Apa Maksud dari motto Utamakan bahasa Indonesia Lestarikan bahasa daerah kuasai bahasa asing?

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tuesday, 30 November 2021

Pendahuluan Pada  28  Oktober  1928,  Mohammad  Tabrani  menggagas  Kongres  Pemuda  Kedua sebagai  bentuk  cita-cita  berdirinya  negara  Indonesia.  Kongres  tersebut  pun  diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda dan menandai lahirnya 3 gagasan, yaitu bertanah air Indonesia, berbangsa  Indonesia,  dan  berbahasa  Indonesia.  Terutama  untuk  poin  ketiga,  para  pemuda pada saat kongres bersumpah bahwa bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan. Oleh  karena  itu,  sebagai  bentuk  upaya  penyelarasan  bahasa  Indonesia,  pemerintah  terus melakukan pengembangan hingga saat ini. Seiring berkembangnya zaman, eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar atau bahasa  baku  semakin  terancam  karena  hadirnya  globalisasi  dan  westernisasi.  Akibatnya banyak masyarakat Indonesia kurang memahami bahasa baku terutama pada pemuda yang hidup beriringan dengan berkembangnya teknologi. Hal tersebut yang membuat bahasa baku mulai  dikesampingkan.  Pada  dasarnya,  sejak  zaman  dahulu,  penggunaan  bahasa  baku memang  jarang  dilakukan  karena  adanya  akulturasi  dengan  bahasa  daerah.  Akan  tetapi, bahasa baku semakin tergeser dengan masuknya budaya asing.Oleh  karena  itu,  harus  ada  upaya  dari  pemerintah  dan  masyarakat  agar  bahasa Indonesia  yang  baik  dan  benar  tetap  eksistensi  digunakan  dalam  kehidupan  sehari-hari 

sebagai bentuk mengenang pahlawan dalam bingkai nasionalisme. 

Pembahasan   Bahasa  digunakan  sebagai  identitas  suatu  kelompok  masyarakat  untuk  dijadikan sebagai  media  penguat  identitas  kelompok.  Lebih  luasnya  lagi,  bahasa  digunakan  sebagai pembeda  antara  satu  daerah  atau  negara  lain.  Mengingat  bahasa  sebagai  suatu  identitas tersendiri,  bahkan  sebagai  warisan  yang  paling  berharga  dari  pahlawan,  secara  khusus pemerintah  memagari  tentang  kebahasan  dalam  beberapa  peraturan.  Pertama,  Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu  Kebangsaan,  terutama  Pasal  41  Ayat  (1)  yang  berbunyi,  “Pemerintah  wajib mengembangkan,  membina,  dan  melindungi  bahasa  dan  sastra  Indonesia  agar  tetap memenuhi  kedudukan  dan  fungsinya  dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa,  dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.” Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57  Tahun  2014  tentang  Pengembangan,  Pembinaan,  dan  Pelindungan  Bahasa  dan  Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bentuk turunan dari UU Nomor 24 Tahun 2009.   Dengan demikian, maka sudah dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah begitu serius dalam  menjaga  dan  memelihara  bahasa  Indonesia.  Selain  itu,  secara  khusus  pemerintah melalui  Kementerian  Pendidikan,  Budaya,  Riset,  dan  Teknologi  (Kemdikbudristek) membentuk Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) untuk memotori masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia. Sejak 1930, sudah ada usaha pembentukan 

dan  menjadi  cikal  bakal  Badan  Bahasa.

Dengan  adanya  sejarah  panjang  itu  pula,  maka bahasa  Indonesia  benar-benar  dijaga  dan  dipelihara.  Sesuai  dengan  slogan  Badan  Bahasa 

“Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing”, 

terutama “Utamakan Bahasa Indonesia” menjadi bentuk semangat untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian. Pada  dasarnya,  upaya  pembinaan  bahasa  Indonesia  menjadi  fokus  utama  ketika mengaitkan antara Badan Bahasa, UU Nomor 24 Tahun 2009, dan PP Nomor 57 Tahun 2014. Sebagaimana  Pasal  41  Ayat  (1)  UU  No.  24  Tahun  2009,  pemerintah  memiliki  kewajiban untuk  mengembangkan,  membina,  dan  melindungi  bahasa  dan  sastra  Indonesia  agar  tetap memenuhi  kedudukan  dan  fungsinya  dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa,  dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman. Melihat  upaya  yang  dilakukan  oleh  pemerintah,  hingga  perihal  pembinaan  bahasa Indonesia termuat dalam konstitusi, maka sudah seharusnya ada dukungan dari masyarakat. Namun,  ada  sebuah  pertanyaan  mendasar,  sejauh  mana  masyarakat  mencintai  bahasa Indonesia?  Pertanyaan  tersebut  tidak  lepas  dari  banyaknya  masyarakat  yang  tidak  terlalu memedulikan penggunaan bahasa baku karena dianggap terlalu kaku. Masyarakat lebih suka menggunakan bahasa gaul dengan mencampurkan bahasa Indonesia, daerah, dan asing. Menanggapi  fenomena  tersebut,  menurut  pakar  linguistik  Universitas  Indonesia, Bernadette  Kushartanti,  mengatakan  bahwa  ini  merupakan  risiko  kontak  bahasa.  Ia  juga menyebutkan bahwa hal tersebut tidak dapat dihindari karena memang ada interaksi setiap bahasa. Pada dasarnya, hal tersebut bukan sebuah kekhawatiran karena harus dilihat dari dua sisi karena harus mengungkapkan bahasa dengan benar, tetapi kalau menggunakan bahasa baku, maka akan menjadi terasing pada situasi tertentu. Senada dengan Bernadatte, penulis buku Xeneglosofilia, Kenapa Harus Nginggris? dan  pegiat  bahasa  Indonesia  di  media  sosial,  Ivan  Lanin,  berpendapat  bahwa  adanya pencampuran  bahasa  menunjukkan  adanya  tingkat  intelektualitas  yang  lebih  tinggi.  Selain 

itu, ia mengatakan bahwa fenomena tersebut memang sudah lama terjadi, bahkan sebelum 

Indonesia merdeka. Namun, jika fenomena tersebut digunakan dalam ragam formal, maka sudah saatnya kekhawatiran harus ditingkatkan. Meskipun  demikian,  penulis  menilai  bahwa  sudah  saatnya  masyarakat  harus meningkatkan penggunaan bahasa baku, terutama pada kegiatan formal. Selain itu, dalam hal kepenulisan,  perlu  juga  adanya  penggunaan  bahasa  baku  karena  sering  kali  terdapat kekeliruan dalam penggunaan bahasa baku. Dengan demikian, eksistensi bahasa baku tetap terjaga  meskipun  hanya  biasa  digunakan  pada  kegiatan  formal.  Ada  berbagai  macam  cara mengenang  pahlawan,  salah  satunya  mengutamakan  bahasa  Indonesia  karena  menghargai perjuangan mereka dalam merumuskan bahasa Indonesia sebagai identitas negara. Maka dari itu, penguatan identitas nasional bangsa Indonesia bisa dilakukan dengan cara  paling  kecil,  yaitu  menggunakan  bahasa  Indonesia.  Semakin  bangga  menggunakan bahasa  Indonesia,  maka  semakin  kuat  identitas  kita  sebagai  bangsa  Indonesia.  Selain  itu, secara  tidak  sadar  kita  telah  turut  menghargai  dan  mengenang  pahlawan  yang  telah merumuskan  bahasa  Indonesia  sejak  dahulu.  Hingga  akhirnya  dapat  memperkuat  rasa nasionalisme di antara masyarakat Indonesia. Penutup   Menggunakan bahasa baku bukan berarti akan terlihat kaku. Terlebih dengan adanya slogan “Utamakan Bahasa Indonesia” akan membuat kita semakin cinta menggunakan bahasa Indonesia. Secara tidak dasar kita telah menghargai dan mengenang pahlawan dalam bingkai nasionalisme.   Adapun  saran  yang  dapat  diberikan  yaitu  sesering  kali  membuka  KBBI  untuk memperluas perbendaharaan bahasa Indonesia kita. Selain itu, ikuti UKBI (Uji Kemahiran 

Berbahasa Indonesia) jika ingin tahu sejauh mana tingkat bahasa Indoensia kita. 

Oleh: Muhammad Torieq Abdillah (UIN Antasari Banjarmasin)

Referensi 

“Apakah kita perlu khawatir dengan penggunaan bahasa ‘anak Jaksel’?”  BBC  News Indonesia.  Diakses  6  November  2021.  //www.bbc.com/indonesia/trensosial-45499464. “Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan | Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai bahasa Asing.” Diakses  7  November  2021. //badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sejarah. Bulan, Deanty Rumandang. “BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL BANGSA INDONESIA.” JISIPOL | Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 3, no. 2 (29 Juni 2019): 23–29. kumparan. “Kesadaran Generasi Z Akan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar.” Diakses 6 November  2021.  //kumparan.com/garry-pakpahan/kesadaran-generasi-z-akan-bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar-1v0fGsQMZCI. “PP No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan Pembinaan Dan Pelindungan Bahasa Dan Sastra Serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia [JDIH BPK RI].” Diakses 7 November 2021. //peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5497. Sudaryanto, Sudaryanto, dan Wening Sahayu. “Badan Bahasa, Pembinaan Bahasa, Dan Perpres Nomor 63 Tahun 2019: Refleksi Dan Proyeksi.” Kode: Jurnal Bahasa 9, no. 4 (31 Desember 2020): 176–87. //doi.org/10.24114/kjb.v9i4.22285. “UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan  [JDIH  BPK  RI].”  Diakses  7  November  2021. //peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38661/uu-no-24-tahun-2009. 

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tuesday, 30 November 2021

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA