Apa gelar yang diberikan pemerintah kepada Sultan Hasanuddin

Kapanlagi.com - Sultan Hasanuddin menjadi salah satu pahlawan nasional dari wilayah Timur Nusantara. Karena itulah Sultan Hasanuddin dijuluki sebagai Si Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya melawan penjajah.

Sultan Hasanuddin dikenal sebagai pahlawan nasional sekaligus Sultan Kerajaan Islam Gowa Tallo ke-16. Sultan Hasanuddin menjadi memimpin kerajaan Gowa Tallo dari tahun 1653 hingga 1669. Berdasarkan sejarahnya, biografi Sultan Hasanuddin seringkali muncul dalam pendidikan sejarah di sekolah.

Karena itulah sampai saat ini penting mengetahui dan mengenal lebih jauh tentang Sultan Hasanuddin dan perjuangannya dalam melawan penjajah. Sebagai gambaran singkat, Sultan Hasanuddin adalah sosok pahlawan nasional dan Sultan yang dikenal sangat pemberani, gigih, berwibawa serta bijaksana. Apalagi perjuangannya dalam melawan VOC yang ingin merebut rempah-rempah di wilayah Timur Nusantara penting kalian ketahui.

Berikut ini ulasan tentang Sultan Hasanuddin dan perjuangan melawan penjajah. Langsung saja simak ulasannya tentang biografi Sultan Hasanuddin si Ayam Jantan dari Timur telah dirangkum kapanlagi.com dari berbagai sumber.

 

(credit: wikipedia.org)

Sultan Hasanuddin adalah salah satu pahlawan nasional sekaligus raja ke-16 dari Kerajaan Islam Gowa Tallo, Sulawesi. Perjalanan hidup Sultan Hasanuddin sebagai seorang pahlawan nasional dan raja memang memiliki sejarah cukup panjang. Dalam dunia sejarah Indonesia, perjuangan Sultan Hasanuddin sangatlah berjasa bagi NKRI. Karena itulah hingga kini biografi Sultan Hasanuddin sebagai seorang pahlawan dan raja seringkali muncul dalam pendidikan sejarah sekolah.

Mengenai biografi Sultan Hasanuddin, pahlawan nasional dari Sulawesi ini lahir pada 12 Januari 1631 di Makassar dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.

Ya, selain dikenal sebagai seorang pahlawan nasional Sultan Hasanuddin juga telah dinobatkan sebagai seorang Raja ke-16 Kerajaan Islam Gowa Tallo ketika usianya masih sangat muda. Pasalnya Sultan Hasanuddin merupakan keturunan dari Sultan Malikussaid, yakni Sultan Kerajaan Gowa Tallo ke-15. Sedangkan ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu.

Kecerdasan Sultan Hasanuddin memang tidak diragukan lagi terutama dalam berdagang. Bahkan, beliau dikenal sebagai seorang yang pintar serta mewarisi jiwa kepemimpinan sang ayah sejak usianya masih kecil. Ya, sejak usianya masih kecil Sang Ayah sepertinya sudah mempersiapkan Sultan Hasanuddin sebagai penerusnya. Pasalnya ayah Sultan Hasanuddin diketahui seringkali melibatkan Sultan Hasanuddin di sejumlah pertemuan penting. Hal ini dilakukan agar Sultan Hasanuddin dapat menimba ilmu tentang strategi perang sekaligus diplomasi.

Sedangkan berdasarkan sejarah Sultan Hasanuddin terkait biografinya, beliau telah memilki jabatan penting di kerajaan ketika berusia 21 tahun. Ketika itu jabatan yang diterimanya yakni memiliki jabatan penting dalam urusan pertahanan Gowa Tallo. Sedangkan dirinya dinobatkan sebagai seorang raja pada usia antara 22 tahun (1653) serta ada juga yang menyebut berusia 24 tahun (1655).

Setelah menjabat sebagai Raja ke-16 Gowa Tallo, Sultan Hasanuddin memiliki andil besar dalam mempertahankan wilayah kerajaan serta perjuangannya dalam melawan penjajah. Sultan Hasanuddin menjadi Sultan Gowa Tallo ke-16 dari tahun 1653 hingga 1669. Beliau wafat pada 12 Juni 1670 ketika usianya masih 39 tahun. Beliau dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-Raja Gowa.

(credit: unsplash.com)

Setelah mengetahui biografi Sultan Hasanuddin, kali ini akan mengulas mengenai perjuangan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajah. Perjuangan Sultan Hasanuddin dimulai setelah beliau telah dinobatkan sebagai seorang Raja. Sultan Hasanuddin berjuang melawan penjajah yang datang ke wilayah Gowa. Ketika itu penjajah dari Belanda berusaha mengambil kekayaan rempah-rempah dan menguasai perdagangan di wilayah Indonesia salah satunya Gowa.

Pasalnya wilayah Gowa diketahui adalah daerah cukup strategis di wilayah Timur Nusantara dalam dunia perdagangan karena menjadi gerbang yang menghubungkan berbagai pulau di Nusantara seperti Pulau Jawa, Kalimantan serta Maluku. Begitu juga dengan kekayaan rempah yang luar biasa di wilayah tersebut membuat Belanda datang ingin melakukan monopoli perdagangan. VOC mulai melancarkan aksi kecurangannya untuk menguasai perdagangan di wilayah tersebut. Pada tahun 1660 terjadilah pertempuran antara Belanda dan Kerajaan Gowa Tallo yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin.

Namun pertempuran tersebut berhasil sedikit diredakan melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Belanda kemudian menemukan strategi untuk merobohkan pertahanan kerajaan Gowa. Belanda berusaha menghasut sejumlah wilayah kerajaan yang berada di bawah kerajaan Gowa. Akhirnya di tahun 1662 terjadi perang antar saudara yakni Kerajaan Bone yang dipimpin Arung Palakka.

Sepanjang tahun tersebut hingga 1669 terjadi peperangan sengit antara Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajah bahkan melawan kerajaan yang telah bersekutu dengan Belanda. Tahun 1667 yakni 18 November, Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian Bongaya yang membuat Gowa semakin melemah. Namun Sultan Hasanuddin berusaha mempertahankan wilayah dan rakyatnya meskipun Belanda sudah memiliki kekuatan penuh.

Sampai pada tahun 1669 tepatnya 12 Juni, Sultan Hasanuddin dan Belanda kembali bertempur. Sayangnya pada pertempuran tersebut Belanda berhasil menguasai Benteng Sombaopu. Meski begitu Sultan Hasanuddin tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyerah pada Belanda.

(credit: pixabay.com)

Perjuangan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajah memang begitu luar biasa. Tidak heran jika ada beberapa sikap kepahlawanan Sultan Hasanuddin yang bisa kita teladani. Sultan Hasanuddin dikenal dengan keberaniannya yang luar biasa dalam melawan penjajah. Selain memiliki keberanian dalam melawan penjajah, Sultan Hasanuddin juga dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan berwibawa.

Kegigihannya dalam melawan penjajah dan mempertahankan wilayah kekuasaan serta kepentingan rakyat bisa jadi salah satu sikap kepahlawanan Sultan Hasanuddin yang bisa kita pelajari. Terlebih berdasarkan sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin di atas, Sultan Hasanuddin melakukan berbagai bentuk dan strategi perlawanan dalam mengusir penjajah VOC. Di antaranya yakni menyatukan wilayah di Timur Nusantara serta membuat kekuatan militer untuk melawan Belanda. Karena inilah beliau dikenal sebagai pahlawan yang gigih dalam melawan penjajah.

(credit: unsplash.com)

Ada beberapa julukan dan gelar yang diberikan untuk Sultan Hasanuddin. Namun seperti diketahui nama Sultan Hasanuddin, baru beliau dapatkan ketika dinobatkan sebagai raja ke-16 menggantikan raja ke-15 yang merupakan ayahnya. Ketika naik takhta, beliau mendapatkan gelar Sultan Hasanuddin.

Namun setelah beliau wafat, mendapatkan gelar sebagai Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana. Sedangkan karena keberaniannya, Sultan Hasanuddin juga memiliki julukan sebagai De Haantjes van Het Osten atau Ayam Jantan dari Timur. Julukan tersebut diberikan oleh Belanda karena keberanian dan kegigihan Sultan Hasanuddin melawan penjajah. Selanjutnya, merujuk pada surat Keputusan Presiden No.087/TK/1973, Sultan Hasanuddin diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973.

Itulah ulasan tentang Sultan Hasanuddin dan perjuangan melawan penjajah. Semoga dengan pembahasan di atas dapat membantu kalian mengenal sejarah tentang Sultan Hasanuddin salah satu pahlawan nasional yang berjasa di Nusantara.

Yuk Baca Artikel Lainnya

TRIBUNNEWS.COM - Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.

Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631.

Sosok Sultan Hasanuddin yang pemberani dalam mengusir penjajah dari Sulawesi Selatan membuat Belanda memberikan julukan Ayam Jantan dari Timur atau de Haav van de Oesten.

Sultan Hasanuddin berusaha menyatukan semua kerajaan di sisi timur Indonesia untuk berperang melawan Belanda, yang dimulai pada 1660.

Sultan Hasanuddin bahkan berhasil menguasai dua kapal penjajah, de Walvisch dan de Leeuwin.

Sultan Hasanuddin pernah menandatangani perjanjian paling terkenal selama era kolonial yaitu Perjanjian Bungaya.

Perjanjian ini menandai dimulainya monopoli pasar oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Sultan Hassanudin wafat di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Juni 1670, mengakhiri keberaniannya yang luar biasa pada umur 39 tahun. 

BACA SELANJUTNYA >>>

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.

Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631.

Sosok Sultan Hasanuddin yang pemberani dalam mengusir penjajah dari Sulawesi Selatan membuat Belanda memberikan julukan Ayam Jantan dari Timur atau de Haav van de Oesten.

Sultan Hasanuddin berusaha menyatukan semua kerajaan di sisi timur Indonesia untuk berperang melawan Belanda, yang dimulai pada 1660.

Sultan Hasanuddin bahkan berhasil menguasai dua kapal penjajah, de Walvisch dan de Leeuwin.

Sultan Hasanuddin pernah menandatangani perjanjian paling terkenal selama era kolonial yaitu Perjanjian Bungaya.

Perjanjian ini menandai dimulainya monopoli pasar oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Sultan Hassanudin wafat di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Juni 1670, mengakhiri keberaniannya yang luar biasa pada umur 39 tahun. 

Sultan Hasanuddin atau yang dikenal sebagai Mallombosi adalah putra kedua dari Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-15.

Ibu Mallombosi bukanlah permaisuri, maka seharusnya Mallombosi tidak berhak menduduki tahta kerajaan Gowa.

Saat Sultan Malikussaid meninggal dunia pada 1655, para pejabat kerajaan sepakat menobatkan Mallombosi sebagai raja.

Mallombosi semenjak kecil terkenal akan prestasinya yang luar biasa dan sering memperlihatkan jiwa kepemimpinan.

Sultan Hasanuddin juga pandai bergaul tidak hanya di lingkungan istana dan rakyat, tetapi juga orang asing yang berkunjung ke Makassar untuk berdagang.

Sultan Malikussaid ternyata memang mengarahkan Mallombosi untuk menjadi pewaris tahta kerajaan dengan mengajarkan berbagai keahlian seperti cara menjalankan pemerintahan, diplomasi dan strategi peperangan.

Di usia 20 tahun, Mallombosi sudah dikirim sebagai utusan resmi kerajaan Gowa untuk menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lain.

Ayahnya juga mengangkat Mallombosi sebagai panglima perang.

I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 dengan gelar Sultan Hasanuddin pada bulan Nopember 1653 pada usia 22 tahun.

Saat Sultan Hasanuddin menaiki tahta kerajaan, hubungan antara Gowa dengan Vereenigde Oast Jndische Compagnie (VOC) sedang memanas.

Pertentangan ini telah terjadi semenjak masa pemerintahan ayahnya.

Gowa saat itu merupakan kerajaan besar dan menguasai lalu lintas perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur.

Bahan dagang utama ialah rempah-rempah yang berasal dari Kepulauan Maluku.

VOC menganggap orang-orang Makassar dan kerajaan Gowa sebagai penghalang misi mereka menjalankan monopoli perdagangan di kawasan itu.

Gowa menganut politik bebas dalam hal perdagangan yang artinya mereka berdagang dengan pihak mana pun yang dianggap akan menguntungkan.

VOC melarang orang-orang Makassar berdagang dengan musuh-musuh Belanda (VOC) seperti Portugis dan sebagainya.

Keinginan VOC ditolak oleh Sultan Malikussaid.

Karena menduga sewaktu-waktu mereka harus berhadapan dengan VOC, Sultan Malikussaid menghimpun kekuatan dengan membentuk peresekutuan dengan kerajaan lain di sekitar Gowa.

Sayangnya beberapa kerajaan menolak untuk bergabung seperti Wajo, Bone, Soppeng dan Bantaeng.

Sultan Malikussaid bahkan memerangi Bone pada tahun 1644 karena menolak bergabung.

Sehingga ketika Hasanuddin menjadi raja, beberapa kerajaan kecil sudah bersiap untuk melepaskan diri dari kekuasaan Gowa.

Arung Palakka (atau Aru Palaka) memberontak dengan dibantu oleh Raja Soppeng.

Pemberontakan itu berhasil dipatahkan, tetapi Arung Palakka melarikan diri ke Buton dan mendapat perlindungan dari Sultan Buton.

Bersama dengan kurang lebih 400 orang pengikutnya, Aru Palaka kemudian berangkat ke Jakarta dan bergabung dengan VOC.

Pada tahun 1662, kapal VOC de Walvish memasuki perairan Ujung Pandang (sekarang disebut Makassar) tanpa izin.

Sultan Hasanuddin kemudian menyita kapal itu beserta 16 pucuk meriam.

Dua tahun kemudian terjadi lagi insiden kapan VOC de Leeuwin yang kandas di Pulau Dayang-dayangan.

Sebanyak 100 orang anak buah kapal mati tenggelam dan sisanya sebanyak 162 orang ditawan oleh Gowa.

Melihat sikap Hasanuddin yang keras, VOC berusaha membujuk Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker pada tahun 1665 mengutus Joan van Wesenhagen ke Gowa untuk menemui Hasanuddin.

Usaha perdamaian itu gagal karena Sultan Hasanuddin merasa VOC merugikan kepentingan Gowa.

Saat Gowa menyerang Buton karena telah melindung Arung Palakka, VOC melibatkan diri sebagai sekutu.

Pada tanggal 24 November, Cornelis Speelman berangkat dari Batavia (sekarang Jakarta) menuju Gowa.

Speelman mengirim utusan untuk menyampaikan tuntutan VOC yang kemudian ditolak oleh Sultan Hasanuddin.

Pada 21 Desember 1666, VOC menyatakan perang dengan Gowa.

Saat itu sebagian pasukan Gowa terlibat perang di Buton.

Namun VOC gagal karena masyarakat Gowa yang siap tempur berhasil memukul mundur pasukan Belanda.

Pasukan Belanda terdesak dan mundur ke Buton.

Di Buton, perang besar terjadi antara pasukan Gowa melawan Buton, Belanda dan pasukan Arung Palakka.

Pasukan Gowa kalah dan pemimpin mereka, Karaeng Bontomarannu bersama Datu Luwu dan Sultan Bima ditawan oleh Belanda.

Sultan Hasanuddin menarik simpati rakyat Bone dengan melepaskan tawanannya, Raja Bone, La Maddaremmeng.

Namun begitu kembali ke Bone, Maddaremmeng menyerahkan kekuasaannya kepada Arung Palakka.

Pertempuran besar kembali terjadi pada 7 Juli 1667.

Pertempuran yang telah berlangsung selama beberapa bulan itu menimbulkan kerugian yang cukup banyak di pihak Gowa.

Kekuatan mereka menjadi lemah dan banyak prajurit yang tewas.

Menyadari hal itu, Sultan Hasanuddin akhirnya menerima tawaran Belanda untuk mengadakan perundingan damai.

Perjanjian Bungaya terjadi pada 18 November 1667 berisi hal-hal yang merugikan rakyat Gowa.

Sultan Hasanuddin bertekad untuk mengalah dan menanti waktu terbaik untuk menyerang kembali.

Sesuai siasat, Sultan Hasanuddin mulai menyiapkan pasukan dan kekuatan.

Pertempuran kembali terjadi.

Pasukan Gowa menggunakan peluru beracun yang menimbulkan kerugian di pihak Belanda.

Tanggal 5 Agustus 1668, Belanda kembali balas menyerang dan berhasil mendesak pasukan Gowa.

Namun sebagian besar pasukan Belanda terkepung oleh pasukan Gowa.

Seminggu kemudian, Belanda mencoba lagi dan berhasil merampas 27 pucuk meriam Gowa.

Setelah pertempuran berhenti untuk sementara waktu, Speelman memulihkan kekuatan dan menunggu bantuan dari Jakarta.

Speelman menawarkan perundingan damai pada November 1668 yang ditolak oleh Hasanuddin.

Pada April 1669, Belanda kembali memberi tawaran yang juga di tolak oleh Hasanuddin.

Setelah bantuan dari Jakarta datang, Speelman kembali menyerang Gowa.

Dalam perang kali ini, Sultan Hasanuddin dan keluarganya menyingkir ke Maccini Sombala. (1)

Setelah menderita kekalahan, Sultan Hasanuddin mundur dari Benteng Somba Opu ke Benteng Kale Gowa.

Speelman mencari siasat baru untuk melemahkan semangat orang-orang Gowa dengan mengumumkan amnesti pengampunan kepada rakyat yang menyerah.

Beberapa pembesar kerajaan menyantakan tunduk pada Belanda.

Karena tidak ingin mengorbankan rakyatnya lebih banyak lagi, Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kesultanan Gowa.

Sultan Hasanuddin bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda.

Pada 29 Juni 1669, Sultan Hasanuddin turun tahta setelah 16 tahun berperang melawan penjajah.

Putanya, I Mappasomba Daeng Nguraga bergelar Sultan Amir Hamzah yang baru berumur 13 tahun ditunjuk sebagai penerus tahta kerajaan.

Karena masih sangat muda, pemerintahan dijalankan oleh Karaeng Tunananga Ripasiringanna.

Sultan Hasanuddin mundur dari jabatannya sebagai Raja Gowa dan memilih menjadi pengajar agama Islam sambil tetap menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan. (2)

Pada Kamis, 12 Juni 1670 Sultan Hasanuddin meninggal dunia dalam usia 39 tahun.

Setelah meninggal diberi gelar Tumenanga Ri Balla Pangkana.

Sultan Hasanuddin dimakamkan di bukit tempat pemakaman Raja-raja Gowa dalam Benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.

Memasuki makam yang terletak di Katangka Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan ini pengunjung akan disambut dengan patung sosok Hasanuddin setengah badan sedang memegang senjata keris.

Di sebelah kiri depan komplek pemakaman terdapat sebuah batu Tomanurung atau disebut juga Batu Pallantikan sebagai tempat pelantikan Raja-raja Gowa.

Makam Sultan Hasanuddin berbentuk tingkat dengan dua kayu nisan di bagian atas makam.

Pada makam Sultan Hasanuddin terdapat tulisan yang berisi antara lain tahun kelahiran serta tanggal wafat yakni 12 Juni 1670. (3)

Patung Sultan Hasanuddin di makam Sultan Hasanuddin (indonesiakaya.com)

Untuk menghormati jasanya, nama Sultan Hasanuddin diabadikan menjadi nama jalan pada hampir disetiap kota di Indonesia.

Universitas Hasanuddin sebagai salah satu universitas terkemuka di Indonesia bagian timur, menggunakan namanya dan memakai lambang Ayam Jantan Dari Timur.

logo Universitas Hasanuddin (unhas.ac.id)

Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan menggunakan semboyan Abbatireng Ri Pollipukku (setia pada negeriku).

Melalui Keputusan Presiden RI No. 087/TK/tahun 1973 tanggal 6 November 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, untuk menghargai jasa-jasa kepahlawanannya.

Selain itu Bandar Udara Internasional Makassar yang bertempat di Maros juga memakai nama Sultan Hasanuddin.

(Tribunnewswiki.com/Indah Puspitawati)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA