Apa yang kamu ketahui tentang upacara lompo batu

Hombo (lompat) batu merupakan tradisi yang sangat populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari). Desa Bawo Mataluo adalah desa yang kaya dengan situs megalitik (batu besar) berukir dan di dalamnya terdapat perumahan tradisional khas Nias (omo hada).
Tradisi lompat batu adalah ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum. Para pemuda itu akan diakui sebagai lelaki pemberani dan memenuhi syarat untuk menikah apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter. Ada upacara ritual khusus sebelum para pemuda melompatinya. Sambil mengenakan pakaian adat, mereka berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat melewati bangunan batu yang tinggi tersebut. Banyak pemuda yang begitu bersemangat untuk dapat melompatinya.

Lihat Foto

BARRY KUSUMA

Tradisi Hombo Batu atau lompat batu di Kepulauan Nias, Sumatera Utara.

KOMPAS.com - Mungkin anda tidak lupa dengan gambar lompat batu yang ada di tata uang rupiah, karena tradisi ini sudah lama dan semakin tersapu jaman diabadikan di mata uang negara kita.

Kalau orang mendengar kata Nias, pasti akan terbersit akan budaya lompat batunya. Ya memang tradisi 'Hombo Batu' ini sangat unik dan memiliki nilai budaya yang tinggi.

Pada zaman dahulu desa-desa di Kepulauan Nias, Sumatera Utara banyak melakukan peperangan, karena mereka sering berperang antar desa satu dengan lainnya. Banyak desa yang memasang pagar batu yang tinggi sebagai pertahanan desa mereka.

Inilah yang menyebabkan prajurit-prajurit Nias yang boleh pergi berperang diharuskan berlatih untuk lompat batu yang umumnya tinggi di atas 2 meter.

Lihat Foto

BARRY KUSUMA

Tradisi Hombo Batu atau lompat batu di Kepulauan Nias, Sumatera Utara.

Bagi para pemuda Nias yang akan ikut perang persyaratan mereka harus bisa melompati tembok batu setinggi 2 meter ini agar memudahkan untuk menyerang desa musuh dan bisa langsung melompatinya.

Desa-desa adat di Nias rata-rata mempunyai menara batu yang digunakan untuk sarana latihan lompat ini, karena dahulu ini digunakan untuk pelatihan militer prajurit dan pemuda Nias.

Selain itu tradisi lompat batu saat ini dilakukan oleh seorang pemuda Nias untuk menunjukan bahwa dirinya sudah pantas dianggap dewasa dan matang secara fisik. Dengan melakukan tradisi ini, mereka akan diakui sebagai lelaki pemberani, telah memenuhi syarat untuk menikah.

Lihat Foto

BARRY KUSUMA

Tradisi Hombo Batu atau lompat batu di Kepulauan Nias, Sumatera Utara.

Karena saat ini perang adat sudah tidak pernah lagi terjadi, Hombo Batu ini sekarang diteruskan sebagai budaya saja. Namun tradisi ini tetap dilestarikan sampai sekarang terutama sebagai salah satu bentuk ritual upacara dan simbol budaya masyarakat Nias. (BARRY KUSUMA)Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita berikutnya

Editor: I Made Asdhiana

Lihat Foto

ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI

Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara, yang dalam bahasa daerah disebut Hombo Batu atau Fahombo.

KOMPAS.com - Ketika mendengar tentang Pulau Nias, sebagian orang akan tergambar di benaknya lompat batu, satu atraksi budaya yang telah terkenal hingga ke dunia internasional.

Desa Bawomataluo, merupakan salah satu desa yang terdapat tradisi lompat batu. Tradisi ini disebut Hombo Batu atau Fahombo. Desa ini berada di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatra Utara.

(Baca juga : Tak Perlu ke Luar Negeri, Laut Mati Juga Ada di Nias Utara)

Bawomataluo berarti bukit matahari. Hal ini karena desa ini berada di ketinggian 400 meter di atas bukit.

Warga dan wisatawan pun dapat melihat keindahan matahari terbit dan tenggelam di desa ini. Di "Bukit Matahari" itu masyarakat akan disuguhkan berbagai ragam atraksi adat dan budaya.

Hawanya sejuk karena di ketinggian. Selain itu, wisatawan bisa melihat rumah ada khas Nias yang masih lestari di desa ini.

Lihat Foto

ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI

Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara, yang dalam bahasa daerah disebut Hombo Batu atau Fahombo.

Hombo Batu merupakan tradisi yang muncul dari kebiasaan berperang antar-desa, masing-masing desa membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi dua meter.

Karena itu, tradisi lompat batu lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.

Baca juga: Menjelajah Situs Megalitik di Nias yang Berusia Ribuan Tahun

Baca tentang

Editor: I Made Asdhiana

Selain menjadi surga bagi para peselancar dengan keindahan lautnya, Pulau Nias adalah salah tempat sejarah megalitikum masih bisa ditemukan. Berbagai adat istiadat dan keunikan masyarakat Nias bisa Sahabat jumpai jika berkunjung ke sini. Salah satu budaya yang paling populer di sana adalah lompat batu Nias. Saking populernya, adegan seorang pria yang melompati batu ini pernah muncul dalam salah satu seri uang kertas Indonesia.

Tradisi lompat batu Nias oleh masyarakat setempat dikenal dengan istilah hombo batu atau fahombo. Batu yang sudah disusun setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 sentimeter harus dilompati oleh semua pemuda Nias yang sudah dianggap dewasa. Selain dipamerkan dalam beragam acara adat, fahombo menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis.

Di Pulau Nias, ketika seorang pria sudah berhasil melakukan fahombo, maka ia sudah matang secara fisik dan kelak akan menjadi samu’i mbanua atau la’imba hor seandainya muncul konflik dengan warga desa lain. Saking prestisiusnya tradisi ini, keluarga dari pemuda yang berhasil melompati batu, biasanya akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilan putranya.

Sejarah Fahombo

Menurut sejarah, fahombo pertama kali muncul karena seringnya terjadi peperangan antarsuku di Tanah Nias. Kala itu, setiap kampung memiliki bentengnya masing-masing. Untuk memenangkan peperangan, setiap pasukan harus memiliki kemampuan untuk melompatinya. Karena itulah dibuat tumpukan batu sebagai sarana untuk berlatih ketangkasan para pemuda untuk melompat.

sumber: geomagz

Meski tak lagi dilakukan untuk tujuan perang, fahombo masih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Nias. Tradisi lompat batu Nias kini menjadi semacam ritual untuk menunjukkan kedewasaan pemuda-pemuda di sana. Tradisi ini bahkan tak dilakukan oleh semua warga Nias, melainkan hanya di kampung-kampung tertentu saja.

Makna dan Waktu Pelaksanaan Fahombo

Fahombo lebih dari sekadar cara para pemuda Nias menunjukkan kedewasaannya. Proses latihan yang dilalui untuk bisa melompati batu setinggi dua meter ini bukanlah hal mudah. Perlu latihan keras dan waktu yang cukup lama agar fahombo bisa berjalan lancar tanpa ada cedera. Tradisi ini juga sekaligus menjadi cara untuk membentuk karakter yang tangkas dan kuat dalam menjalani kehidupan.

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan lompat batu, biasanya warga akan berkumpul di tempat pelaksanaan. Para peserta akan mengenakan baju adat yang khusus digunakan oleh para pejuang. Sambil berbaris, mereka semua menunggu giliran.

Tanpa ancang-ancang yang terlalu jauh, para pemuda ini berlari kencang, menginjakkan kaki pada tumpuan batu kecil di bawah sebelum akhirnya melayang di udara, melampaui batu besar setinggi 2 meter dan mendarat dengan selamat. Selama proses melompat, tidak boleh ada bagian tubuh yang menyentuh permukaan batu. Jika tidak, maka sang peserta dinyatakan gagal.

Setiap kampung di Pulau Nias, biasanya sudah memiliki lokasi masing-masing yang secara turun-temurun digunakan untuk pelaksanaan fahombo ini. Jika Sahabat berencana untuk berlibur ke Pulau Nias, menyaksikan tradisi lompat batu Nias ini akan jadi pengalaman tak terlupakan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA