Apa alasan rumah Laksamana Maeda dijadikan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi Indonesia?

Apa alasan rumah Laksamana Maeda dijadikan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi Indonesia?
Laksamana Maeda. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah kemerdekaan Negara Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran seorang perwira tinggi Angkatan Laut asal Jepang yang bernama Laksamana Maeda atau Tadashi Maeda. Selain mendukung kemerdekaan Indonesia, ia bahkan meminjamkan rumahnya untuk dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi

Lantas, apa yang mendorong Maeda mendukung kemerdekaan Indonesia?

Dikutip dari laman resmi Universitas Negeri Yogyalarta, Maeda pernah mendesak pimpinan Angkatan Laut Jepang yang bernama Laksamana Shibata agar membiarkan Indonesia Merdeka. Pasalnya pada 14 Agustus 1945, Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Menurut Maeda, Jepang akan mengalami kekalahan secara beruntun dalam perang setelah mereka takluk di pertempuran Saigon dan tempat lainnya. Maka dari itu wajib hukumnya bagi Jepang memberikan kemerdekaan seutuhnya kepada rakyat Indonesia.

Laksamana Muda Maeda juga memiliki peran penting dalam peristiwa pengasingan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Saat itu Achmad Subardjo memberitahukan kepada Maeda bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tak bisa melakukan rapat di kawasan Pejambon (Jakarta Pusat) karena Soekarno dan Hatta telah dibawa oleh para pemuda ke luar kota.

Mendengar hal itu, Maeda pun segera menyuruh perwira-perwira Angakatan Laut Jepang untuk mencari keberadaan Sukarno dan Hatta. Tak berselang lama, Achmad Subardjo mengetahui keberadaan Soekarno dan Hatta yang dibawa oleh para pemuda ke Rengasdengklok.

Setelah bernegosiasi dengan para pemuda dan menjelaskan bahwa Maeda akan membantu persiapan dan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, Achmad Subardjo akhirnya bisa membawa kembali Soekarno dan Hatta ke Jakarta.

Kemudian pada malam harinya, Laksamana Maeda meminjamkan rumahnya yang terletak di Jalan Imam Bonjol sebagai tempat penyusunan teks proklamasi. Keesokan harinya, tepat pukul 10.00 WIB, teks Proklamasi yang telah disusun dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

PRIMANDA ANDI AKBAR

Baca juga:  H. Darip, Ulama Betawi yang Memimpin Pertempuran di Klender

Senin, 6 September 2021 01:56

Apa alasan rumah Laksamana Maeda dijadikan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi Indonesia?
lihat foto
Apa alasan rumah Laksamana Maeda dijadikan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi Indonesia?

KOMPAS

Perumusan Teks Proklamasi Dilaksanakan di Rumah Laksamana Maeda. Foto Rumah Laksamana Maeda di Jakarta, tahun 1931. 

TRIBUNJAMBI.COM - Mengapa perumusan teks proklamasi dilaksanakan di rumah Laksamana Maeda?

Laksamana Maeda adalah seorang perwira Jepang.

Walau begitu, di rumah Laksamana Maeda juga dirumuskan teks proklamasi.

Sejak Agustus 1945, Jepang sudah tidak berkuasa lagi di Indonesia, usai bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki.

Jepang kemudian mendukung kemerdekaan Indonesia sejak mereka kalah perang dari sekutu.

Makanya Laksamana Maeda akhirnya memperbolehkan rumahnya digunakan sebagai lokasi merumuskan teks proklamasi.

Saat itu rumah Laksamana Maeda dianggap sebagai tempat yang aman yang dituju.

Rumah Maeda juga cukup besar dan bertingkat, sehingga bisa banyak orang berkumpul di sana.

Luas rumah itu 1.138 meter persegi, didirikan pada tahun 1920, bergaya arsitektur Eropa.

Ketika Soekarno, M Hatta, dan tokoh lainnya saat itu merumuskan teks proklamasi di lantai dasar.

Sedangkan Laksamana Maeda memilih pindah dulu ke lantai dua, agar para tokoh itu bisa dengan tenang merumuskannya.

Teks proklamasi kemerdekaan RI dirumuskan pada tanggal 16 Agustus 1945.

Besok harinya, pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan di depan teras rumah Soekarno, tepat pukul 10.00.

Dikutip dari Kompas, Sejarawan Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso Laksamana Maeda sangat mendukung upaya-upaya Indonesia untuk merdeka.

Tentara Jepang itu juga memiliki hubungan yang baik dengan Ahmad Soebardjo, satu di antara anggota BPUPKI dan PPKI.

Hal itulah yang membuat Laksamana Maeda langsung mempersilakan Soekarno, Hatta, Ahmad Soebardjo, dan tokoh lainnya menggelar rapat di rumahnya.

Rumah Laksamana Maeda itu kini telah dijadikan Museum Naskah Proklamasi.

Bekas rumah Laksamana Maeda ini berada di Jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta.

Baca juga: Mengapa Perlu Dilakukan Pelestarian Hewan yang Langka dan Dilindungi? Pelestarian Mahluk Hidup

Baca juga: Siapa Sebenarnya Laksamana Maeda?Perwira Jepang yang Berjasa Dalam Proklamasi Kemerdakaan Indonesia

Baca juga: Peristiwa Jelang Kemerdekaan RI - Menyerahnya Jepang hingga Penyusunan Teks Proklamasi

JAKARTA, MMC — Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia, Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945.

Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka.

Soebardjo diketahui aktif di organisasi Jong Java dan Persatuan Mahassiwa Indonesia saat di Belanda.

Pada masa pergerakan, ia menjadi wakil Indonesia bersama Moh Hatta dalam “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah” pertama di Brussels dan Jerman.

Laksamana Maeda sudah kenal dengan Pelajar Indonesia saat menjadi Atase di Den Haag dan Berlin pada 1930. Dari sinilah komunikasinya terjalin dengan Ahmad Soebardjo dan Hatta.

Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang).

Saat itu, ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda.

Apa alasan rumah Laksamana Maeda dijadikan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi Indonesia?

Mengapa rumah Laksamana Maeda?

Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta.

Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda. Di sinilah akan dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan.

Jatuhnya pilihan pada rumah Laksamana Maeda karena rumah tersebut punya hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga kedua pemimpin itu tetap aman.

Di ruang makan Laksamana Maeda dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Soekarno bertindak sebagai penulis konsep naskah proklamasi tersebut.

Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.

Para pemuda yang berada di luar meminta agar teks proklamasi bernada keras. Akan tetapi, S. Nishijima tak mengizinkan agar tak terjadi hal yang tak diinginkan dan memicu amarah dari tentara Jepang.

Beberapa kata yang diminta ada pada naskah teks proklamasi adalah “penyerahan”, “dikasihkan”, diserahkan”, atau “merebut”.

Akhirnya yang dipilih adalah “pemindahan kekuasaan” yang dinilai lebih halus.

Ketika konsep naskah itu selesai, Soekarno menyarankan agar mereka yang hadir dalam perumusan naskah proklamasi ikut menandatangani selaku wakil bangsa Indonesia.Saran tersebut ditentang oleh golongan pemuda yang tidak setuju jika naskah proklamasi ditandatangani oleh anggota PPKI hasil bentukan Jepang.

Mereka menolak karena kemerdekaan Indonesia merupakan jerih payah seluruh elemen bangsa.

Akhirnya, Sayuti Melik mengusulkan Soekarno Hatta menandatangani naskah proklamasi dan mengubah kalimat “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia” setelelah diketik.

Mesin ketik di rumah Maeda saat itu adalah mesin ketik dengan huruf hiragana, bukan latin.

Kemudian, pegawai Maeda, Satsuki Mishima pergi ke kantor militer Jerman untuk meminjam mesin ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler.

Setelah mendapatkan pinjaman mesin ketik, Sayuti Melik didampingi BM Diah dipercaya Soekarno untuk mengetik naskah proklamasi.

Sumber: Esensinews.com

(**/Sis)

Ilustrasi sejarah perumusan teks proklamasi. Sumber foto : www.pexels.com

Perumusan teks proklamasi terjadi setelah Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dikembalikan ke Jakarta dari Rengasdengklok pada 16 Agustus. Seusai peristiwa tersebut, baik golongan muda maupun golongan tua sepakat agar proklamasi segera disusun dan diumumkan kemerdekaan Indonesia.

Mereka pun mencari tempat yang dirasa cukup aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945.

Mengapa di kediaman Laksamana Tadashi Maeda?

Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka.

Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Saat itu, Ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda.

Rumah Laksamana Maeda Sebagai Saksi Sejarah Perumusan Teks Proklamasi

Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis, disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta. Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda.

Selain karena alasan kedekatan Maeda dan Ahmad Soebardjo, rumah Laksamana Maeda dipilih karena rumah tersebut memiliki hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga Soekarno dan Hatta bisa tetap aman.

Di ruang makan Laksamana Maeda itulah dimulai perumusan teks proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Bung Karno bertindak sebagai penulis konsep teks proklamasi tersebut. Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.

Selanjutnya naskah diketik oleh Sayuti Melik. Setelah teks proklamasi selesai diketik segera dibawa kembali ke ruang pengesahan atau penandatanganan naskah proklamasi. Di ruang ini, naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Peristiwa ini berlangsung menjelang waktu subuh, hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan pada bulan suci Ramadan. Atas pertimbangan keamanan, Soekarno mengumumkan bahwa pembacaan teks proklamasi diadakan di halaman depan rumah kediamannya, Jalan Pengangsaan Timur no.56, pukul 10.00 WIB. Lokasi tersebut kini diabadikan sebagai Taman Proklamasi.

Beralih Fungsi Menjadi Museum

Sebelum menjadi rumah Laksamana Tadashi Maeda, bangunan tersebut dipakai sebagai kediaman resmi Konsulat Kerajaan Inggris. Rumah yang dibangun pada 1927 ini, adalah salah satu dari empat rumah tinggal besar di sekitar Taman Surapati. Rumah-rumah tersebut dirancang oleh arsitek yang sama, yaitu Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Saat pendudukan Jepang di Indonesia, rumah itu beralih fungsi menjadi kediaman Laksamana Tadashi Maeda sejak 1942 hingga 1945.

Beberapa tahun kemudian, rumah itu kembali ke fungsi awal sebagai rumah Duta Besar Inggris. Saat akhirnya kontrak Rumah Duta Besar Inggris akan berakhir, pada Desember 1981 diadakanlah Rapat Koordinasi yang melibatkan pihak Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Sekretariat Negara untuk membahas pengalihfungsian gedung ini.

Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto saat itu menyatakan bahwa rumah itu diusulkan menjadi museum. Selama proses kajian pendirian museum, gedung itu sementara digunakan sebagai kantor Perpustakaan Nasional sebelum gedung Perpustakaan Nasional yang baru di Jalan Salemba selesai dibangun.

Sebuah tim dibentuk pada Oktober 1984 untuk merealisasikan bangunan di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 Jakarta menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Untuk memperkuat nuansa tampilan dan kondisi rumah sesuai dengan konteks peristiwa di 16 Agustus 1945, maka tim kajian menghubungi pihak Kedutaan Besar Jepang untuk mencari tahu keberadaan saksi pelaku yang pernah tinggal bersama Laksamana Tadashi Maeda. Sampai akhirnya pada 1985 Ibu Satsuki Mishima yang saat itu bertugas sebagai Sekretaris Urusan Rumah Tangga datang ke Jakarta.

Pada 26 Maret 1987, pengelolaan gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bekas rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 pun ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (DNR)