Apa tujuan perencanaan revolusi industri jelaskan

Selasa, 20 Maret 2018

Kementerian Perindustrian telah merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta jalan) yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industry 4.0. Guna mencapai sasaran tersebut, langkah kolaboratif ini perlu melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi.


“Sejak tahun 2011, kita telah memasuki Industry 4.0, yang ditandai meningkatnya konektivitas,interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto padaacara Sosialisasi Roadmap Implementasi Industry 4.0 di Jakarta, Selasa (20/3).


Menperin menjelaskan, revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untukmenggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian, generasi kedua, melalui penerapan konsepproduksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan, generasi ketiga, ditandai denganpenggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.


“Padarevolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, dimana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya.Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik,” paparnya.


Untuk itu, sektor industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era Industry 4.0. Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem Industry 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.


Berdasarkan Global Competitiveness Report 2017, posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 100 negara.  “Walaupun telah naik sebesar 5 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi perlu terus dilakukan perubahan secara sistematis dan strategi yang jelas untuk berkompetisi,” ujar Airlangga.


Menperin juga menyampaikan, semua negara masih mempelajari implementasi sistem Industry 4.0, sehingga dengan penyiapan peta jalannya, Indonesia berpeluang menjadi pemain kunci di Asia. Kitamelihat banyak negara, baik yang maju maupun berkembang, telah menyerap pergerakan ini keagenda nasional mereka dalam rangka merevolusi strategi industrinya agar semakinberdaya saing global. Dan, Indonesia siap untuk mengimplementasikan,” tegasnya.


Implementasi Industry 4.0 tidak hanya memiliki potensi luar biasa dalam merombak aspek industri, bahkan juga mampu mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia.Kita punya pasar dalam negeri yang kuat, dan punya banyak talenta dari jumlah universitas yang ada, sehingga tersedianya pool of talent,” kata Menperin.


Jadi, langkah dasar yang sudah diawali oleh Indonesia, yakni meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program link and matchantara pendidikaan dengan industri. Upaya ini dilaksanakan secara sinergi antara Kemenperin dengan kementerian dan lembaga terkait seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.


Dengan menerapkan Industry 4.0, Airlangga menargetkan, aspirasi besar nasional dapat tercapai. Aspirasi tersebut secara garis besar, yaitu membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi di tahun 2030, mengembalikan angka net export industri 10 persen, peningkatan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta pengalokasiaan 2 persen dari GDP untuk aktivitas R&D teknologi dan inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.


Pada kesempatan yang sama, Sekjen Kemenperin Haris Munandar mengungkapkan, salah satu strategi Indonesia memasuki Industry 4.0 adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan untuk memperkuat fundamental struktur industri Tanah Air.



Adapun kelima sektor tersebut, yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri Otomotif, Industri Elektronik, Industri Kimia, serta Industri Tekstil. “Melalui komitmen dan partisipasi aktif dari pemerintah, swasta dan publik melalui kemitraan yang tepat sasaran, kita semua yakin bahwa Industry 4.0 akan membawa manfaat bagi bangsa dan Negara,” terangnya.


Revitalisasi manufaktur


Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara mengatakan, implementasi Industry 4.0 akan membawa peluang besar untuk merevitalisasi sektor manufaktur dan menjadi akselerator dalam mencapai visi Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030.


“Jadi, akan meningkatkan produktivitas industri kita dan dapat menciptakan lapangan kerja baru yang lebih bernilai tambah tinggi sebagai dasar dari fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang,” tuturnya.



Ngakan menegaskan, penerapan Industry 4.0 dinilai dapat menghasilkan peluang pekerjaan baru yang lebih spesifik, terutama yang membutuhkan kompetensi tinggi. Untuk itu, dibutuhkan transformasi keterampilan bagi SDM industri di Indonesia yang mengarah kepada bidang teknologi informasi.


“Studi yang dilakukan terhadap industri yang ada di Jerman menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja akan meningkat secara signifikan hingga 96 persen, khususnya di bagian R&D dan pengembangan software,” ungkapnya


Ia menambahkan bawa terjadi shifting pekerjaan karena penerapan Industry 4.0. “Pekerjaan nanti tidak hanya di manufaktur saja, akan berkembang ke supply chain, logistik, R&D. Selain itu, yang di sektor manufaktur juga perlu rescaling atau up-scaling untuk memenuhi kebutuhan,” ujarnya.


Dengan penggunaan teknologi terkini dan berbasis internet, menurut Ngakan, muncul pula permintaan jenis pekerjaan baru yang cukup banyak, seperti pengelola dan analis data digital, serta profesi yang dapat mengoperasikan teknologi robot untuk proses produksi di industri.


“Bahkan, ada beberapa potensi keuntungan yang dihasilkan sebagai dampak penerapan konsep Industry 4.0,” ujarnya. Keuntungan tersebut, antara lain mampu menciptakan efisiensi yang tinggi, mengurangi waktu dan biaya produksi, meminimalkan kesalahan kerja, dan peningkatan akurasi dan kualitas produk.



Agar menjamin keberlangsungan sistem Industry 4.0 berjalan secara optimal, Ngakan menyebutkan, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh industri. Kebutuhan penunjang itu di antaranya adalah ketersediaan sumber daya listrik yang melimpah, murah, dan kontinyu, serta ketersediaan infrastruktur jaringan internet dengan bandwidth yang cukup besar dan jangkauan luas (wide coverage).


Selanjutnya, ketersediaan data center dengan kapasitas penyimpanan yang cukup banyak, aman dan terjangkau,ketersediaan infrastruktur logistik modern, dan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung kebutuhan industri sesuai dengan karakter Industry 4.0.


Tidak hanya industri skala besar, Kemenperin juga mendorong kepada industri kecil dan menengah (IKM) agar ikut menangkap peluang di era Industry 4.0. “Kemenperin telah meluncurkan program e-Smart IKM. Ini yang perlu dimanfaatkan oleh mereka untuk lebih meningkatkan akses pasarnya melalui internet marketing,” imbuhnya.


Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

Share:


Konsep Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010, pada saat Kementerian Pendidikan dan Penelitian Federal Jerman (German Federal Ministry of Education and Research) mendesak untuk mengidentifikasi tren teknologi tinggi dan dampaknya terhadap masyarakat. Adanya perkembangan industri 4.0 saat ini didukung dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat, hal ini memungkinkan terjadinya otomatisasi di berbagai aspek bidang kehidupan tak terkecuali dalam bidang perencanaan kota. Hal ini mempermudah ragam kegiatan dan juga mengurangi waktu dan pengeluaran dalam setiap pelaksanaan program dan kegiatan.

Revolusi industri 4.0 adalah babak baru perindustrian yang lebih banyak memberi peran teknologi virtual dan bentuk-bentuk perindustrian yang kian canggih. Tantangan revolusi industri 4.0 harus direspons cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan sehingga mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global. Tantangan terbesar yang sedang dihadapi dunia saat ini, adalah bagaimana membentuk revolusi Industri 4.0, dalam menciptakan teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dengan cara yang fundamental yang dapat merubah perilaku manusia (Tjandrawinata, 2016).

Di Indonesia, salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggapi industri 4.0 ini adalah dengan meningkatkan komersialisasi teknologi yang tepat guna dengan cara kolaborasi antara industri, pemerintah, dan akademisi mulai gencar dilakukan, termasuk juga dengan meningkatkan dana investasi untuk melakukan riset di institusi pendidikan. Menurut Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dana riset yang dialokasikan pada 2018 meningkat menjadi Rp 2,45 triliun, dimana tahun sebelumnya adalah Rp 2,1 triliun. Dana riset sebesar tersebut akan difokuskan pada lima program khusus yaitu bidang energi, pangan kesehatan, kemaritiman, dan pariwisata. Kelima bidang tersebut merupakan bagian dari sepuluh rencana induk riset Indonesia pada 2015-2045. Nantinya hasil dari penelitan ini akan menghasilkan teknologi tepat guna yang berdaya saing untuk meningkatkan ekonomi negara dan daerah. Hal ini juga akan melahirkan ekosistem baru dalam pengembangan wilayah dan kota yang bernama science dan technopark. Merujuk pada Kementerian  Riset,  Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, science atau technopark didefinisikan sebagai suatu kawasan terpadu yang menggabungkan dunia industri, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan, kewirausahaan, perbankan, pemerintah pusat dan daerah dalam satu lokasi yang memungkinkan aliran informasi dan teknologi secara lebih  efisien dan cepat.  Bertujuan sebagai wahana hilirisasi IPTEK untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui penyebaran pusat-pusat pertumbuhan dalam rangka pemerataan antar wilayah. Pengembangan science dan technopark dapat mendukung pemerintah dalam menghadapi tantangan revolusi Industri 4.0, dimana science dan technopark dapat menjadi ekosistem ataupun infrastruktur untuk riset dan pengembangan IPTEK yang tepat guna karena didukung dengan peran serta seluruh pemangku kepentingan yang terkait yaitu industri, pemerintah, akademisi, dan juga komunitas. Dan bahkan Bappenas sudah mulai mengembangkan Pedoman Perencanaan science dan technopark tahun 2015-2019 di bawah  Deputi Bidang Ekonomi. Bagaimana cita-cita pendirian science dan technopark dimulai dari dokumen negara Nawa Cita.

Hal ini tentu saja akan berdampak pada perencanaan kota di Indonesia, yang mana secara sederhana telah dijelaskan bahwa perencanaan kota merupakan perencanaan yang melingkupi seluruh bidang aspek dimana diharapkan dapat menciptakan sistem perkotaan yang sinergis dan dapat mewujudkan cita-cita kota tersebut. Dalam Era Industri 4.0, sudah banyak aspek dalam perencanaan kota yang mengalami sedikit perubahan dalam melakukan penyusunan dan kajian terhadap perkotaan itu sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, konsep science dan technopark cukup penting dalam menghadapi perubahan industri 4.0. Sebagai bukti dari pentingnya pengembangan technopark adalah kontribusi besar technopark di Amerika Serikat dalam pengembangan ekonomi. Technopark ini menjadi wadah inkubator bisnis berbasis teknologi yang terus mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat sendiri technopark terus mengalami penambahan serta menawarkan banyak kemudahan, mulai dari tempat  produksi  dan  beberapa  layanan  yang  menjanjikan  bagi  pengusaha,  serta  membantu  menjalin  kontak  dengan  universitas  lokal  atau  pusat  penelitian, demikian juga dengan bantuan keuangan. Secara sederhana, dengan adanya technopark akan sangat membantu bagi para pengusaha baik yang baru merintis maupun memperbesar skala usahanya menjadi lebih mudah dan pastinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Di Indonesia, Konsep perencanaan dan pengembangan kota berbasis science dan technopark masih jarang ditemukan. Namun beberapa tahun belakangan, banyak muncul isu-isu pengembangan wilayah berbasis technopark di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan adanya Perencanan Kota berbasis Science dan Technopark diharapkan dapat memberikan dampak positif  bagi perkembangan Indonesia. Dari sisi ekonomi tentunya dapat mempermudah masyarakat untuk berwirausaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep pengembangan ini harus terus didukung dan dikembangkan agar Indonesia dapat berkembang dan tidak tertinggal dibanding dengan negara lain. Dibutuhkan perencanaan kota yang matang dan kajian lebih mendalam agar dalam perencanaan dan pengembangan kota di Indonesia kedepannya dapat tepat guna dan berdaya saing sehingga tidak tertinggal dengan negara tetangga. (MFAH)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA