Allah melimpahkan nikmat yang banyak maka dirikanlah shalat dan

Allah swt telah melimpahkan nikmat yang banyak kepada semua makhluk-nya terutama manusia. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk melaksanakan shalat dan berkurban sebagai bentuk rasa syukur kepadanya. Ayat yang sesuai dengan pernyataan di atas adalah?

  1. Al-Ma’un
  2. An-Nas
  3. Al-Ikhlas
  4. Al-Kautsar
  5. Semua jawaban benar

Jawaban yang benar adalah: D. Al-Kautsar.

Dilansir dari Ensiklopedia, allah swt telah melimpahkan nikmat yang banyak kepada semua makhluk-nya terutama manusia. oleh karena itu manusia diperintahkan untuk melaksanakan shalat dan berkurban sebagai bentuk rasa syukur kepadanya. ayat yang sesuai dengan pernyataan di atas adalah Al-Kautsar.

[irp]

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. Al-Ma’un adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban B. An-Nas adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

[irp]

Menurut saya jawaban C. Al-Ikhlas adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban D. Al-Kautsar adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

[irp]

Menurut saya jawaban E. Semua jawaban benar adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah D. Al-Kautsar.

[irp]

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.


Oleh Prof Dr H Ahmad Rofiq
Wakil Ketua MUI Jateng

Hari Raya Idul Adha 1441 H tinggal satu minggu lagi. Bagi hamba-hamba yang dermawan, Idul Adha merupakan momentum yang ditunggu-tunggu,karena membahagiakan hati, fikiran, dan perasaan. Kebahagiaan itu lahir, karena mereka menyadari bahwa rezeki yang berlimpah, adalah bagian dari taqdir dan iradah Allah, karena ada saja yang boleh jadi hidup dalam serba pas-pasan atau bahkan kekurangan.

“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah” (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Hakim bin Hizam). Qurban (udlhiyah) menurut ‘Abdurrahman al-Juzairi (Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, h. 715-716) disyariatkan pada tahun ke-2 H, seperti dua hari raya, zakat mal dan fitrah. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan: “(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.(2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar (108): 1-2).

Pada ayat tersebut, redaksi yang digunakan adalah kata kerja perintah (fi’il amar). Artinya, karena Allah sudah melimpahkan karunia kenikmatan yang banyak, maka Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya shalat dan berkurban. Seakan-akan Allah mengaitkan antara karunia nikmat dengan perintah shalat dan kurban.

Dalam kaidah pemahaman Ushul Fiqh ditegaskan “al-Ashlu fi al-amri li l-wujub” artinya “pada dasarnya perintah menunjukkan wajib”. Karena dalam praktiknya, perintah shalat yang boleh dikatakan tanpa biaya saja, banyak yang malas dan meninggalkannya, apalagi ini mengeluarkan sebagian harta, yang boleh jadi bagi orang yang didera “penyakit” bakhil atau kikir, berkurban akan terasa berat. Karena mereka ini, tidak atau kurang memahami filosofi dan makna keberkahan dari Allah.

Para Ulama tidak ada yang mengatakan bahwa berkurban adalah wajib, paling tinggi adalah sunnah muakkad, atau madzhab Syafi’i menyebutnya dengan “sunnatu ‘ainin li l-munfaridi laa li ahli l-baiti waahidí” artinya “sunnah (anjuran) personal pada setiap individu, bukan kepada satu rumah satu” (Ibid.,hlm. 716).

Namun Rasulullah saw dalam menganjurkan umat beliau, menggunakan bahasa yang sarkastik: “Man wajada sa’atan wa lam yudlakhkhi fa laa yaqrubanna mushallaanaa” artinya “barangsiapa menemukan kelonggaran dan tidak berkurban maka sungguh janganlah mendekati tempat shalat kami” (Dishahihkan Hakim).

Tentu ini harus difahami secara cerdas, bahwa Allah memerintahkan shalat dan berkurban adalah bentuk dan ungkapan bersyukur terhadap rezeki yang Allah limpahkan. Sementara orang yang berkelonggaran rezeki namun tidak berkurban, seakan-akan shalatnya tidak berarti atau tidak “ngefek” meminjam Bahasa anak-anak muda.

Riwayatdari Anas bahwa “Rasulullah saw menyembelih dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki beloau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri” (HR. Bukhari, no. 5132). Berkurban adalah wujud dan manifestasi iman dan taqwa kita kepada Allah.

“Daging-daging unta (hewan lainnya) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (QS. Al-Hajj (22): 27).

Ini menunjukkan bahwa berkurban, dianjurkan disembelih sendiri, itu yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, juga memilih hewan atau domba yang terbaik. Al-Juzairy menjelaskan, kata amlah artinya putih mulus, ada yang menyebut warna putihnya lebih dominan dan bertanduk dua. Intinya adalah yang terbaik.

Mengapa, karena persembahan hewan kurban adalah manifestasi iman dan taqwa, serta ungkapan rasa syukur kepada Allah, atas berbagai karunia nikmat dan keberkahan-Nya.Berkah adalah bertambah-tambahnya kebaikan.

Selamat merayakan Idul Adha 1441 H dan selamat berbahagia dengan mempersembahkan sembelihan hewan kurban, semoga hidup kita terasa Bahagia di dunia dan dilimpahi keberkahan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Allah a’lam bi sh-shawab. st

Oleh Ali Farkhan Tsani, dai Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor dan Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (Q.S. Al-Kautsar: 1-3).

Sebab Turun

Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Surat Al-Kautsar turun karena adanya anggapan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lemah oleh pengikutnya sedikit. Lebih-lebih ditandai dengan meninggalnya putera-putera Nabi, yang laki-laki, yaitu Al-Qasim (meninggal di Makkah) dan Ibrahim (meninggal di Madinah). Hingga orang-orang kafir pun merasa bergembira atas hal itu, senang atas duka cita yang menimpa Muslimin, serta menganggap keturunan Nabi telah terputus.

Secara khusus, ada peristiwa, saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Shafa, kemudian keluar melalui pintu Marwah. Lalu beliau bertemu dengan Ash Bin Wail As-Sahmiy. Kemudian Al-Ash menemui Quraisy dan mereka bertanya, “Siapa yang kamu temui barusan Wahai Abu Amr?” Lalu Al Ash menjawab, “Dia adalah Al-Abtar (yang terpurus).” Maksudnya adalah yaitu Nabi Muhammad. Maka Allah pun menurunkan Surat Al-Kautsar.

Turunnya surat ini sesaat saat Nabi tertidur dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Seperti dalam shahih Muslim dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di sisi kami dan saat itu beliau tertidur sesaat. Lantas beliau bangun, mengangkat kepalanya dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, wahai Rasulullah?” (Beliau menjawab), “Baru saja turun kepadaku suatu surat (Al-Kautsar).” Lalu beliau membacanya.

Turunnya Surat Al-Kautsar ini sebagai jawaban dan hiburan dari Allah bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang kuat dan keluar sebagai pemenang melawan orang-orang kafir, serta pengikutnya pun akan bertambah banyak dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Juga penegasan bahwa meninggalnya putera-putera Nabi tidaklah melemahkan kepribadiannya dan tidak menjadikan keturunannya terputus. Justru orang-orang kafirlah yang pada hakikatnya terputus alias namanya tidak disebut-sebut lagi serta jauh dari segala kebaikan.

Ahmad Musthafa Al-Maraghi menguatkan, surat ini turun dikarenakan kaum Musyrikin Makkah dan kaum Munafik Madinah senantiasa mencela dan mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan tuduhan-tuduhan bahwa para pengikut Nabi itu hanya terdiri dari orang-orang biasa dan lemah. Tidak ada seorang pun dari kalangan pemimpin, orang terhormat kaum cendekiawan dan orang-orang yang terpandang di masyarakat.

Kemudian turunlah Surat Al-Kautsar ini, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Surat ini untuk menguatkan pendirian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, di samping menegaskan bahwa apa yang dituduhkan oleh oleh orang-orang kafir itu adalah omong kosong belaka dan sama sekali tidak ada bukti-buktinya.

Muhammad Abduh menambahkan sebuah riwayat bahwa beberapa orang kafir Quraisy  yang suka mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti Al-Ash bin Wa’il, Uqbah bin Abi Mu’aith, Abu Lahab dan beberapa lagi lainnya, setelah mengetahui putera-putera Nabi meninggal dunia, mereka berkata, “Muhammad telah terputus.” Yakni tidak ada lagi yang sebutan tentangnya melalui putera-puteranya setelah ia wafat kelak. Maka, surat ini dinamakan Makkiyah (turun di Makkah).

Keadaan seperti itu mereka anggap sebagai suatu cacat cela yang mereka gunjingkan dan mereka jadikan alat untuk menghilangkan simpati kepada Nabi dan para pengikutnya. (Demikian menurut sumber Asbabun Nuzul oleh K.H.Shale, dkk).

Pada riwayat lain disebutkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa ayat ini (ayat ke-2) turun pada peristiwa Hudaibiyah, ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dan memerintahkan salat (Idul Adha) dan berkuban.

Dalam ayat, “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.” Hingga dikatakan ayat yang kedua ini disebut turun di Madinah.

Nikmat yang Banyak

Pada ayat pertama disebutkan:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.”

Di sini ada kata “Al-Kutsar”, yang diartikan sebagai nikmat yang banyak.

Ada pula pengertian secara khusus bahwa Al-Kautsar artinya adalah telaga di surga yang dijanjikan kepada Nabi dan umatnya yang taat. Namun, ini juga tidak bertentangan, sebab telaga di surga pun bagian dari nikmat yang banyak.

Ini seperti penjelasan Ibnu Abbas bahwa Al-Kautsar adalah telaga yang berada di tengah-tengah surga yang dikelilingi oleh mutiara dan permata, serta dilengkapi para  bidadari yang cantik menawan serta pembantu-pembantu yang melayani kebutuhan penghuninya.

Makna lain dari Al-Kautsar diuraikan oleh Ibnul Jauzi yang merinci 6 (enam) pendapat mengenai makna Al-Kautsar, yaitu:

1. Telaga sungai di surga.

2. Kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi.

3. Ilmu dan Al Qur’an.

4. Nubuwwah (kenabian).

5. Banyaknya pengikut dan umat Nabi.

6. Telaga di syurga khusus untuk Nabi, yang juga banyak dikunjungi umatnya kelak.

Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali menjelaskan lebih banyak lagi pengertian Al-Kautsar, yaitu ada 17 (tujuh belas):

  1. Sungai di surga.
  2. Telaga Nabi di Mahsyar.
  3. Kenabian dan kitab suci.
  4. Al-Quran.
  5. Al-Islam.
  6. Kemudahan memahami Al-Quran dan aturan syariat.
  7. Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok pembela Nabi.
  8. Pengutamaan Nabi di atas orang lain.
  9. Meninggikan sebutan Nabi.
  10. Sebuah cahaya iman di hati Nabi.
  11. Syafaat Nabi.
  12. Mukjizat-mukjizat Allah kepada nabi.
  13. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
  14. Pemahaman terhadap agama Islam.
  15. Salat lima waktu.
  16. Perkara yang agung.
  17. Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Nabi.

Kesemuanya masih dalam rangkaian nikmat yang banyak. Sehingga dengan semua pengertian itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak perlu bersedih atas meninggalnya putera-puteranya, tidak perlu lemah atas ejekan orang-orang kafir, serta tidak termasuk orang yang terputus. Justru orang-orang kafirlah yang terputus dari kebaikan-kebaikan Allah.

Salat dan Berkurban

Syaikh Musthafa Al-‘Adawy menyebutkan bahwa orang yang berada dalam fitrah yang selamat, tentu ketika diberi nikmat yang banyak, akan dibalas dengan perwujudan syukur. Dalam hal ini dilakukan dengan melaksanakan shalat (Idul Adha) dan berqurban.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya; “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.”

Perkataan “Karena Rabb-mu” menunjukkan bahwa jadikanlah salat, baik shalat pada umumnya, maupun secara khusus salat Idul Adha, hanya karena Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya. Begitu pula jadikanlah sembelihan kurban itu dengan ikhlas karena Allah.

Jangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, di mana mereka melakukan sujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelihan atas nama selain Allah.

Bahkan seharusnya shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan itu adalah atas nama Allah. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam ayat:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (ibadahku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Q.S. Al An’am [6]: 162-163).

Imam Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘nahar’ adalah penyembelihan pada hari-hari Idul Adha (tanggal 9 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Maka, bagi orang yang memiliki kemampuan pad hari-hari tersebut untuk berkurban, maka berkurbanlah, karena berbagai keutamaan di dalamnya. (//mirajnews.com/keutamaan-berqurban/125506).

Pembenci Nabi, Merekalah yang Terputus

Ayat terakhir dari Surat Al-Kautsar menyebutkan:

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang yang membenci dan memusuhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pada akhirnya merekalah yang terputus dan tidak ada lagi penyebutan (pujian) untuknya setelah matinya.

Orang-orang kafir Quraisy menyatakan Nabi tidak lagi memiliki keturunan laki-laki karena semuanya meninggal dunia, dan dianggap terputus. Maka Allah pun membalasnya dengan meninggikan pujian bagi Nabi. Nabi dipuji bahkan disebut tanpa putus, oleh orang-orang terdahulu dan belakangan di tempat yang tinggai hingga hari pembalasan.

Kita umat Islam yang jumlahnya miliaran, yang sebagian jutaan di tanah suci menunaikan ibadah haji. Semuanya membacakan salat kepada Nabi Muhammad di dalam salat, yakni saat tahiyyat (awal dan akhir) pada salat.

Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul Karim menjelaskan ayat ini bahwa yang dimaksud “al-abtar” adalah jika seseorang meninggal dunia, maka ia tidak akan lagi disebut-sebut (disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang musyrik. Mereka sangka bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, dalam hal ini yang menimpa Nabi, maka ia pun tidak akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian. Bahkan Nabi yang tetap dipuji dan disebut. Syariat Nabi tetap berlaku selamanya, hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menguatkan, surat ini sungguh berisi penjelasan mengenai nikmat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu beliau dikaruniakan kebaikan yang banyak.

Kemudian di dalamnya berisi perintah untuk mengerjakan salat dan berkurban, juga maksudnya ibadah lainnya, harus dikerjakan atas dasar ikhlas karena Allah.

Kemudian terakhir dijelaskan bahwa siapa yang membenci Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan membenci satu saja dari ajaran Nabi, merekalah yang nantinya terputus yaitu tidak mendapatkan kebaikan dan barakah. Wallahu a’lam. (P4/)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

=====
Ingin mendapatkan update berita pilihan dan info khusus terkait dengan Palestina dan Dunia Islam setiap hari dari Minanews.net. Yuks bergabung di Grup Telegram "Official Broadcast MINA", caranya klik link //t.me/kbminaofficial, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA