VIVAnews – Sepekan lalu, Minggu 26 Agustus 2012, penganut Syiah terusir dari kampung mereka sendiri di Sampang, Madura, Jawa Timur. Mereka diserang, rumah mereka dibakar, sehingga mereka terpaksa mengungsi dengan kawalan ketat aparat bersenjata. Korban jiwa tak terelakkan, dua tewas. Show Ini bukan peristiwa kekerasan pertama kalinya terhadap warga Syiah di Sampang. Sekitar delapan bulan sebelumnya, Kamis 29 Desember 2011, pesantren milik kaum Syiah di Sampang juga dibakar massa. Penyerangan dua kali dalam setahun terhadap penganut Syiah pun menjadi tanda tanya besar. Mengapa harus terjadi di Sampang? Apa sesungguhnya “Syiah” dan bagaimana perkembangannya di Indonesia? Berikut wawancara reporter VIVAnews, Dwifantya Aquina, dengan tokoh Syiah di Indonesia sekaligus Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat. Bagaimana awal konflik antara Sunni dengan Syiah? Bagaimana dengan kondisi konflik yang terjadi di Indonesia? Bahkan ada yang menduga sejak zaman Dinasti Abbasiyah, ada orang Syiah yang berangkat ke Indonesia untuk berdakwah. Syiah pertama kali datang ke Aceh. Tapi kemudian pada zaman Syeikh Nuruddin Ar-Raniri (ulama Aceh terkenal yang merupakan penasehat Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani), kekuasaan dipegang oleh ulama Ahli Sunnah (Sunni). Saat itu orang Syiah bersembunyi, tak menampakkan diri sampai muncul gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi Islam di Iran. (Sebagai catatan, Ahli Sunnah Waljamaah yang lebih sering disingkat dengan sebutan Sunni ialah pengikut Islam yang berpedoman pada Alquran dan hadits sahih. Sekitar 90 persen umat Islam di dunia merupakan kaum Sunni, sedangkan sisa 10 persennya merupakan penganut aliran Syiah. Syiah sendiri adalah pengikut Islam yang berpedoman kepada ajaran Nabi Muhammad dan Ahlul Bait atau keluarga Nabi Muhammad, yaitu Ali bin Abi Thalib – sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad, Fatimah az-Zahra – putri bungsu Nabi Muhammad dari istri pertamanya Khadijah, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali – cucu Nabi Muhammad dari Ali dan Fatimah). Pada gelombang pertama masuknya Syiah ke Indonesia itu, Syiah kebanyakan dipelihara di kalangan habib (keturunan Nabi Muhammad), tapi khusus di keluarga tertentu, misalnya Al Mukhdor. Sementara keluarga-keluarga lainnya bergabung dengan Sunnah (Sunni). Dalam kamus Al Munjid (kamus Arab yang dianggap paling lengkap dan komprehensif sehingga dijadikan kamus utama di berbagai universitas Islam dan pondok pesantren tradisional maupun modern di seluruh dunia) cetakan lama, disebutkan penduduk Hadramaut (negeri asal Nabi Hud dan Nabi Saleh yang terletak di sebuah lembah di Yaman) bermahzab Syafii, padahal sebetulnya mereka bermahzab Syiah. Sebagian dari mereka kemudian masuk ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam dan menurunkannya kepada para habib. Oleh karena itu sangat mengherankan belakangan ini para habib juga ikut menyerang Syiah yang merupakan aliran nenek moyangnya. Lalu datanglah gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi Islam di Iran (revolusi yang mengubah Iran dari monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlevi, menjadi Republik Islam di bawah pimpinan Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini). Ketika itu orang Syiah mendadak punya negara, yaitu Iran. Dengan biaya negara Iran, Syiah lantas disebarkan ke seluruh dunia. Di Indonesia muncullah orang-orang yang mula-mula tertarik bukan dengan paham Syiah-nya, melainkan dengan pemikiran Syiah, misalnya pemikiran revolusioner dari Ali Syariati (sosiolog Iran yang terkenal dan dihormati karena karya-karyanya di bidang sosiologi agama). Karya-karya Ali Syariati dibaca di kampus-kampus. Pada saat itu Indonesia berada di akhir Orde Baru, di mana banyak mahasiswa kembali ke masjid-masjid. Oleh karena itu kelompok Syiah gelombang kedua di Indonesia umumnya merupakan intelektual universitas. Saya sama sekali tidak bermaksud menyebut diri saya intelektual, tapi saya dari universitas yang kemudian menjadi cikal bakal IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia). Jadi ini semua berasal dari universitas. Di beberapa daerah, cabang-cabang IJABI pun dipimpin oleh para guru besar di universitas-universitas daerah. Sementara itu gelombang ketiga masuknya Syiah ke Indonesia berakar dari para habib yang belajar sebelum revolusi. Mereka kemudian kembali untuk mengajar di kalangan yang sangat terbatas. Setelah muncul, kelompok-kelompok intelektual mereka mulai berdakwah dengan pendekatan berbeda. Jika kelompok Syiah gelombang kedua umumnya tertarik Syiah karena pemikiran revolusionernya, kelompok gelombang ketiga ini datang dengan membawa paham fiqihnya. Saat itu sudah muncul kelompok Syiah yang mempelajari fiqih Syiah-nya. Saat itu pula mulai terjadi benih-benih konflik. Saat kami berada pada tahap pemikiran, tak ada konflik dan semua sepakat. Tapi saat berpada pada tahap fiqih, mulai terjadi perbedaan paham. (Sebagai catatan, fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.) Berapa banyak jumlah penganut Syiah di Indonesia? Hanya, sebagian besar orang Syiah itu tidak tampak sebagai Syiah karena mereka
menyembunyikan identitas demi memelihara persatuan. Banyak di antara mereka yang menjadi ustad-ustad di masjid-masjid. Jadi yang tahu tentang Syiah itu hanya orang Syiah itu sendiri. Oleh sebab itu sebetulnya yang harus melakukan penelitian yaitu orang Syiah sendiri. Saya sudah meneliti juga, tapi tidak akan saya beritahukan berapa jumlah persis pengaut Syiah di Indonesia. Kenapa selalu di Sampang yang terjadi konflik? Berapa jumlah populasi penganut Syiah di Sampang sebagai kantong Syiah terkecil di Indonesia? Apakah warga Syiah
di Sampang harus direlokasi agar konflik tak lagi terjadi? Relokasi adalah tahap kedua sebelum genosida, sebelum dibunuh. Paling tidak relokasi menunjukkan secara tegas bahwa they must not be here. Oleh karena itu kami akan anjurkan agar orang Syiah tidak boleh direlokasi. Mereka harus tetap tinggal di tempat mereka berada saat ini. Apa solusi terdekat yang harus diambil atas konflik Sampang? Mengapa kami tidak membangun masjid? Saya memang menganjurkan kepada IJABI untuk tidak membangun masjid. Bukan karena kami tidak punya uang, tapi karena beberapa alasan. Satu, karena takut dibakar. Kedua, karena khawatir dianggap memprovokasi orang-orang. Kami lebih mencintai persatuan ketimbang masjid. Ada sebuah lagu berjudul Using Things and Loving People dari BJ Thomas. Jadi kalau “things” itu kami “use”, kalau orang itu “we love.” Jadi bukannya “we do not love masjid,” karena masjid itu “thing.” Yang kami cintai itu “people.” Maka daripada bertengkar, lebih baik kecintaan ini kami lebur, lebih baik kami tidak dirikan masjid dan kami bergabung dengan mereka. Dengan banyaknya kesimpangsiuran tentang ajaran Syiah di masyarakat awam, apa yang sebenarnya ingin Anda luruskan tentang ajaran ini? Bagaimana hubungan Syiah sendiri dengan pemerintah Indonesia? Jadi secara politik, kami sama seperti kelompok-kelompok lain. Kami mempunyai hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia. Saya ingat, sekitar satu atau dua tahun lalu, pernah ada para ulama mengirim surat kepada Presiden untuk membubarkan Syiah. Surat itu mendarat dulu di Sekretariat Negara, kemudian Setneg memanggil kami. Kami memberi penjelasan tentang Syiah, dan alhamdulillah pihak pemerintah mendukung kami. Tapi
kenapa pemerintah saat ini lemah menyikapi konflik Sampang? Sebenarnya belum pernah dari dulu orang mengungkit masalah agama orang yang jadi gubernur. Tapi sekarang kok muncul? Kenapa bisa muncul begitu? Dan kenapa itu jadi menunjukkan negara lemah? Karena hal itu ternyata dibiarkan oleh pemerintah. Malah bukan hanya dibiarkan, tapi bahkan dibebaskan. Padahal ini akan menjadi preseden buruk ke depannya. Jadi boleh saja di kemudian hari kita menuding orang itu Cina, rasis, atau beragama seperti ini itu, karena bicara seperti itu tidak dianggap melanggar konstitusi. Hubungan Syiah dengan Iran sebenarnya bagaimana? Saya misalnya pernah protes ke Kedutaan Iran karena ketika saya mendirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat, orang lantas memuji itu sebagai bantuan Iran, menyebut saya dapat bantuan dari Iran. Maka saya bilang ke Kedutaan Iran, saya yang susah-payah mengumpulkan uang untuk membangun sekolah, kamu yang dapat pujian, apa kamu tidak malu? Sampai sekarang ini tidak ada bantuan Iran, kecuali bantuan-bantuan seperti buku atau seminar. Bantuan macam itu pun masih sering nombok, misalnya mereka kasih biaya Rp60 juta, ternyata biaya yang diperlukan Rp150 juta. IJABI sekarang mulai kapok juga bekerja sama Iran karena lebih sering rugi daripada untungnya. Tapi secara
ideologi, Syiah memang sama dengan Iran? Kami di sini juga menganut Syiah Itsna Asyariyah. Ada juga Syiah lainnya di Indonesia, yaitu Syiah Ismailiyah. Mereka ada di Bali dan Sulawesi, kebanyakan orang-orang keturunan India dan Pakistan. Yang membedakan Syiah Itsna Asyariyah dengan Syiah Ismailiyah adalah jumlah imamnya. Asyariyah imamnya ada 12, sedangkan imam Ismailiyah tidak terbatas. Asyariyah tidak punya imam-imam baru, dari dulu tetap 12, sementara imam Ismailiyah bisa berkembang sesuai perkembangan zaman. Anda pernah mengatakan sikap Syiah
berbeda dengan Ahmadiyah, karena jika pengikut Ahmadiyah diserang, maka membalas dengan senyuman. Namun ketika Syiah diserang, maka sewaktu-waktu akan melawan. Bisa dijabarkan? Masak kami diserang, diserbu, rumah dibakar, lalu kami tersenyum dan berkata “You are so good and so kind to me?” Selama ini saya menganjurkan kepada pengikut Syiah untuk tidak melakukan tindak kekerasan, kecuali kalau dalam keadaan terdesak. Seperti saat ini, ketika mereka mau dibunuh. Maka mereka terpaksa melawan. Kalau mereka tidak melawan, semua mati dong. Tapi kami melarang mereka menyerang lebih dulu karena itu diharamkan. Sepanjang sejarah, belum pernah ada cerita tentang kaum Syiah yang menyerang Sunni, kecuali dalam dongeng-dongeng ulama di Sampang dan cerita para majelis ulama di televisi. Mereka bilang itu ada berdasarkan data di lapangan, tapi sesungguhnya itu hanya ada dalam imajinasi mereka. Apa Anda selama ini pernah mendapat ancaman teror sebagai tokoh intelektual Syiah? Mereka menuntut, kalau pihak UIN tidak mengharamkan Jalaludin Rakhmat sebagai kandidat Doktor, maka mereka akan menghalalkan darah saya. Saya diancam, kalau nanti saya ujian akhir Doktor, mereka akan menumpahkan darah saya. Tapi UIN mempertahankan saya karena mereka menentukan kandidat Doktor berdasarkan pertimbangan ilmiah, bukan berdasarkan mazhab. UIN Makassar menyatakan tidak apa-apa jika nanti mereka dipanggil polisi. Disertasi saya soal “Pergeseran dari Sunnah Nabi kepada Sunnah Sahabat Nabi.” Maksudnya, kita kan beragama Islam berdasarkan sunnah Nabi. Padahal sebetulnya menurut hipotesis saya, yang kita jalankan bukan Sunnah Nabi, tapi sunnah Sahabat. Sunnah Nabi malah ditinggalkan. Itulah yang menimbulkan kemarahan beberapa ulama di sana yang tergabung dalam kelompok Wahdah Islamiyah. Oleh karena itu mereka menuntut saya untuk dihukum mati. Mereka juga pernah melaporkan saya ke polisi untuk ditangkap, tapi tidak digubris. Saya sebenarnya bisa menuntuk balik karena mereka mengancam nyawa saya. Saya pernah dianjurkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk berhubungan dengan Mabes Polri supaya saya dapat perlindungan keamanan, karena ancaman kepada saya sudah riil. Kompas juga waktu itu pernah memberitakan, pernah datang rombongan teroris dari Mindanao ke
sebuah pesantren di Flores. Dikatakan mereka akan menyerang santri-santri Syiah dan membunuh tokoh-tokoh Syiah di Indonesia. Menurut berita lain, disebutkan nama-nama tokoh itu, antara lain Jalaludin Rakhmat. Sementara diskriminasi ekonomi, bisa jadi ketika orang berdagang lalu diketahui dia Syiah, maka perdagangannya dibatalkan. Mengenai diskriminasi politik, saat ini banyak orang Syiah di lembaga legislatif. Sekiranya ketahuan Syiah, maka sudah pasti dipecat. (eh) Bagaimana perkembangan Syiah di Indonesia saat ini?Perkembangan syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia; Kedua, pasca revolusi Islam Iran; Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran; dan Empat, Tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.
Apakah Ada Syiah di Indonesia?Majelis Ulama Indonesia, MUI, menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia kecuali menghimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan beredarnya kelompok Syiah yang ekstrim.
Apakah Syiah masih merupakan bagian dari Islam?KOMPAS.com - Syiah merupakan salah satu ajaran agama atau aliran terbesar dalam Islam. Islam Syiah adalah aliran yang meyakini hanya keturunan Nabi Muhammad yang pantas menjadi khalifah. Syiah meyakini bahwa rasul Islam adalah Nabi Muhammad, yang menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penerus pemimpin Islam.
Siapa Tuhan agama Syiah?Syiah memiliki lima perkara pokok atau rukun Islam, yaitu: Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa. Al-'Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
|