya. 

Atas dasar itu, Theodore menilai UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan  belum dapat digunakan sebagai dasar hukum dalam hubungan industrial. 

"Hingga dikeluarkannya peraturan pemerintah dimaksud," katanya. 

Oleh karena  itu, ia menilai dalam hubungan industrial saat ini hingga ada aturan turunan masih mengacu kepada UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. 

"Mau tidak mau, kita harus masih mengacu pada ketentuan hukum ketenagakerjaan yang ada sebelumnya," katanya.

Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu pasal yang berbeda signifikan dan mendapat sorotan dalam UU Cipta Kerja adalah besaran kewajiban pesangon perusahaan. 

Syarif Yunus, Direktur Eksekutif Perhimpunan Dana Pensiun Lembaga Keuangan menyebutkan besaran pesangon pekerja dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan sebesar 19 kali ditambah 6 kali dalam program lainnya, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Besaran manfaat ini berubah dari perhitungan pesangon yang menggunakan UU No. 13/2020.

"[Pesangon dalam UU Cipta Kerja] terdiri dari 19 kali upah dan 6 kali dari JKP (jaminan kehilangan pekerjaan) sehingga menjadi 25 kali. Hal itu diberikan saat terjadi pemutusan hubungan kerja dengan masa kerja yang ditetapkan sesuai aturan," kata Syarif Yunus, Direktur Eksekutif Perhimpunan Dana Pensiun Lembaga Keuangan beberapa waktu lalu.

JKP adalah program jaminan sosial yang akan dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). Layanan ini diberikan kepada pekerja yang berhenti kerja sebelum memasuki pensiun berupa insentif selama menganggur hingga pelatihan.

Baca Juga : REKOMENDASI SAHAM: LQ45 Berharap Tuah Joe Biden & Kamala Harris

Berikut rumus perbandingan perhitungan pesangon pekerja dalam UU No. 13/2003 dan UU Cipta Kerja:

Pesangon dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan:

Untuk masa kerja 24 tahun atau lebih perhitungan pesangon adalah

1.15 x (2 x 9 + 1 x 10) = 32.2 kali upah

Pesangon dalam UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja

Koefisien 1,15 diturunkan menjadi 1. Sehingga dengan asumsi rumus sama maka perhitungan pesangon adalah:

1 x (2 x 9 + 1 x 10) = berarti 28 kali

Namun jika koefisien 2 kali ini akan ditetapkan menjadi 1 sehingga perhitungan pesangon berdasarkan UU Cipta Kerja menjadi:

1x (1 x 9 + 1 x 10) = 19 kali

Perincian uang pesangon UU Cipta Kerja sendiri terdiri dari:

Uang Pesangon

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun, mendapatkan uang pesangon sebesar 1 bulan upah
  • Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, mendapatkan uang pesangon 2 bulan upah.
  • Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, mendapatkan uang pesangon 3 bulan upah
  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, mendapatkan uang pesangon 4 bulan upah
  • Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, mendapatkan uang pesangon 5 bulan upah
  • Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, mendapatkan uang pesangon 6 bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, mendapatkan uang pesangon 7 bulan upah
  • Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, mendapatkan uang pesangon 8 bulan upah
  • Masa kerja 8 tahun atau lebih, mendapatkan uang pesangon 9 bulan upah.

Baca Juga : Proyeksi IHSG 2021 dan Hengkangnya Investor Asing

Komponen uang penghargaan masa kerja

  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 2 bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 3 bulan upah
  • Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 4 bulan upah
  • Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 5 bulan upah
  • Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 6 bulan upah
  • Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 7 bulan upah
  • Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, mendapatkan uang penghargaan sebesar 8 bulan upah
  • Masa kerja 24 tahun atau lebih, mendapatkan uang penghargaan sebesar 10 bulan upah.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Diantaranya UU Ketenagakerjaan masih hukum positif, sebagian kaidahnya mengalami perubahan, yang sudah dihapus tidak berlaku lagi, mengubah besaran pesangon, berpotensi menimbulkan konflik dalam proses perubahan PP atau PKB, tertutupnya peluang peralihan hubungan kerja.

Bacaan 3 Menit

Sejumlah narasumber dalam Bootcamp Hukumonline 2020 Hari Ke-1 bertajuk 'Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial, dan Tata Cara Penggunaan TKA', Senin (16/11). Foto: RES

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berdampak pada 76 UU, salah satunya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja mengubah 31 pasal, menghapus 29 pasal, dan menyisipkan 13 pasal baru dalam UU Ketenagakerjaan. Praktisi Hukum Ketenagakerjaan, Juanda Pangaribuan, mencatat sedikitnya ada 10 dampak UU Cipta Kerja terhadap UU Ketenagakerjaan.

Pertama, kendati sebagian pasalnya terdampak UU Cipta Kerja, tapi UU Ketenagakerjaan tetap berlaku sebagai hukum positif. Kedua, sebagian kaidah UU Ketenagakerjaan mengalami perubahan. Ketiga, ketentuan UU Ketenagakerjaan yang dihapus UU Cipta Kerja otomatis tidak berlaku.

Keempat, bila kaidah UU Ketenagakerjaan diubah, yang digunakan sebagai pedoman yakni ketentuan dalam UU Cipta Kerja. Kelima, mengubah besaran pesangon. Keenam, memperlemah, memperkuat, dan menata ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, misalnya soal pesangon, kompensasi untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan cara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketujuh, berpotensi menimbulkan konflik dalam proses perubahan peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB). Kedelapan, sebagian peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan akan mengalami perubahan. Kesembilan, tertutupnya peluang peralihan hubungan kerja dari pekerja penerima pekerjaan (vendor) menjadi pekerja pada perusahaan pemberi pekerjaan. Sepuluh, untuk membaca UU Ketenagakerjaan harus berdampingan dengan UU Cipta Kerja.

“Peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan yang berpotensi berubah akibat terbitnya UU Cipta Kerja, seperti PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” kata Hakim Ad Hoc PHI Jakarta periode 2006-2016 itu dalam Bootcamp Hukumonline 2020 Hari Ke-1: Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial, dan Tata Cara Penggunaan TKA, Senin (16/11/20202). (Baca Juga: Delapan Substansi Pokok Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja)

Juanda menegaskan meskipun UU Cipta Kerja mengubah UU Ketenagakerjaan, bukan berarti ketentuan yang ada dalam PP atau PKB berubah atau batal. PP atau PKB masih tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir. Perubahan terhadap PP atau PKB dapat dilakukan setelah jangka waktunya berakhir, tapi perlu diingat amandemen ini dapat berisiko terutama jika penyesuaian yang dilakukan cenderung mengurangi kualitas. “UU Cipta Kerja tidak mewajibkan perubahan terhadap kaidah PP/PKB,” kata dia.

Plt Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Reni Mursidayanti, mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan sedikitnya menyusun 4 RPP yakni tentang RPP penggunaan TKA; RPP Hubungan kerja, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); RPP Pengupahan (revisi PP No.78 Tahun 2015); dan RPP Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Page 2

Diantaranya UU Ketenagakerjaan masih hukum positif, sebagian kaidahnya mengalami perubahan, yang sudah dihapus tidak berlaku lagi, mengubah besaran pesangon, berpotensi menimbulkan konflik dalam proses perubahan PP atau PKB, tertutupnya peluang peralihan hubungan kerja.

Bacaan 3 Menit

RPP tentang Penggunaan TKA mengatur 5 hal meliputi syarat penggunaan TKA; jangka waktu RPTKA; jabatan tertentu dan waktu tertentu; pendidikan dan pelatihan bagi pekerja lokal pendamping TKA; pembinaan dan pengawasan TKA.

RPP tentang Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat serta PHK sedikitnya memuat 6 hal. Pertama, hubungan kerja berdasarkan PKWT dan PKWTT. Kedua, syarat-syarat PKWT. Ketiga, pengaturan pemberian kompensasi dalam PKWT. Keempat, perlindungan buruh yang bekerja dalam perusahaan alih daya. Kelima, waktu kerja dan waktu istirahat yang berlaku bagi jenis pekerjaan tertentu dan sektor usaha tertentu. Keenam, syarat, mekanisme, kompensasi, dan PHK.

Untuk RPP tentang Pengupahan, Reni mengatakan akan dilakukan revisi PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Substansi yang akan diatur dalam PP hasil revisi itu setidaknya berisi 4 hal. Pertama, perubahan ketentuan upah minimum, misalnya dasar dan tata cara penetapan UMP dan UMK, syarat penetapan UMK dan formula perhitungan upah minimum. Kedua, ketentuan upah per jam minimal. Ketiga, ketentuan upah bagi usaha mikro dan kecil. Keempat, dewan pengupahan.

Terakhir RPP tentang penyelenggaraan program JKP yang akan mengatur 3 hal yaitu kriteria peserta program JKP; sumber pendanaan JKP; dan manfaat JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. “Kami diberi waktu paling lama 3 bulan untuk menyelesaikan berbagai RPP ini,” kata Reni.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA