Apa itu amar makruf nahi mungkar

Amar ma'ruf nahi munkar (al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang maksudnya sebuah perintah sbg mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya adalah wajib.

Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sbg berikut:

Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17)

Bila kita tak mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, karenanya Allah akan menyiksa kita dengan pimpinan yang zhalim dan menindas kita dan tak mengabulkan segala doa kita:

Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tak, karenanya Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di sela kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di sela kamu berdo’a dan tak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Dzar) [1]

Amar ma'ruf nahi munkar diterapkan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan (kekuasaan) bila dia adalah penguasa/punya posisi, dengan lisan atau minimal membencinya dalam hati atas kemungkaran yang telah tersedia, dituturkan bahwa ini adalah selemah-lemahnya iman seorang mukmin.[1]

Referensi

  1. ^ Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- bicara, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Benda/barang siapa di sela kamu yang melihat kemungkaran, karenanya hendaklah dia mengubah (mengingkari) dengan tangannya, bila tak dapat hendaklah dia mengubah (mengingkari) dengan lisannya, bila tak dapat hendaklah dia mengubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49).

Tautan luar

  • Amar Ma’ruf Nahi Mungkar di website Muslim.or.id
  • Website Nahi Munkar
  • Website Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Lihat juga

  • Daftar topik agama Islam
  • Islam


edunitas.com

Akhir-akhir ini, terutama di era informasi, era digital, dan era media sosial (medsos), banyak acara atau program yang memuat konten keagamaan, dibuat dan dikemas secara personal ataupun kelembagaan dalam berbagai media dan platform yang diatasnamakan dan dimaksudkan sebagai dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar, bahkan jihad.

Memang, dakwah dan amar ma’ruf-nahi munkar, termasuk jihad, adalah ajaran dan perintah Islam. Sungguhpun begitu, dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk di dalamnya jihad, tidak mesti dan tidak layak dilakukan oleh setiap Muslim, karena sangat berkaitan dengan persyaratan dan kriteria yang ketat dan konteks yang tepat pula.

Tidak sedikit orang yang berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi justru berseberangan dengan ajaran Islam itu sendiri, bahkan mencederai citra Islam sebagai agama yang mulia. Bagaimana sejatinya berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dalam perspektif Islam? Mari kita perhatikan dengan seksama firman Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci Al-Qur’an Al-Karim:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: ”Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Âli ‘Imrân [3]: 104)

Imam Jalâl ad-Dîn as-Suyûthî (849-911 H/1445-1505 M), dalam kitab yang sangat populer, Tafsîr al-Jalâlain, dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan:

ومن للتبعيض لأن ما ذكر فرض كفاية لا يلزم كل أمة ولا يليق بكل أحد كالجاهل

Artinya: ”Huruf min untuk arti sebagian, karena apa yang telah disebutkan (dalam ayat 104 itu, yakni dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar) merupakan fardhu kifâyah, tidak layak dilakukan oleh setiap orang, seperti orang yang bodoh (tidak berpengetahuan)” (al-‘Allâmah Ahmad as-Shâwî al-Mâlikî, Hâsyiyat al-‘Allâmah as-Shâwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain, Beirut: Dâr al-Fikr, 1993, Juz I, h. 229).

Syekh Muhammad Thâhir Ibn ‘Âsyûr (1296-1393 H/1879-1973 M), tokoh Islam dan pakar fikih berkebangsaan Tunisia, dalam kitab tafsirnya, at-Tahrîr wa-at-Tanwîr, menjelaskan tingkatan dakwah: “Sungguh dakwah kepada kebaikan itu bertingkat-tingkat: di antaranya ada tingkatan yang bisa dilakukan oleh setiap Muslim; dan ada tingkatan dakwah yang memerlukan pengetahuan yang (hanya) dilakukan oleh ahlinya, dan inilah yang dinamakan fardhu kifâyah, yakni bila sudah dilakukan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban atas yang lainnya. (Dalam hal ini) Menjadi jelas sekelompok orang yang menjalankan dakwah ini (harus) dengan memenuhi persyaratan-persyaratannya, seperti punya energi kekuatan dalam mengangkat pedang (senjata) –dalam situasi perang [pen.], bisa berenang dalam menyelamatkan orang yang tenggelam, dan mempunyai ilmu tentang ajaran-ajaran agama mengenai beramar ma’ruf nahi munkar, juga (syarat mengenai) jumlah orang yang diperlukan melakukan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar tersebut….” (Syekh Muhammad Thâhir ibn ‘Âsyûr, at-Tahrîr wa-at-Tanwîr, ad-Dâr at-Tûnîsiyyah li-an-Nasyr, Tunisia, 1984, Jilid IV: 39).

Selanjutnya, berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar, terdapat persyaratan atau kriteria khusus. Ada lima persyaratan atau kriteria amar ma’ruf nahi munkar itu, sebagaimana dikemukakan oleh Sulthân al-Auliyâ’ Syekh ‘Abd al-Qadîr al-Jîlânî al-Hasanî (470-561 H), dalam kitabnya al-Gunyah li-Thâlibi Tharîq al-Haqq. Syekh ‘Abd al-Qadîr al-Jîlânî membuatsuatu fasal berikut:

Orang yang beramar ma’ruf nahi munkar harus memenuhi lima persyaratan: Pertama, ia mengetahui sesuatu yang diperintahkan dan sesuatu yang dilarang. Kedua, tujuan atau motivasi dari amar ma’rufnya adalah mencari ridha Allah dan meluhurkan agama-Nya, serta meninggikan Kalimat-Nya, bukan karena riyâ’, sum‘ah, dan kebanggaan bagi diri sendiri. Ia akan membantu dan membimbing orang yang berbuat kemungkaran ke arah kebaikan, jika memang ia (orang yang beramar ma’ruf nahi munkar) berlaku benar dan ikhlas.

Ketiga, perintah dan larangannya dilakukan dengan lemah lembut, ramah dan kasih sayang. Nasihat disampaikan dengan cara yang baik, bukan dengan keras dan marah-marah, agar ia tidak mempersamakan musuhnya itu dengan setan yang terkutuk. Nabi dalam hadits Usâmah bersabda: ”Tidaklah patut bagi seseorang yang menyeru kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran, sehingga di dalam dirinya terpenuhi tiga macam: memahami apa yang dia perintahkan; memahami apa yang dia larang; dan lemah lembut terhadap sesuatu yang dia perintah dan lemah lembut terhadap sesuatu yang dia larang.”

Keempat, ia menjadi seorang yang penyabar, murah hati, toleran, rendah hati, mampu mengontrol hawa nafsu, kuat hatinya, penurut (tidak beringas atau sangar), laksana dokter yang mengobati pasiennya, bijak bestari yang mengobati orang gila, dan pemimpin yang memberikan petunjuk.

Kelima, ia melaksanakan sesuatu yang dia perintahkan, menjauhi sesuatu yang dia larang, dan tidak berlumuran dengan sesuatu yang dilarang tersebut, agar ia tidak dikuasi oleh mereka, yang justru menjadikannya hina dan tercela di hadapan Allah Taala.” (Syekh ‘Abd al-Qadîr al-Jîlânî, al-Gunyah li-Thâlibi Tharîq al-Haqq fî al-Akhlâq wa-al-Tashawwuf wa-al-Âdâb al-Islâmiyyah, Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, t.t., juz I, h. 51-53).

Lebih lanjut, dalam beramar ma’ruf nahi munkar juga penting memperhatikan etikanya, sebagaimana dijelaskan Syekh ‘Abd al-Qâdir al-Jîlânî:

(فَصْلٌ) وَالْأَوْلَى لَهُ إِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَأْمُرَهُ وَيَنْهَاهُ فِيْ خَلْوَةٍ لِيَكُوْنَ ذَلِكَ أَبْلَغَ وَأَمْكَنَ فِي الْمَوْعِظَةِ وَالزَّجْرِ وَالنَّصِيْحَةِ لَهُ وَأَقْرَبَ إِلَى الْقَبُوْلِ وَالْإِقْلَاع

(Fasal) Yang utama baginya (orang yang beramar ma’ruf nahi munkar) adalah jika ia mampu memerintah seseorang atau melarang seseorang di tempat atau keadaan yang sepi, agar itu lebih mengena dan lebih efektif dalam memberikan mau‘izhah, larangan, dan nasihat kepadanya, serta lebih diterima dan produktif (berhasil).

Menjadi clear (jelas dan nyata) bahwa dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar tidaklah mudah dan tidaklah serta-merta dapat dilakukan oleh setiap orang atau media publik, tetapi harus memenuhi persyaratan dan kriteria yang ketat. Bagi siapa pun yang tidak mempunyai kompetensi atau ilmu keagamaan yang cukup memadai tentang suatu bidang atau tema keagamaan, maka dilarang berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang tersebut, terlebih ditujukan kepada publik (masyarakat umum), dan dengan berbagai media dan platform apa pun: televisi dan radio, media cetak, digital (online) ataupun medsos, karena hal itu justru bisa mengakibatkan mafsadat atau kerusakan terhadap umat, dan citra Islam sebagai agama mulia, agama rahmatan lil ‘alamin. Padahal sungguh jelas mafsadat wajib dihindarkan (lâ dharar wa-lâ dhirâr, dar’ al-mafâsid muqaddamun ‘alâ jalb al-mashâlih)!

Ahmad Ali MD, Wakil Sekretaris Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI-MUI).

Apa arti dari amar makruf nahi mungkar itu?

Amar makruf nahi mungkar dalam istilah fiqh disebut dengan al Hisbah. Perintah yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak atau menganjurkan perilaku kebaikan dan mencegah perilaku buruk.

Apa contoh amar ma ruf nahi munkar?

Contoh amar ma'ruf nahi mungkar ialah :.
Mengajak teman kita belajar agar tidak mencontoh saat ujian..
Mencegah teman kita yang hendak mencuri..
Mengajak teman kita berpuasa..

Jelaskan apa yang dimaksud dengan amar ma ruf?

Secara bahasa amar ma'ruf artinya menyuruh orang berbuat baik, sementara nahi munkar artinya melarang orang berbuat yang jahat. Allah Swt. berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 104 yang artinya, “Hendaklah ada di antara kamu orang-orang yang selalu mengajak orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat.

Apakah hukum melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar?

Amar ma'ruf nahi munkar hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya bila sudah ada sebagian orang yang melaksanakan maka gugurlah kewajiban tersebut atas orang lainnya, tetapi bila tidak ada yang mengerjakan dan semua orang meninggalkan, maka dosalah semua orang yang tidak udzur.